Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Indonesia Lebih dari Sekadar Bahasa Melayu

7 Mei 2022   15:33 Diperbarui: 7 Mei 2022   15:39 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi 'kan asalnya Bahasa Indonesia dari Bahasa Melayu juga?" Begitu mungkin yang tetap memaksa menyamakan Bahasa Indonesai dengan Bahasa Melayu.

Seperti telah dituliskan, asal boleh saja dari Bahasa Melayu, tetapi Bahasa Indonesia saat ini sudah lebih dari sekadar Bahasa Melayu. Bahasa Indonesia sudah berkembang sedemikian rupa, bahkan dalam pengajaran di berbagai negara asing, disebutkan juga nama matapelajarannya sebagai Pelajaran Bahasa Indonesia, bukan Pelajaran Bahasa Melayu.

Ada lagi yang berkilah bahwa Bahasa Indonesia hanya tercipta satu hari. Sebelum lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, namanya masih Bahasa Melayu. Namun, setelah Sumpah Pemuda namanya berubah menjadi Bahasa Indonesia. Apa benar? Lagi-lagi ini pernyataan yang berlebihan. 

Tidaklah mungkin para peserta Kongres Pemuda yang melahirkan putusan kongres dan di kemudian hari dinamakan Sumpah Pemuda itu, serta merta mengganti Bahasa Melayu dengan nama Bahasa Indonesia. Tentu sebelumnya, paling tidak di antara mereka, sudah ada kesepakatan bahwa bahasa yang mereka gunakan, baik untuk berbicara lisan maupun dalam tulisan-tulisan, adalah Bahasa Indonesia. 

Nama "Indonesia" sendiri sudah ada jauh sebelum itu, yaitu mulai digunakan pada sekitar 1950-an. Jadi bukan hal yang aneh, kalau di antara warga Indonesia di masa penjajahan Belanda pada awal 1900-an, juga sudah menyebut Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mereka gunakan.

Debat saling mengunggulkan ini, sampai pernah ada sebuah flyer yang menyebutkan bahwa di Indonesia, Bahasa Melayu adalah bahasa daerah. Sama seperti Bahasa Jawa, Bahasa Batak, Bahasa Bali, Bahasa Manado, dan lainnya. Memang, Bahasa Melayu masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari di kawasan daerah Riau dan sekitarnya. 

Di kalangan pendukung Bahasa Indonesia, juga muncul twibbon yang dipakai di mana-mana dengan tulisan "Saya Dukung Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa ASEAN". Lainnya, ada juga twibbon bertuliskan "Bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa resmi ASEAN" dan di bawahnya ada tulisan "Kami Indonesia" serta "Kami dukung Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ASEAN".

Kembali ke soal Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu sebagai bahasa utama di kawasan Asia Tenggara. "Daripada ribut-ribut mau pilih Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu, kenapa tidak dinamakan saja Bahasa Asia Tenggara, meski pun intinya adalah gabungan penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu?" Demikian pernah diungkapkan. Ungkapan yang terkesan becanda, sekadar mencairkan perdebatan panas yang ada.

Catatan: Judul diambil dari salah satu kalimat dalam tulisan ini. Anda boleh setuju atau tidak setuju dengan judul atau keseluruhan isi tulisan ini. Silakan ditanggapi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun