Senin pagi, 20 Januari 2025, yang cerah. Paling tidak di bilangan Bintaro, Tangerang Selatan, yang belakangan ini hampir setiap hari turun hujan. Kecerahan pagi tampaknya juga terlihat dari berbagai unggahan dan komentar dalam sejumlah WhatsApp Group (WAG) yang saya ikuti. Saling menyapa selamat pagi, saling menulis kata-kata motivasi untuk lebih bersemangat.
Di antara sekian banyak unggahan dan komentar itu, saya tertarik mengomentari unggahan seorang teman di WAG "Derap Pramuka", sebuah grup yang berisikan mereka yang pernah aktif di Dewan Kerja Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pandega (21-25 tahun). Walaupun sebagian yang terdaftar dalam WAG tersebut sudah tidak aktif lagi dalam Gerakan Pramuka, tetapi kecintaan pada organisasi gerakan pendidikan kepanduan tersebut, membuat mereka tetap "bersuara".
Pagi ini, di WAG tersebut ada yang mengunggah Surat Edaran (SE) bersama tiga menteri. Lengkapnya, Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia. Masing-masing dengan Nomor 1 Tahun 2025, 800.2.1/225/SJ, dan 1 Tahun 2025, tentang Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan di Satuan Pendidikan.
Diterbitkan di Jakarta pada 16 Januari 2025, SE tersebut ditandatangani Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, dan Menteri Agama Nasaruddin Umar. Pada bagian awal SE tersebut disebutkan latar belakang diterbitkannya edaran tersebut, yaitu "Dalam rangka terwujudnya lndonesia Emas 2045, diperlukan sumber daya manusia unggul. Namun, pendidikan saat ini masih menghadapi tantangan, antara lain kekerasan, kesehatan  fisik dan psikis, serta adiksi gawai, pornografi, judi daring, dan narkoba pada peserta didik."
Ditambahkan pula, "Untuk menghadapi beberapa tantangan tersebut perlu disiapkan peserta didik yang memiliki delapan karakter utama bangsa, yakni religius, bermoral, sehat, cerdas dan kreatif, kerja keras, disiplin dan tertib, mandiri, serta bermanfaat. Delapan karakter utama bangsa ini dapat tercapai melalui pembiasaan yang harus dilakukan oleh peserta didik setiap hari dan terus berkelanjutan. Untuk itu diperlukan Penguatan Pendidikan Karakter melalui Pembiasaan di Satuan Pendidikan."
Tanggapan pertama terhadap SE tersebut adalah rasa syukur, bahwa pemerintah melalui tiga Kementerian tersebut tetap menganggap penting penguatan pendidikan karakter. Berpuluh tahun lalu, ada pendidikan budi pekerti yang diajarkan di sekolah-sekolah. Namun, kini sudah tidak ada lagi. Pendidikan budi pekerti dijadikan bagian dari mata pelajaran lainnya. Pengamatan saya, karena hanya menjadi bagian dari mata pelajaran lain, maka pendidikan budi pekerti tidak terlalu terlihat dan terasakan langsung oleh para peserta didik, yaitu para siswa di sekolah. Itulah sebabnya, penguatan pendidikan karakter yang ditegaskan dalam SE tiga menteri tersebut patut disambut dengan rasa syukur.
Tujuh Kebiasaan Anak Hebat
Â
Selanjutnya, menarik pula dicermati mengenai isi SE tersebut, yaitu menggerakkan kembali penguatan pendidikan karakter di catur pusat pendidikan. Catur atau empat pusat pendidikan yang dimaksud adalah satuan pendidikan, keluarga, masyarakat, dan media. Bagaimana cara menggerakannya? Jawabannya melalui "Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak lndonesia Hebat."
Tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat itu meliputi: