Persoalannya, ketika lelang tertulis yang sekarang ramai melalui media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram, karena gengsi dan perasaan tak mau kalah, maka sebagian nekad langsung BIN berkali-kali benda koleksi yang ditawarkan. Kadangkala juga sekadar membuat lawan dalam lelang "mati kutu", karena benda yang diincar sudah di-BIN lebih dulu.
Belakangan, yang melakukan BIN bisa saja menyesal, karena sebenarnya benda koleksi itu tak dia butuhkan, atau bukan termasuk dalam satu tema yang dia koleksi. Apa boleh buat, karena sudah menawar BIN, tentu harus dibayar, meski harganya cukup tinggi.
![Prangko revolusi kemerdekaan RI dengan cap/stempel pos Medan 12.7.46. (Foto: Koleksi Pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/07/24/prangko-revolusi-5f1b02dbd541df4c6233e6e6.jpg?t=o&v=555)
Cerita lain, ada seorang yang tak bisa tidur semalaman, karena nekad menawar dengan harga sangat tinggi di sebuah lelang online. Setelah menekan tombol menawar dengan memasukkan harga yang cukup tinggi, baru orang bersangkutan sadar bahwa dia sebenarnya tak terlalu perlu benda koleksi itu. Apalagi kalau harus membeli dengan harga cukup tinggi. Maka semalaman dia tak dapat tidur, memikirkan kemungkinan akhir lelang, karena sudah tak mungkin membatalkan penawaran.
Untunglah di jam terakhir sebelum lelang ditutup, ternyata ada penawar lain yang menawar dengan harga lebih tinggi. "Lega gue, gak jadi menang. Orang biasanya kesel kalau kalah, gue malah senang. Coba kalau menang, gue harus bayar lebih dari sepuluh juta rupiah untuk selembar uang koleksi," ujar orang tersebut.
Pada akhirnya menjalani hobi mengoleksi benda, seperti numismatik dan filateli, harus mempunyai kemampuan mengontrol kemampuan diri masing-masing. Jangan hanya karena gengsi atau diiming-imingi orang, jadi nekad menghamburkan uang. Â Memang, sebagian besar numismatis dan filatelis biasanya memiliki cukup uang tabungan, tapi kalau hanya karena nekad, rasanya sayang menghamburkan uang begitu saja.
"Kalau mau investasi, lebih baik main saham, logam mulia, atau properti saja. Hobi koleksi adalah untuk kesenangan, bukan untuk investasi," tutur seorang kolektor.
Saran yang tepat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI