Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

THR Uang 500 Juta Mark?

7 Mei 2020   12:06 Diperbarui: 7 Mei 2020   12:21 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang kertas Jerman lainnya yang juga bernilai 500 Juta Mark. (Foto: BDHS)

Hari Rabu kemarin, 6 Mei 2020, saya mendapatkan THR dua lembar uang kertas yang masing-masing bernominal 500 Juta Mark (mata uang Jerman sebelum Jerman bergabung dalam Uni Eropa). Kalau nilai 1 Mark = Rp 5.000, maka selembar uang kertas 500 Juta Mark berarti bernilai Rp 2.500.000.000.000 atau Rp 2,5 triliun. Berarti THR yang saya dapatkan adalah 2 x Rp 2,5 triliun alias Rp 5 triliun. Benarkah saya dapat THR uang dua lembar masing-masing 500 Juta Mark? Waduh!

Benar, tapi jangan salah sangka. THR yang saya maksudkan bukan singkatan dari Tunjangan Hari Raya, tetapi singkatan dari Temuan Hari Rabu. Ya, seperti saya sebutkan sebelumnya, pada hari Rabu kemarin, saya mendapatkan dua lembar uang kertas yang masing-masing bernominal (nilai yang tercetak pada lembaran uang kertas itu) 500.000.000 Mark.

THR atau Temuan Hari Rabu itu memang karena saya mendapatkan kiriman itu pada Rabu kemarin. Uang-uang kertas tersebut bersama uang kertas dan uang logam (koin) lainnya dijual secara lelang oleh seorang pedagang uang koleksi melalui akun Facebook-nya. Si penjual mengunggah gambar uang kertas atau koin yang dilelang, disertai dengan harga penawaran pertama (open bid/OB), tingkat penawaran berikutnya, dan juga harga BIN atau Buy It Now, bila seorang sangat tertarik membeli dan tidak mau repot mengikuti lelang.

Tentu saja harga BIN yang ditawarkan biasanya sangat tinggi. Hanya yang benar-benar tertarik dan memiliki tabungan cukup yang langsung menawar BIN. Biasanya, peminat mengikuti lelang dengan memasukkan angka penawarannya. Misalnya, OB sebesar Rp 25.000, lalu penawaran berikutnya adalah kelipatan Rp 25.000 juga.

Berarti kalau sudah ada yang menawar OB, maka penawar kedua minimal menuliskan angka penawarannya sebesar OB + Rp 25.000 atau Rp 50.000.  Begitu seterusnya, sampai batas waktu akhir lelang yang telah ditentukan oleh penjual dari awal lelang dimulai. Misalnya, lelang dibuka pada Minggu, 3 Mei 2020 pukul 15.00 WIB dan ditutup pada Senin, 4 Mei 2020 pukul 16.00 WIB. Sebelum lelang ditutup, peminat sudah harus memasukkan angka penawarannya.

Uang kertas Jerman lainnya yang juga bernilai 500 Juta Mark. (Foto: BDHS)
Uang kertas Jerman lainnya yang juga bernilai 500 Juta Mark. (Foto: BDHS)

Penjual biasanya akan mengakhiri lelang dengan menghitung mundur dari 1 menit terakhir, 30 detik terakhir, lalu 10 detik terakhir dihitung berurutan 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, dan "tamat". Angka penawaran yang masuk setelah kata "tamat" tidak diperhitungkan. Sedangkan pemenang ditentukan yang memasukkan angka penawaran tertinggi sebelum kata "tamat" tadi.

Lantaran sebelumnya saya telah menulis artikel berjudul "Bayangkan Bila Anda Punya Selembar Uang Rp 50 Miliar" yang dimuat di Kompasiana pada 30 April 2020 (lengkapnya baca di sini) , maka ketika ada yang melelang uang Mark Jerman dengan nominal tinggi, saya tertarik juga untuk membelinya. Sekadar informasi, dalam artikel di Kompasiana akhir April 2020 itu, uang kertas yang saya tampilkan "hanya" bernominal 10 Juta Mark. Tentu melihat uang kertas bernominal 500 Juta Mark, membuat saya tertarik pula untuk membelinya.

Dalam artikel sebelumnya itu, telah saya ungkapkan pula bahwa meski pun nominalnya amat tinggi dan besar dengan jumlah angka 0 yang sangat banyak, nilai sesungguhnya tidak sebesar yang dibayangkan. Uang kertas tersebut diterbitkan pada 1923, tahun di mana terjadinya inflasi besar-besaran di Jerman. Bukan inflasi biasa, tetapi hiperinflasi, di mana nilai uang menjadi sangat tidak berharga. Sepotong roti pada bulan-bulan akhir 1923 sejak September 1923, harganya bisa mencapai 200 juta Mark. Berarti dengan uang 500 juta Mark, hanya mendapat dua setengah potong roti. Waduh!

Demikian tidak berharganya mata uang Mark saat itu, sampai-sampai banyak warga yang menggunakan uang kertas untuk dibakar saja sebagai penghangat tubuh di kala musim dingin. Bayangkan, pada akhir 1923 itu, listrik belum banyak digunakan, dan di musim dingin banyak yang membutuhkan penghangat ruangan, dengan membakar kayu dan apa saja, termasuk kertas uang, di pojok ruangan, agar dapat menghangatkan tubuh.

Kini, hampir 90 tahun kemudian, uang-uang kertas dari masa hiperinflasi di Jerman menjadibenda koleksi dan sekaligus kenang-kenangan bersejarah, betapa pada suatu masa Jerman yang kini menjadi negara maju, modern, dengan penduduknya yang bisa dikatakan serba berkecukupan, pernah mengalami masa suram ketika inflasi gila-gilaan menghantam negeri itu. Dan uang kertas tersebut adalah bukti sejarahnya.

Uang kertas yang saya menangkan dari lelang dan kemudian dikirim sampai di rumah saya pada hari Rabu kemarin, menjadi THR alias Temuan Hari Rabu saat membuka amplop berisi dua lembar uang kertas Jerman dari tahun 1923 yang masing-masing bernominal 500 Juta Mark.

Catatan: nilai uang kertas itu sebagai benda koleksi tidak terlalu tinggi, bila beruntung Anda bias mendapatkannya dengan nilai kurang dari Rp 200.000 perlembar. Tapi nilai sejarahnya yang amat tinggi dan dihargai para kolektor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun