Ia menjadi lemah ketika harus berdekatan dengan batu kryptonite. Lalu kenapa Superman bisa bertahan? Karena Ia tahu kryptonite adalah kelemahannya dan Ia harus menghindarinya. Kata kuncinya adalah memahami apa yang menjadi kelemahan kita, menghindarkan kita dari paparan kryptonite kita sendiri. Salah satu hal yang menjadi kryptonite manusia dalam menghadapi risiko adalah limitasi kita dalam memerhatikan sesuatu (pay attention).
Satu hal yang harus kita pahami, terkadang atau lebih sering, kita sebagai manusia menilai terlalu tinggi kemampuan kita dalam memerhatikan sesuatu. Salah satu limitasinya adalah sulit bagi kita untuk memerhatikan dua hal dalam waktu yang bersamaan, misalnya ketika anda mengendarai mobil, anda juga memeriksa pesan yang masuk ke smartphone anda, bisakah anda melakukannya?
Jika anda melakukan keduanya dan tidak terjadi apa-apa, percayalah itu bukan karena kemampuan hebat anda, namun karena keberuntungan masih menaungi anda. Dalam ilmu psikologi, ketika kita memindahkan fokus atau perhatian kita di antara dua hal, kita tidak hanya kekurangan informasi tetapi juga kekurangan waktu dalam bereaksi. Ada batasan minimum waktu untuk otak manusia memahami situasi dan menemukan cara responnya, atau disebut dengan biological time.Â
Sebagai gambaran, David Strayer, seorang profesor di University of Utah pernah melakukan penelitian tentang fokus manusia ketika mengemudi dan menggunakan ponsel.
Strayer menemukan bukti bahwa seorang pengemudi yang melihat ponselnya saat kendaraan berjalan membutuhkan waktu dua puluh lima detik untuk kembali fokus ke kemudinya, bahkan ketika ponsel digunakan saat mobil berhenti karena lampu merah, butuh sepuluh detik untuk move on dari distraksi tersebut. Terbayang bukan, ketidakfokusan selama dua puluh lima detik dalam berkendara dapat berdampak seperti apa?.
Lalu, ada limitasi lainnya, yaitu hangover effect, dimana manusia akan kelelahan ketika harus bertukar konsentrasi pada dua hal di waktu yang bersamaan atau waktu yang berdekatan. Dalam studinya, seorang profesor psikologi dari San Jose State University, California, bernama Mark Van Selst, menjelaskan bahwa membagi perhatian ke dua hal lebih rumit dari apa yang kita pikirkan.
Hal ini karena ketika kita membagi fokus ke dua hal atau dua tugas, kita akan berurusan dengan dua set detail informasi di otak kita. Misalnya, ketika kita mengemudi kita harus mengingat jalan mana yang harus dilalui, kondisi jalannya, dan mobil-mobil di sekitar kita. Ketika kita melihat ponsel, kita akan mengingat dengan siapa kita berbicara, apa yang dibicarakan, dan apa yang harus kita katakan setelahnya.
Dua set informasi tersebut tidak bisa ditampung di otak kita dalam satu waktu karena untuk jenis aktivitas seperti ini kita menggunakan working memory, di mana kita bisa mengakses informasi yang kita butuhkan dalam waktu singkat, namun dengan kapasitas yang kecil. Batasan ini membuat kita tidak dapat menyimpan dua set informasi dalam satu waktu, sehingga harus bergantian. Pertukaran fokus inilah yang menyebabkan kita kelelahan.
Berdasarkan pemahaman di atas, kita dapat memahami bahwa manusia memiliki keterbatasan untuk memerhatikan dua hal dalam satu waktu. Jadi, mitigasinya adalah dengan hanya berfokus pada satu hal dalam satu waktu? Ternyata tidak sesederhana itu. Masih ada beberapa limitasi yang akan 'mengganggu' kita untuk bisa fokus, bahkan ketika kita hanya fokus pada satu hal saja.
Pertama, distraksi yang muncul tiba-tiba, meskipun kita sudah berniat untuk berkonsentrasi, akan memecah perhatian kita. Kedua, mind wandering atau task-unrelated thought. Misalnya, ketika anda sedang mengemudi di jalan raya (ya iyalah ya, masa' di empang), tiba-tiba anda akan memikirkan hal lain yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas mengemudi anda, itulah yang kita sebut dengan mind wandering.Â
Dari berbagai riset yang telah dilakukan, dampak negatif dari mind wandering adalah kinerja kita akan terdampak ketika pikiran kita tidak sepenuhnya engaged dengan apa yang sedang kita kerjakan. Namun, to be clear, mind wandering tidak selamanya merupakan hal yang buruk. Saat melakukan mind wandering, kita bisa memikirkan apa yang akan kita lakukan nanti sore atau makan malam apa yang akan kita pilih nanti malam. Psikolog menyebutnya dengan authobiologhical planning.