Uang kertas Indonesia pecahan (nominal) Rp 100.000 yang diterbitkan pada 2009 merupakan uang yang unik. Di dalam uang kertas itu ada tiga tanda tangan, satu tanda tangan Presiden dan dua tanda tangan Wakil Presiden. Dapat dilihat, dalam uang itu ada tanda tangan Presiden pertama RI, Soekarno, dan Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta, yang merupakan bagian dari teks Proklamasi Kemerdekaan RI. Teks tersebut ditempatkan di antara wajah Bung Karno dan Bung Hatta.
Tetapi bukan hanya itu. Di bagian kanan bawah juga ada tanda tangan Boediono dan Miranda Gultom. Masing-masing sebagai Gubernur dan Deputi Gubernur Bank Indonesia, pihak yang menerbitkan dan mengedarkan uang di Indonesia.Â
Kelak, Boediono menjadi Wakil Presiden ke-11 RI, sehingga tak salah bila di dalam uang kertas itu ada tiga tanda tangan, satu Presiden dan dua Wakil Presiden.
Uang kertas Rp 100.000 itu sebenarnya sudah dicetak sejak 2004, dengan tanda tangan Gubernur dan Deputi Gubernur Bank Indonesia yang menjabat ketika itu.Â
Pada 2004 ketika uang kertas Rp 100.000 pertama kali diedarkan, yang menandatanganinya adalah Burhanuddin Abdullah sebagai Gubernur dan Aulia Pohan sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Selanjutnya, uang kertas itu dicetak beberapa kali sesuai kebutuhan yang diperlukan. Pada edisi 2009, ditandatangani oleh Boediono dan Miranda Gultom. Berikutnya, sejumlah Gubernur dan Deputi Gubernur Bank Indonesia pernah pula menandatanganinya.Â
Tapi sampai saat ini yang ada tandatangan Presiden dan Wakil Presiden RI terbanyak adalah pada uang kertas Rp 100.000 edisi 2009, demikian dikatakan Berthold Sinaulan, seorang penulis dan kolektor, dalam webinar yang diselenggarakan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti pada Jumat, 10 Juli 2020 siang hari.
Selain Berthold Sinaulan, narasumber lainnya adalah Winarni Soewarno dari Museum Bank Indonesia, Saparudin Barus dari Museum Mata Uang Sumatera Utara, dan Mudjirun, seorang pengukir uang yang pernah membantu menghasilkan desain-desain sejumlah uang kertas Indonesia.
Di awal webinar dengan tema "Presiden dan Wakil Presiden dalam Mata Uang Republik Indonesia", Saparudin Barus mengetengahkan sejumlah uang dengan gambar Presiden pertama RI, Soekarno. Mulai dari Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) yang pertama kali terbit, uang ORI daerah (ORIDA), dan sejumlah uang kertas dan logam bergambar Bung Karno.
Sementara Winarni Soewarno menjelaskan mengenai koleksi Museum Bank Indonesia yang juga banyak menyimpan uang-uang bergambar Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
 Koleksi museum tersebut disebut-sebut sebagai koleksi uang Indonesia terlengkap dalam suatu museum, yang ditata rapi dalam gedung milik Bank Indonesia yang juga bersejarah di kawasan Kotatua Jakarta.
Selanjutnya, Mudjirun banyak menceritakan mengenai pengalamannya sebagai engraver atau pencukil desain uang. Termasuk pengalamannya ketika desain uang bergambar Presiden Soeharto yang bernominal Rp 50.000 yang pertama kali terbit 1993, dipilih langsung oleh Pak Harto.Â
Ketika itu ada sejumlah desain yang tidak diberitahukan kepada Presiden Soeharto siapa pembuatnya. Lalu, Pak Harto memilih salah satu desain, yang ternyata adalah desain karya Mudjirun. Padahal, menurutnya, desain lainnya ada juga karya desainer asal Australia.
Secara keseluruhan, webinar itu menarik dan mengundang banyak perhatian. Baik yang mengikuti melalui aplikasi Zoom, maupun yang mengikuti melalui Youtube.Â
Pada intinya, uang sebagaimana juga prangko adalah tanda kedaulatan suatu negara. Selain itu, uang juga menyertai perjalanan sejarah suatu negara.Â
Maka tak salah bila kita menghargai keberadaan uang, termasuk yang sudah tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran, karena menyimpan nilai sejarah yang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H