Menjadi pengacara berarti membela orang yang salah dong? Merupakan sebuah pertanyaan yang sering terbesit dalam kepala saya dan menjadi sebuah keresahan pada saat saya baru menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum dan ketka masih sedang mempertimbangkan sebuah keputusan hendak menjadi notaris atau pengacara untuk legal career saya kedepannya.
The Lincoln Lawyer (2011) merupakan salah satu film Amerika Serikat yang dapat dinikmati bagi yang memiliki pertanyaan yang sama terhadap peran profesi pengacara dalam penegakan keadilan. Film ini bertemakan hukum yang menjadikan seorang pengacara bernama Mickey Haller sebagai pemeran utamanya yang berpraktik di Amerika Serikat. Haller menunaikan sebagian tugasnya sebagai pengacara di dalam mobil Lincoln Town Car-nya sehingga ia dijuluki sebagai The Lincoln Lawyer. Halley telah memiliki beberapa pengalaman dalam mendampingi kliennya dalam kasus-kasus kriminal. Hingga suatu ketika ia mendapatkan seorang klien bernama Louis Roulet yang merupakan seorang yang kaya raya yang didakwa pembunuhan atas pemerkosaan dan pemukulan seorang wanita PSK di suatu bar. Roulet mengaku bahwa bukan dirinya lah yang melakukan tindakan criminal tersebut dan meminta tolong kepada Halley agar ia bebas dari tuduhannya.
Kemudian, setelah diselidiki lebih lanjut sampai pada salah satu kasus pembunuhan yang pernah Haller tangani di masa lalunya dan juga bukti-bukti pendukung lainnya membuat Haller baru tersadar bahwa pengakuan Roulet adalah kebohongan dan sesungguhnya Roulet benar-benar melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituduhkan kepadanya. Haller mendapatkan tekanan dari berbagai pihak, termasuk jaksa penuntut dan kliennya sendiri, sementara dia mencoba menjalankan prinsip-prinsip integritas profesional dalam sistem hukum yang kompleks dan berliku. Menyadari Roulet benar-benar melakukan tindak pidana sedangkan ia adalah kliennya sendiri sehingga membuat Haller di sisi yang lain tetap harus profesional dalam membela kliennya.
 "The Lincoln Lawyer" adalah sebuah drama hukum yang menyajikan cerita tentang perjuangan seorang pengacara dalam menjalankan tugasnya sambil menjaga integritas dan moralitasnya secara bersamaan.
Dalam hukum sendiri sebenarnya terdapat asas presumption of innocence atau asas praduga tidak bersalah. Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman pun menyatakan bahwasannya Sebelum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahannya, seorang tersangka/terdakwa wajib dianggap tidak bersalah. Lalu seorang tersangka/terdakwa mempunyai hak untuk didampingi oleh penasihat hukum/advokat pada setiap tingkat pemeriksaan sebagaimana antara lain diatur dalam Pasal 54 dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Sehingga sangat tidak tepat apabila seorang pengacara berperan membela orang yang salah melainkan berperan dalam memberikan penasihat atau pendamping tersangka/terdakwa di muka pengadilan dan melindungi hak-hak yang dimiliki tersangka/terdakwa agar tidak dilanggar mengingat tersangka/terdakwa jugalah manusia sehingga hak-haknya tetaplah harus dilindungi dan mencegah hukuman yang melebihi yang seharusnya yang dapat mencederai nilai-nilai keadilan itu sendiri.
Berkaca pada film The Lincoln Lawyer sebenarnya terdapat perbandingan-perbandingan yang menarik antara praktik hukum di Amerika Serikat dan Indonesia. Terlepas dari perbedaan mendasar antar hukum di Amerika Serikat yang menggunakan sistem common law dan Indonesia yang menggunakan sistem civil law sebenarnya masih banyak terdapat kesamaan antara praktik hukum di Amerika Serikat dan Indonesia seperti adanya pengacara, jaksa, dan juga hakim. Keberadaan saksi dalam persidangan pun juga tidak jauh berbeda dengan praktik peradilan di Indonesia dimana tiap-tiap saksi dibawa oleh baik jaksa maupun pengacara yang masing-masing memiliki peran untuk meyakinkan hakim dalam meringankan maupun memberatkan sanksi pidana. Di luar persidangan jaksa dan pengacara yang berperkara juga dapat melakukan negosiasi terkait tuntutan yang dilayangkan oleh jaksa sebagaimana praktik di Indonesia.
Adapun perbedaan-perbedaannya dimulai dari yang bersifat atribut di antaranya dalam praktik sidang di Amerika Serikat hanya hakim lah yang mengenakan toga sementara jaksa dan pengacara tidak menggunakan toga. Kemudian terdapat perbedaan dalam pakaian jaksa Amerika Serikat yang menggunakan setelan jas tidak seperti di Indonesia yang menggunakan seragam dan terdapat sistem pangkat yang ditunjukan melalui seragam di bagian pundaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H