Meningkatkan Literasi
Pendidikan karakter yang diberikan melalui kegiatan mewartakan atau memberitakan suatu hal, juga merupakan upaya meningkatkan kemampuan literasi di kalangan para Pramuka. Sudah sering diungkapkan betapa tingkat literasi di Indonesia masih rendah.Â
Kemampuan membaca dan menulis yang masih terbatas, mengakibatkan masyarakat masih mudah dikelabui dengan kabar-kabar bohong (hoax) dan ujaran kebencian. Akibatnya, terjadi pertengkaran dan perselisihan antaranak bangsa.
Apalagi kalau kabar-kabar bohong dan ujaran kebencian itu sudah menyangkut pertentangan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Perselisihan yang terjadi semakin membesar, dan bukan tidak mungkin menjadi perkelahian secara fisik, yang merusak di mana-mana.Â
Kalau sudah begini, yang terjadi adalah kerusakan fisik dan nonfisik, saling mencurigai satu dengan yang lainnya, dan pada gilirannya merusak persatuan bangsa, yang membuat negara menjadi kacau dan semua warganegara merasakan dampak kerusakannya. Bak pepatah mengatakan, "kalah jadi abu, menang jadi arang". Tidak ada satu pun yang beruntung, sama-sama mendapatkan kesusahan.
Itulah sebabnya, tagar #setiapPramukaadalahpewarta juga harus dimaknai dengan semangat bukan sekadar memberitakan atau membagi informasi, tetapi juga mendidik para Pramuka untuk selalu pandai dalam memilah informasi, melakukan cek dan ricek berulangkali untuk memastikan kebenaran suatu data, sehingga tidak ikut-ikutan menyebarkan kabar bohong.
Para Pramuka juga harus menjaga diri untuk tidak terjebak atau dijebak untuk menyebarkan ujaran kebencian. Untuk itu, peran para Pembina Pramuka menjadi penting dalam mengarahkan peserta didiknya agar bertingkah laku sesuai dengan Kode Kehormatan Gerakan Pramuka. Seorang Pramuka setiap hari berbuat kebaikan, dan berusaha sebisa mungkin untuk selalu "suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan".
Perlu pula diingat, sejak beberapa tahun silam, World Organization of the Scout Movement (WOSM), gerakan kepanduan sedunia yang menjadi induk dari 172 organisasi nasional kepanduan/kepramukaan di seluruh dunia termasuk Gerakan Pramuka di Indonesia, telah merilis program Safe from Harm (SfH).
Program yang bisa diterjemahkan menjadi "Aman dari Bahaya" ini adalah serangkaian tindakan yang dirancang untuk memastikan bahwa setiap orang yang terlibat dalam kepramukaan bertanggung jawab dan berkomitmen untuk melindungi anak-anak dan remaja di dalam atau di luar gerakan kepramukaan. Tujuannya agar setiap orang dapat merasa aman di mana pun dan kapan saja.
Di dalam program ini, semua anggota gerakan kepramukaan -- baik peserta didik maupun orang dewasa -- diberikan pengetahuan mengenai pentingnya untuk menjaga keamanan, baik fisik maupun nonfisik.Â
Setiap Pramuka dididik untuk memahami pentingnya rasa toleransi, saling mengharga satu sama lain, tidak merasa lebih hebat sendiri, dan selalu berusaha membangun sikap bersahabat dan rasa persaudaraan yang universal.