Mohon tunggu...
Besse Herdiana
Besse Herdiana Mohon Tunggu... Dosen - Its me

Saya perempuan yang selalu gagal menghibur diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Setiap Penulis/Pengarang Konsisten dalam Gagasannya?

20 Agustus 2019   19:21 Diperbarui: 20 Agustus 2019   20:24 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan sampah ini saya awali dengan sebuah pertanyaan "apakah seorang penulis menjadi penganut yang taat terhadap gagasannya sendiri yang ia tuliskan dalam teks?"

Baiklah. Saya teringat dengan jane austin "pride and prejudice" ataupun "emma"Ia menulis begitu rapi sebuah kisah cinta padahal ia sendiri tidak pernah benar-benar jatuh cinta, mengapa saya katakan demikian? 

Beberapa kali ia gagal dalam berhubungan dengan laki-laki dan memutuskan untuk tidak menikah. 

Saya curiga jangan-jangan hanya pemenuhan dari realitas. Kecurigaan saya terbantahkan dengan gagasan-gagasan dari orang-orang sosiologi sastra, Katakanlah tokoh yang diciptakan hanya bayangan dari realitas pengalaman orang lain yang sempat dituliskan oleh jane austin dengan kata lain fakta sosial yang dituliskan jane austin adalah pengalamannya sebagai subjek kolektif, ini hanya gagasan awal yang penuh keragu-raguan. 

Sebab dalam beberapa teks saya kadangkala menemui sebuah "keintiman" yang lebih dekat antara teks yang dilahirkan dan penulisnya sebut saja orang-orang bloongminton yang ditulis oleh budi darma. 

Bloongminton hadir sebab budi darma pernah lama di indiana sana, begitupun dengan Olenka. Apalagi Pram yang memang genrenya adalah realisme sosial. Ataukah murakami dalam beberap teksnya membahasa tentang "betapa tidak takutnya orang jepang bertemu kematian"Konsep mirror yang ditawarkan dalam sosiologi sastra banyak terjadi dalam teks. 

Secara sarkasme Konsep sastra yang menurut seno lebih kepada curhat saya lebih suka menyebutnya keintiman yang lebih dekat antara penulis dan teksnya yah karena memang tidak bisa dipungkiri sebagian besar adalah "curhat" sekalipun mungkin ada yang curhat secara elegant atau hanya sekadar baper-baperan.

Nah yang menjadi pertanyaan kemudian "apakah seorang penulis menjadi penganut yang taat terhadap gagasannya sendiri yang ia tulis dalam teks?" Jangan-jangan hanya pemenuhan dari realitas yang tak pernah berani digugat dengan terus terang, justru menggugatnya lewat teks.

Eka menulis tentang coret-coret di toilet yang katanya lebih jujur daripada omongan si "Anu" Seno menulis "dunia sukab" yang mengkritisi banyak hal, ataukah "dilarang menyanyi di kamar mandi" sebab kebenaran milik mayoritas atau "kring" adalah panggilan tak terjawab para kelas bawah yang selalu didiamkan oleh kelas atas. 

Bagaimana pula Misalnya ketika Ayu utami membincang soal penubuhan secara liar, idealisme yang tinggi ataukah seorang Djenar dengan pilihannya menjadikan tokohnya seradikal mungkin, dengan pilihan menjadi lesbian misalnya.Meskipun saya menemukan Djenar dengan tato, rokok dengan beberapa kaleng Bir.

Ah entahlah. . . Bagi saya menulis dan membaca adalah "kenikmatan" sekalipun hanya menuliskan sampah-sampah hahaha. Penutup kepada si "A"terima kasih atas kalimat motivasinya "teruslah nakal dengan melompat", setidaknya bisa membunuh sejumlah asumsi bahwa betapa "liarnya" isi kepala saya, di pangkuan Tuhan sana, bapak saya bisajadi akan mengutuk anak perempuannya dan ibu saya akan menangis sejadi-jadinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun