Memiliki tubuh yang kekar berotot adalah impian banyak laki-laki. Mereka berbondong-bondong berlatih beban (weight trainning) di pusat-pusat kebugaran (fitnes center) demi meraih impian tersebut. Namun, banyak yang berhenti di tengah jalan karena merasa tidak mendapatkan kemajuan yang berarti. Tulisan ini dimaksudkan untuk membantu memahami bagaimana otot tumbuh sehingga kita dapat menerapkan strategi berlatih yang lebih efektif. Train smarter, not just harder, begitulah kira-kira.
Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan otot, yaitu latihan, makanan, dan istirahat. Ketiga-tiganya memegang peranan penting untuk pertumbuhan otot. Mari kita bahas satu per satu.
Latihan
Otot manusia berdasarkan struktur dan fungsinya dapat dibagi menjadi tiga jenis: otot lurik, otot polos, dan otot jantung. Secara sederhana, perbedaan ketiga jenis otot tersebut adalah sebagai berikut:
Otot lurik, disebut juga otot rangka (karena melekat di rangka, kecuali otot perut) kontraksinya kuat, bekerja secara sadar, dan relatif cepat lelah. Otot polos, kontraksinya tidak terlalu kuat, bekerja secara tidak sadar, dan tahan lama (tidak cepat lelah). Otot polos adalah penyusun organ-organ dalam. Otot jantung, seperti namanya, adalah otot yang menyusun jantung. Kontraksinya kuat, tahan lama, dan bekerja secara tidak sadar.
Dalam artikel ini, hanya otot lurik yang akan dibahas, karena otot inilah yang berkontribusi terhadap bentuk tubuh yang kekar. Otot lurik sendiri memiliki dua tipe serat, yaitu slow twitch (tipe I) dan fast twitch (tipe II). Fast twitch sendiri terbagi menjadi dua tipe, tipe IIa dan tipe IIb.
Serat tipe I tidak terlalu kuat kontraksinya, tetapi mampu berkontraksi dalam waktu yang lebih lama dibanding tipe II. Serat tipe I digunakan untuk aktivitas yang tidak terlalu berat, namun dapat dilakukan dalam waktu lama, misalnya berjalan, berlari santai, berenang, dan senam aerobik misalnya.
Sementara serat tipe II, mampu berkontraksi sangat kuat (menghasilkan lonjakan energi yang tinggi) tetapi tidak terlalu tahan lama. Serat tipe IIa lebih lemah daripada tipe IIb, tapi lebih tahan lama. Serat tipe II digunakan dalam aktivitas yang membutuhkan energi tinggi dalam waktu singkat, misalnya mengangkat beban berat, atau berlari cepat. Semakin berat beban yang diangkat (atau semakin cepat larinya) semakin banyak otot tipe IIb yang terlibat. Serat tipe II ini yang berpotensi membesar (terutama tipe IIb) maka otot inilah yang sebaiknya ditarget, kalau mau latihan yang efektif.
Karena serat tipe II ini hanya aktif saat kita membutuhkan lonjakan energi yang besar, seperti mengangkat beban berat, maka saat berlatih gunakanlah beban yang berat. Kalau kita mampu melakukan repetisi lebih dari 12 kali dalam satu set dengan beban 8 kg misalnya, maka akan lebih efektif kita tambah bebannya menjadi 12 kg walaupun hanya mampu 8 repetisi dengan gerakan yang benar.
Saat kita berlatih mengangkat beban yang berat, serat otot kita akan mengalami robekan-robekan kecil. Biasanya hal ini ditandai dengan rasa sakit yang kita alami di otot-otot kita setelah latihan (muscle soreness), walaupun tidak selalu. Semakin berat bebannya semakin banyak robekannya. Hal ini berarti bahwa beban yang kita angkat melebihi kapasitas otot kita. Ini adalah hal yang positif, karena tubuh kita akan merespons dengan membentuk serat otot yang lebih besar dan lebih kuat.
Beberapa hal yang kita perlu perhatikan dalam latihan adalah volume (banyaknya set dan repetisi dalam satu set) dan intensitas (berat beban yang kita angkat). Paduan volume dan intensitas yang tepat, akan menghasilkan pertumbuhan otot yang optimal. Volume diperlukan karena volume yang tinggi akan memompa banyak darah ke otot-otot kita. Itulah salah satu sebab otot kita menggembung usai latihan.
Darah sangat diperlukan karena ia mengangkut nutrisi yang penting bagi pertumbuhan otot kita. Intensitas, di sisi lain, diperlukan untuk “merobek-robek” otot kita, sehingga otot akan merespons dengan bertumbuh lebih besar dan kuat. Namun, volume dan intensitas yang terlalu tinggi justru akan kontraproduktif, karena tubuh akan merespons dengan mengeluarkan hormon kortisol (stress hormone) yang justru tidak baik bagi pertumbuhan otot.
Jadi, bagaimanakah perbandingan volume dan intensitas yang tepat? Berapa lama sebaiknya kita berlatih? Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus anda jawab sendiri, dengan bereksperimen. Namun tidak ada salahnya kita menimba ilmu dari pengalaman orang lain. Untuk saya sendiri, latihan 1 jam paling lama 1,5 jam (efektif, tidak terlalu lama istirahat) adalah yang terbaik. Saya selalu memakai beban berat, dengan repetisi 6-10 tiap setnya, dan 3-5 set untuk tiap variasi gerakan. Sekali lagi saya tekankan Anda perlu mencoba sendiri, kombinasi yang tepat buat anda (termasuk variasi gerakan) karena komposisi otot tiap orang adalah unik, tidak ada yang sama.
Makanan
Bila latihan diperlukan untuk merangsang otot agar bertumbuh, makanan diperlukan karena dua hal. Yang pertama, makanan menyediakan energi yang kita perlukan untuk dapat menggerakkan otot-otot tubuh kita saat latihan beban. Yang kedua, makanan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk membentuk otot.
Makanan yang baik mengandung cukup zat giz (nutrisi) dan serat yang diperlukan bagi tubuh. Zat gizi sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua, berdasarkan jumlah yang kita perlukan, yaitu nutrisi makro dan nutrisi mikro. Nutrisi makro terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein. Nutrisi mikro terdiri dari berbagai jenis vitamin dan mineral.
Karbohidrat kita perlukan terutama untuk mendapatkan energi. Lemak berperan antara lain sebagai cadangan makanan, dan protein merupakan zat yang diperlukan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, maupun membentuk jaringan tubuh yang baru, termasuk otot.
Agar terbentuk tubuh yang kekar, tentu kita tidak ingin lemak berlebihan. Lemak yang berlebihan dapat disimpan di rongga tubuh (lemak visceral) maupun di bawah kulit (lemak sub kutan). Lemak visceral berlebih, berbahaya karena mengganggu kinerja organ-organ dalam. Lemak sub kutan lebih tidak berbahaya, namun secara estetis kurang bersahabat, karena menutupi otot, sehingga bentuk tubuh terlihat kurang menarik. Di sisi lain, kita membutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi, namun karbihidrat yang dikonsumsi berlebih dapat disimpan dalam bentuk lemak (lipo polisakarida).
Jadi, bagaimana sebaiknya kita mengonsumsi karbohidrat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu memahami struktur karbohidrat. Karbohidrat, seperti juga lemak dan protein, merupakan molekul raksasa. Karbohidrat tersusun atas molekul gula (sakarida). Berdasarkan jumlah molekul gula yang menyusunnya, karbohidrat dapat dibagi menjadi tiga: monosakarida (tersusun atas satu molekul gula), oligosakarida (tersusun atas sedikit molekul gula) dan polisakarida (tersusun atas banyak molekul gula).
Sebelum digunakan untuk menghasilkan energi, karbohidrat harus “dipecah” terlebih dahulu menjadi molekul gula, dan banyak terdapat di dalam darah. Itulah sebabnya beberapa saat setelah makan, kadar gula darah kita meningkat. Sementara jika tidak digunakan, karbohidrat disimpan di otot dalam bentuk glikogen, atau dalam bentuk lemak (lipo polisakarida).
Semakin sederhana karbohidrat yang kita makan (biasanya ditandai dengan rasa manis), semakin cepat karbohidrat itu kita gunakan (atau kita simpan jika tidak langsung digunakan). Untuk mencegah penumpukan karbohidrat dalam bentuk lemak, karbohidrat yang kita konsumsi harus menyesuaikan tingkat aktivitas kita; semakin tinggi aktivitas kita, semakin tinggi konsumsi karbohidrat kita, dan sebaliknya. Hindari konsumsi karbohidrat sederhana, terutama saat aktivitas kita rendah.
Protein, tidak seperti lemak dan karbohidrat, jika dikonsumsi berlebih tidak akan disimpan, melainkan akan dibuang sehingga mengonsumsi protein berlebih akan sia-sia. Protein merupakan molekul raksasa, yang tersusun dari rangkaian asam-asam amino. Kalau molekul protein diibaratkan rantai, asam amino adalah mata rantainya. Perbedaan jenis dan susunan asam amino yang membentuk protein akan menghasilkan jenis protein yang berbeda. Otot-otot kita tersusun atas protein. Namun, protein yang dibutuhkan untuk membentuk otot manusia berbeda dengan protein yang terdapat pada hewan maupun tumbuhan. Itulah sebabnya saat kita mengonsumsi protein hewani maupun nabati, protein tersebut dipecah terlebih dahulu menjadi asam-asam amino kemudian asam-asam amino itu disusun ulang menjadi protein yang dibutuhkan otot kita.
Ada protein yang cepat dicerna oleh tubuh kita, namun ada pula yang lambat dicerna. Manakah yang lebih baik? Kedua-duanya baik, tergantung kebutuhan. Setelah latihan, otot-otot kita banyak yang rusak, maka kita memerlukan banyak protein untuk memperbaiki dan membentuk otot baru. Saat itulah kita butuh protein yang cepat dicerna. Sebaliknya, kalau kebutuhan tidak terlalu tinggi, dan konsumsi protein cepat cerna tinggi, asam amino yang dihasilkan dari pencernaan protein tersebut akan terbuang percuma. Saat itulah kita butuh protein yang lambat dicerna. Sebagian besar protein hewani dan nabati merupakan protein yang lambat dicerna. Jenis protein yang cepat dicerna misalnya whey yang terdapat dalam susu.
Vitamin dan mineral juga kita perlukan, karena pembentukan otot membutuhkan enzim-enzim tertentu yang berperan memecah maupun membentuk protein menjadi otot. Vitamin dan mineral yang kita konsumsi akan mengaktifkan enzim-enzim tersebut.
Istirahat
Bila latihan diperlukan untuk merangsang otot agar bertumbuh, dan makanan menyediakan bahan-bahan baku pertumbuhan otot, istirahat yang cukup diperlukan untuk memberikan kesempatan otot kita bertumbuh. Ingat, otot kita bertumbuh pada saat kita berisitirahat! Bukan pada saat latihan.
Istirahat di sini ada dua jenis, yaitu istirahat yang kita lakukan setiap hari, yaitu tidur malam hari, dan istirahat dalam pengertian tidak berlatih beban. Tidur merupakan aktivitas yang sangat penting untuk pertumbuhan otot. Tidur malam yang berkualitas (5-7 jam setiap malam) tidak dapat digantikan dengan tidur siang. Pada dasarnya manusia adalah makhluk diurnal, yaitu makhluk hidup yang aktif pada siang hari, sehingga meskipun kita tidur siang dalam waktu yang lama, tubuh kita cenderung untuk tetap aktif, sehingga waktu istirahat tidak efektif.
Istirahat tidak berlatih beban juga penting. Ingat, latihan beban pada dasarnya merusak otot secara sistematis, agar otot merespons dengan tumbuh lebih besar. Jika tidak diberikan jeda untuk beristirahat, untuk bukannya bertambah besar, justru mengecil. Rambu-rambu yang perlu diperhatikan ada dua. Yang pertama, sebaiknya tidak melatih otot yang sama dua hari berturut-turut. Yang kedua tidak berlatih beban lebih dari tiga hari berturut-turut. Jadi setelah tiga hari berturut-turut berlatih beban, pada hari keempat, kita harus beristirahat, tidak berlatih beban, dan dimulai kembali pada hari kelima.
Untuk hasil yang optimal, kita perlu memadukan pola latihan dan istirahat dengan pola makan. Karena pada saat hari latihan kita memerlukan energi yang tinggi, konsumsi karbohidrat pada hari latihan lebih tinggi daripada konsumsi karbohidrat pada saat hari istirahat. Sebaliknya, karena pada saat istirahat otot kita bertumbuh, kebutuhan protein juga meningkat, sehingga konsumsi protein di hari istirahat akan lebih tinggi daripada konsumsi protein di hari latihan. Protein yang terbaik dikonsumsi saat istirahat adalah protein yang lambat cerna. Sedangkan pada hari latihan, protein yang baik dikonsumsi adalah protein cepat cerna. Saat ini banyak bertebaran produk suplemen seperti whey dan kapsul asam amino. Kalau ada anggaran cukup, dan ingin mengonsumsi suplemen tersebut, saya sarankan suplemen tersebut dikonsumsi pada hari latihan.
Demikian tulisan saya, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H