Hari itu jum’at 13 November 2015 di kota Paris Prancis, saya sudah tidak sabar untuk pulang dari kantor guna menyaksikan langsung pertandingan persahabatan antara Perancis dan Jerman secara langsung di stadion utama Stade de France. Saya telah membeli tiket pertandingan tersebut sejak 2 bulan silam bersama 3 orang sahabat saya, tiketnya sendiri seharga 20€ atau 300 ribu rupiah.
Pertandingan dimulai pada pukul 9 malam, namun untuk mencegah agar tidak berdesak-desakan di transportasi publik, kami memutuskan untuk berangkat lebih awal. Suasana di Paris sendiri sebelum pertandingan tampak tenang, tidak tampak kedua belah supporter yang memperlihatkan atribut tim yang akan bertanding malam ini. Perjalanan dari stasiun kereta menuju stadiun pun sangat tenang, antrian sebelum masuk ke stadium juga normal seperti biasa. Ada banyak polisi yang berjaga sambil menunggang kuda, dan beberapa keamanaan stadium. Tampak juga banyak pemuda dan pemudi yang membagi-bagikan souvenir serta pamflet iklan dari sponsor, hingga penjual kaos dan syal illegal juga hadir untuk memeriahkan suasana.
Pertandingan dimulai, tim Prancis yang akan menjadi tuan rumah tahun depan tampak lebih agresif dari pada tim Jerman yang sedang dalam transisi sejak memenangi Piala Dunia 2014 silam. Sembilan belas menit sejak pertandingan berlangsung tiba-tiba terdengar suara ledakan besar dari arah tribun timur. Sempat terpikirkan bahwa suara tersebut merupakan suara petasan yang notabenya sudah biasa diledakkan di stadium-stadium di Eropa oleh orang-orang tak bertanggung jawab, namun anehnya jantung ini sampai merasakan juga getarannya. Sesaat kemudian, dentuman kedua kembali terdengar. Sama kerasnya namun kali ini perasaan saya jadi tidak enak. Biasanya yang memainkan petasan itu mereka yang berada di tribun popular atau tribun yang harga tiketnya paling murah diantara yang lain. Namun kali ini suara ledakannya berasal dari tribun timur. Pertandingan dilanjutkan hingga babak pertama selesai, tidak ada kepanikan atau apapun dari raut wajah penonton. Semua tampak puas dengan skor sementar 1-0 untuk keunggulan Perancis.
Babak kedua dimulai, pada menit ke 50 seorang Bapak yang duduk di depan kami bersama kedua anak dan istrinya mendapatkan pesan di hp dan sejenak raut wajahnya berubah. Dia tampak lebih gelisah dan memeluk anaknya lebih erat sambil pandangan matanya tertuju ke tribun timur. Aku pun berinisiatif untuk bertanya kepada beliau, ada apa gerangan.
Bapak itu kemudian memperlihatkan isi pesan yang dia dapatkan dari keluarganya yang sedang menyaksikan televisi di rumah. Isinya antara lain adalah; telah terjadi tindak terorisme di Paris bagian utara, yaitu lebih tepatnya di bagian luar stadium utama Stade de France. Pada saat itu korban yang diketahui baru berjumlah 5 orang dan suara ledakan yang terdengar diawal pertandingan bukanlah suaran petasan melainkan suara bom bunuh diri.
Saya pun bergegas mengeluarkan handphone untuk mengecek situasi saat ini di Paris melalui media sosial namun usaha tersebut gagal. Sinyal di telepon penuh namun koneksi tidak ada yang masuk, tak satu pun photo dan video berhasil di upload. Pemerintah tampaknya telah mematikan koneksi internet yang ada di stadion agar penonton tidak panik.. Bapak yang duduk di depan kami pun menggendong anaknya dan kemudian berkata “Saya tidak akan membiarkan anak-anak saya mati sia-sia disini”. Dia pun bergegas keuar bersama keluarganya, namun sesaat kemudian kembali lagi, karena akses keluar stadion sementara ditutup.
Pertandingan pun masih berlangsung, para penonton juga seakan tidak tahu apa yang sedang terjadi di Paris saat ini, semua tampak normal. Aku pun berdiskusi dengan ketiga sahabatku agar kami pulang lebih awal agar tidak terjebak di kerumunan sesaat setelah pertandingan. Gol kedua kemudian terjadi pada menit ke 85’ namun hati dan pikiran ini sudah tidak ada tertuju pada pertandingan. Kami pun bergegas keluar. Di luar stadiun keadaan sudah berubah total, mobil polisi telah memblokir bebarapa jalan serta para polisi tersebut dilengkapi senjata laras panjang.
Keadaan semakin panik karena sesaat diluar stadion semua orang berusaha menelepon keluarga mereka untuk menanyakan kabar. Tampak di sebelah timur stadium toko yang terkena ledakan tersebut masih berantakan. Tampak pecahan kaca dan barang-barang berserakan dijalan. Polisi yang berjaga di jalan pun jumlah jauh lebih banyak dibandingkan sebelum pertandingan dimulai. Kami dilarang mengambil video atau gambar didekat tempat kejadian bom bunuh diri, polisi memerintahkan kami agar segera bergegas menuju stasiun kereta.
Sesampainya di stasiun kereta, antrian panjang telah tampak dan semua orang tampak telah mengetahui apa yang terjadi di Paris saat ini. Pada saat itu pukul 11 malam, informasi terakhir menyebutkan, telah terjadi penyanderaan di sebuah teater di tengah kota Paris. Sebuah tragedi di tengah pagelaran olahraga.
Hingga saya mempunyai cukup keberanian menulis pengalaman ini telah tercatat 129 korban meninggal dan 300 luka-luka. #prayforparis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H