klasifikasikan yaitu orang-orang yang masih mengolah pertanian gambir mereka dengan cara
manual, masih menggunakan otot dan aktifitas pengolahan gambir yang dilakukan itu masih
masih harus bermalam selama seminggu di lahan pertanian dengan rumah kayu tempat
pengolahan yang disebut "Kampaan" dan posisinya yang jauh di tengah hutan. Kelompok yang kedua "Badawah" dalam analisis ketika kita melihat masyarakat Jorong Ronah
Bengkek yang mana ada pengusaha yang membangun pabrik Gambir dan membuka
kesempatan buat petani untuk menjual bahan mentahnya untuk diolah di pabrik tanpa harus
bekerja secara manual dan tanpa harus bermalam di tengah hutan. Namun dalam kosep
paradigma perbandingan masyarakat ini ada perbedaan yang mana masyarakat yang harus
bekerja di hutan memiliki pendapatan yang lebih banyak di pertanian gambirnya dari pada
masyarakat petani yang hanya menjual bahan mentahya kepada pabrik, dengan mayoritas
masyarakat Jorong Ronah Bengkek, Nagari Sialang, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima
Puluh Kota lebih memilih untuk mengolah pertanian Gambirnya dengan cara manual, maka
dapat menimbulkan ikatan solidaritas (Ashabiyah) yang kuat karena untuk masyarakat yang
mengolah Gambir secara manual mereka akan bermalam seminggu, dan ketika berangkat ke
lahan pertanian masing-masing para masyarakat berangkat bersama-sama mengingat lokasi
lahan di tengah hutan, dari hasil Empiris penulis masyarakat Jorong Ronah Bengkek,
masyarakat disana akan berangkat bersama di hari Sabtu dan balik hari Kamisnya dengan
membawa hasil pengolahannya masing-masing dan itu meningkatkan soliaritas
masyarakatnya, dan masyarakat yang hanya menjual bahan mentah ke pabrik akan kalah
dalam segi pendapatan dan dengan pendapatan yang minim akan membuat masyarakat yang
mengolah sendiri memiliki kehidupan dalam hal finansial yang lebih baik.
Dalam teori Ashabiyah (Solidaritas Sosial) yang dikemukan oleh Ibn Khaldun, Ibn
Khaldun menyatakan bahwa Ashabiyah juga terbagi menjadi fase, sesuai dengan nanti
perkembangan peradabannya, yang pertama adalah Ashabiyah Tinggi (fase pertumbuhan)
dan Ashabiyah Melemah (fase kemunduran) dalam analisis di daerah Jorong Ronah Bengkek
ada fakta sosial yang menunjukan adanya perubahan fase ini yang dimana teori ini akan
terjadi dan terulang secara terus menerus ketika penaikan dan penuruanan harga dalam
penjualan pengolahan Gambir di Jorong Ronah Bengkek, dalam fase pertumbuhan itu dapat
dilihat ketika masyarakat Jorong Ronah Bengkek menjual pengolahan Gambirnya dengan
harga mahal maka banyak daripada masyarakat Jorong Ronah Bengkek yang membeli semua
jenis barang berharga dan Royalitas masyarakat Jorong Ronah Bengkek akan terlihat ketika
harga Gambir sedang melambung tinggi, dalam fase ini perubahan ekonomi menjadi
menjadikan solidaritas dan semangat petani meningkat untuk mengolah pertanian gambir
mereka
Dalam fase kemunduran terjadi ketika harga Gambir turun drastis dan "Besar pasak
daripada tiang" itu yang menjadi umpatan masyarakat Jorong Ronah Bengkek ketika harga Gambir dalam keadaan turun, artinya lebih besar modal yang dikeluarkan daripada
pendapatan. Masyarakat Jorong Ronah Bengkek ketika situasi Gambir turun harga, para
petani banyak yang tidak lagi mengurus lahan pertanian dan banyak lahan yang sudah tidak
terurus dan menyebabkan banyaknya pengangguran pekerja dan penurunan dalam segi
ekonomi masyarakat Jorong Ronah Bengkek.
Menariknya Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota sendiri merupakan
daerah penghasil Gambir terbesar di dunia dan menjadi salah satu sektor penting dalam
pengeksporan Gambir ke negara luar seperti, India, Jepang, Pakistan, Filiphina, Bangladesh
dan Malaysia dan harusnya menjadi perhatian Pemerintah Indonesia yang harus fokus tentang
kestabilan harga Gambir di Jorong Ronah Bengkek, Nagari Sialang, Kecamatan Kapur IX,
Kabupaten Lima Puluh Kota. Oligarki pemerintah dalam hal ini dalam teori Ibn Khaldun
yang berfokus kepada efek yang diberikan dari seorang pemimpin juga memberikan
perubahan sosial Ashabiyah dari masyarakat dengan orang pemerintahan karena sering
turunya harga dari Gambir tersebut.
Dalam penulisan ini penulis mengambil referensi dari bangku perkuliah bersama
dosen Prof. Dr. Silfia Hanani yang menjadi pengajar dalam mata kuliah Sosiologi. Fakta yang
penulis tuliskan ini itu berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis di daerah Jorong
Ronah Bengkek, Nagari Sialang, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota yang
menjadi kampung halam dari penulis sendiri. Sejatinya keilmuan kita dapatkan dari
pengalaman bukan hanya teori.
Bery Rahmattus Salam
Mahasiswa UIN Bukittinggi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H