Mohon tunggu...
Beti.MC
Beti.MC Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah Selayaknya Bertutur, Mengalirlah Energi Kebaikan

Berbagi pengalaman, kesempatan dan cerita sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ikan Cupang Istimewa

15 Agustus 2021   13:20 Diperbarui: 15 Agustus 2021   13:24 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu aku memang sengaja menyiapkan diri untuk bepergian ke beberapa tempat karena harus memenuhi kebutuhan di rumah. Sejak pandemi, tak ada bepergian tanpa rencana, semua harus ditata dan disiapkan. Ada beberapa kebutuhan yang habis, tetapi yang paling penting adalah obat rutin Uti, tak bisa ditunda kan.

Dalam perjalanan, aku melihat penjual ikan keliling bersepeda, spontan aku bilang suami untuk minggir karena aku beli. Ya, jelas gak mungkin mendadak berhenti kan, dia bilang untuk menunggu di toko tujuan saja, kan ini jalur satu arah dan dia pasti melewati jalan menuju toko itu. Aku setuju sambil sesekali menengok ke belakang, jangan-jangan dia belok atau ke arah lain.

Mobil sudah berada di parkiran, aku turun menanti di pinggir jalan, persis anak kecil yang kegirangan menanti sosok yang diidamkan. Ikan cupang. 

Sudah lama aku pengen beli tetapi gak mau beli secara onlen karena takut ketipu dan keinginan punya bukan untuk koleksi kok, hanya ingin ada suasana lain saja di rumah.

Aku melambaikan tangan untuk memberi tanda aku mau beli. Wah, persis zaman dulu, ikan warna-warni terbungkus plastik, tergantung seraya bersorak, ayo beli aku, aku sudah keliling nih. 

Saat penjualnya berhenti, turun dari sepeda, aku melihat kakinya yang terbalut sandal jepit tak menapak seperti kakiku. Kedua telapak kakinya tak menjejak seperti kedua kakiku.

Setelah melihat-lihat ikan yang ada, aku memilih dua plastik karena warnanya yang cerah, biru dan merah. Saat kutanya berapa harganya, bapak itu tak mengeluarkan suara menjawab pertanyaanku. 

Ah, mungkin aku yang gak dengar karena tertutup kain masker. Kutanya lagi, dia memberi isyarat dengan jarinya. Aku bingung. Suamiku mendatangi kami, dia yang mengatakan kalau ikannya delapan ribu. 

Ooo...yaya, baru aku paham. Kupilih dua bungkus, kuserahkan uang tanpa meminta kembalian dan mengucapkan terima kasih karena siang ini terasa menyenangkan, selain mendapatkan ikan, aku bertemu dengan penjual ikan yang spesial. Setelah menerima uang, dia mengangguk dan bersiap meneruskan.

Disabled person, orang penyandang disabilitas. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini mempunyai keterbatasan melakukan hal-hal tertentu karena kondisi yang dialami. 

Ada empat jenis disabilitas, yaitu fisik, sensorik, intelektual dan mental. Mereka yang mempunyai keterbatasan ini tetap bisa produktif dan berkontribusi bagi keluarga dan lingkungannya. Tidak semua orang dengan disabilitas menjadi orang yang tidak bisa melakukan apa-apa.

Aku mengamati beberapa orang penyandang disabilitas di lingkunganku. Gak banyak memang karena bisa jadi mereka lebih sering berada di rumah dan tidak terlalu berinteraksi. 

Ada beberapa orang yang selalu aku temui saat pagi ialah mereka yang berprofesi sebagai juru parkir, penjual koran, pengatur lalu lintas dan penjaga toko. Itu bentuk pekerjaan yang mereka lakukan, seperti tidak banyak ruang untuk mereka mengembangkan diri.

Kondisi yang mereka hadapi bisa mempengaruhi performa untuk melakukan pekerjaan, tetapi jangan pandang sebelah mata, mereka tetap bisa mengembangkan diri dalam pekerjaan. 

Belajar dari beberapa orang penyandang disabilitas yang bisa menjadi contoh dan pemberi semangat teman-teman disabilitas, itu yang harus kita dukung. 

Salah seorang staf Presiden Jokowi, Angkie Yudistia adalah penyandang tuna rungu yang menunjukkan bahwa kepercayaan diri, terbukanya peluang dan dukungan dari orang lain menjadi kunci mereka bisa mengembangkan diri. Menempuh pendidikan, mengakses pekerjaan, mengembangkan hobi dan berkarya bisa tetap dilakukan para penyandang disabilitas. Sekarang, tinggal bagaimana perspektif kita terhadap mereka? 

Kita bisa mulai menerima keadaan para penyandang disabilitas untuk berkontribusi di masyarakat, berikan kesempatan yang sama bagi mereka agar potensi yang dimiliki bisa dirasakan dan berkembang. 

Mereka punya hak yang sama dengan orang lain dalam menjalani kehidupan karena sudah tak zamannya para penyandang disabilitas dikungkung dan dikucilkan. 

Prinsip inklusif harus menjadi nafas dalam kehidupan baru kita di Indonesia. Siap kita menuju pada terbukanya akses bagi mereka penyandang disabilitas?

Pertanyaan pembuka, selanjutnya setiap dari kita bisa menjawabnya.

Beti.MC

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun