Tahun ajaran 2018/2019 hampir berakhir. Bagi siswa-siswi kelas akhir tiap jenjang (VI SD, IX SMP dan XII SMA), sebelum berakhirnya tahun ajaran, mereka harus menghadapi Ujian Akhir, baik itu Ujian Nasional (UN), yang diselenggarakan Negara, maupun Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang diselenggarakan satuan pendidikan (sekolah). UN tidak lag menentukan kelulusan, namun USBN masih menentukan kelulusan siswa-siswi tersebut.
Beberapa tahun yang lalu, saat UN masih menentukan kelulusan, banyak yang bersuara menentang UN, saya salah satunya. Kami berpendapat tidak adil proses yang dijalani anak selama bertahun-tahun, "dihakimi" hanya dalam waktu 4 x 120 menit. Pemerintahpun merespon, UN tidak lagi menentukan kelulusan. Masalah selesai? Tidak. Walaupun UN tidak lagi menentukan kelulusan, tapi masih ada USBN.Â
Tapi bukankah penentuan kelulusan tidak murni dari nilai USBN saja? Bukankah nilai rapor mereka mulai dari kelas VI (karena saya guru SMP, maka saya hanya akan membatasi tulisan saya pada jenjang SMP, sungguhpun tidak menutup kemungkinan bisa diterapkan pada jenjang lain) juga ikut menentukan kelulusan mereka? Inilah yang saya akan jelaskan di tulisan saya.
Proses pembelajaran di sekolah, mengenal suatu proses yang disebut penilaian. Tujuan penilaian, setidaknya ada dua, yang pertama untuk mengukur pencapaian peserta didik, dan kedua untuk mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri, apakah sudah efektif atau perlu perbaikan. Pada tulisan ini, saya batasi pada tujuan yang pertama.
Guru mengajar mengacu pada kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa. Dalam kurikulum 2013 dibagi menjadi dua, yaitu Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Ada 4 KI, dan masing-masing dijabarkan dalam beberapa KD.Â
Kemudian, oleh guru, masing-masing KD dijabarkan lagi dalam Indikator Pencapaian Kompetensi. Indikator Pencapaian Kompetensi ini adalah serangkaian keterampilan atau pengetahuan atau sikap yang terukur, yang menunjukkan tercapainya KD.Â
Indikator Pencapaian Kompetensi Ini ketika diujikan dalam ujian tertulis, dijabarkan lagi kedalam indikator soal. Indikator soal inilah yang kemudian dijadikan soal. Singkatnya, soal yang dibuat dengan baik, akan mampu mengukur KD yang diharapkan dicapai siswa.
Ada beberapa penilaian pada kurikulum 2013 ini, yaitu Penilaian Harian (PH), Penilaian Akhir Semester (PAS) dan Penilaian Kenaikan Kelas (PKK). Di tingkat akhir ada USBN, seperti yang sudah saya singgung terdahulu.Â
PH dilakukan tiap selesai satu KD dipelajari, materi adalah dari KD yang bersangkutan. PAS dilakukan tiap akhir semester ganjil (1, 3, dan 5) materi yang diujikan adalah dari KD yang dipelajari selama semester bersangkutan. PKK mirip seperti PAS, namun dilakukan di akhir semester genap (2, dan 4) USBN di SMP dilakukan di "akhir" semester 6, materi yang diujikan berasal dari SEMUA KD yang dipelajari dari semester 1 sampai semester 6.
 Lantas di mana masalahnya? Penilaian salah satu tujuannya adalah untuk mengukur pencapaian peserta didik pada kompetensi yang bersangkutan (KD). Ketika hasil penilaiannya bagus, berarti peserta didik yang bersangkutan dinyatakan sudah menuntaskan KD yang bersangkutan. Jika belum, maka dilakukan remedial (diajari dan diuji kembali) sampai tuntas.Â
Permasalahannya, bagaimana ketika di PH siswa sudah dinyatakan tuntas, namun saat PAS dan PKK siswa tidak mampu menjawab soal yang berkaitan dengan KD tersebut? Apakah siswa sudah tuntas atau belum?Â