Bagi yang belum tahu, UPK 75 adalah singkatan dari Uang Peringatan Kemerdekaan 75. Uang dengan nominal (harga satuan yang tercetak pada lembaran uang itu) Rp 75.000 dan diterbitkan secara khusus untuk memperingati 75 tahun Proklamasi Kemerdekaan RI. Uang yang diluncurkan bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2020 didesain secara khusus dan amat menarik sebagai benda koleksi.
Dicetak sebanyak 75 juta lembar, UPK 75 tersebut saat ini sedang menjadi incaran para kolektor uang yang disebut numismatis, maupun masyarakat umum yang ingin mempunyai kenangan dari peringatan 75 tahun Kemerdekaan RI. Jumlah 75 juta lembar bahkan tak sampai sepertiga penduduk Indonesia yang ditaksir saat ini telah mencapai lebih dari 250 juta orang. Tak heran bila banyak yang ingin segera memilikinya.
Apalagi dari pengamatan, bukan hanya warganegara Indonesia yang menyukai UPK 75 itu, namun tak sedikit pula warga di luar Indonesia yang merasa ingin memilikinya. Terlebih lagi, ada sejumlah kolektor atau numismatis yang tak cukup memiliki selembar. Ada yang mengoleksi lebih dari satu lembar, bahkan 1 "brut" atau 1 gepok uang yang terdiri dari 100 lembar dengan nomor berurut.
Memang, Bank Indonesia (BI) yang mengedarkan UPK 75 telah membatasi. Bagi yang ingin membeli di BI Pusat di Jakarta dan cabang-cabang BI di daerah, diperlukan mendaftar dengan menyertakan KTP masing-masing. Tiap KTP hanya boleh untuk membeli selembar UPK 75. Peraturannya memang begitu. Bahkan ketika sudah mendaftarkan KTP dan batal membeli, maka nomor KTP tersebut sudah masuk dalam sistem dan tidak bisa lagi digunakan untuk membeli UPK 75.
Membeli atau Menukar?
Istilah membeli UPK 75 sebenarnya mungkin kurang tepat. Lebih tepat disebut "menukar". Karena di BI untuk mendapatkan UPK 75 maka harus ditukar dengan uang yang masih berlaku sejumlah Rp 75.000.
Tapi karena prosedurnya tak begitu mudah, maka akhirnya yang terjadi adalah sejumlah orang nekad benar-benar membeli dari orang lain yang sudah mendapatkan UPK 75 itu. Ketika pertama kali UPK 75 beredar pada pertengahan Agustus 2020, di sejumlah toko online pernah ada yang menawarkan sampai Rp 1 juta perlembar. Lama-lama, harganya turun. Ditawarkan Rp 500.000, Rp 200.000, dan sekarang sudah ada pedagang dan toko online yang menawarkan pada angka Rp 125.000 perlembar.
Tentu saja karena ini sudah pada secondary market, maka pedagang bebas menentukan harga yang ditawarkan. Tergantung pembeli apakah berminat membeli dengan harga tersebut atau tidak. Di sinilah pedagang kemudian membuat penawaran-penawaran menarik. Selain tiap lembar dibungkus dengan plastik yang memang dikeluarkan BI, ada pedagang yang menawarkan dengan folder khusus. Ada lagi yang menawarkan mika untuk memajang UPK 75 (lihat contohnya di sini).
Bukan hanya itu, di kalangan dunia numismatik, uang-uang dengan huruf atau angka tertentu juga diminati. Untuk UPK 75, yang paling diminati saat ini adalah prefix (huruf di depan angka pada lembaran mata uang) yang tertulis AAA. Berarti ini adalah cetakan-cetakan pertama UPK 75 itu.
Angka-angka khusus juga menarik. Angka yang berurut ke atas (disebut ascending) misalnya 123456 atau 345678, atau berurut ke bawah (disebut descending) misalnya 987654 atau 765432, banyak disukai. Apalagi kalau angkanya kecil, misalnya 000001 dan bahkan yang angka kembar 888888, sangat disukai para numismatis. Mereka berani membayar dengan harga tinggi untuk angka-angka tersebut.
Demikian pula ada numismatis yang senang mengoleksi lebih dari satu lembar, misalnya 5 lembar, 10 lembar, atau 1 brut. Dan untuk itu mereka menyukai bila nomor pada lembaran mata uang itu berurut. Misalnya AAG 402670, AAG 402671, AAG 402672, dan seterusnya. Â