Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sri Sultan, Supratman, dan Pramuka

12 April 2020   12:37 Diperbarui: 12 April 2020   12:41 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang bergambar Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan tanda air (watermark) wajah WR Supratman. (Foto: koleksi BDHS)

Tapi apa hubungannya Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wage Rudolf Supratman? Yang pasti, keduanya adalah Pahlawan Nasional. Namun di luar itu, Wage Rudolf Supratman juga sedikit banyak kehidupannya terkait dengan kepramukaan. 

Sumber sejarah hanya menyebutkan bahwa Supratman pernah ikut latihan kepanduan sewaktu anak-anak, dan setelah itu dia lebih dikenal sebagai wartawan dan pemusik.

Namun bila diperhatikan baik-baik, jiwa kepanduan tampaknya amat melekat pada diri Supratman. Dalam lagu Indonesia Raya satu-satunya organisasi pendidikan yang disebutkan secara jelas oleh Supratman hanyalah organisasi pendidikan para pandu. Di bagian awal lagu Indonesia Raya, Suprtaman menulis lirik "...jadi Pandu ibuku ....".

Tidak hanya di situ. Bila didengar secara lengkap Indonesia Raya dalam tiga stanza-nya, maka kata "pandu" disebutkan lagi dalam stanza ketiga. Di situ disebutkan antara lain, "... majulah negerinya, majulah Pandunya, untuk Indonesia Raya...".

Kedekatan Supratman dengan kepanduan. Dia sering mengajak para pandu untuk ikut konser musik yang diadakannya. Bahkan saat ia ditangkap agen polisi Hindia-Belanda karena aktivitasnya mendorong kemerdekaan Republik Indonesia, Supratman tengah bersama sejumlah pandu bermain musik menyiarkan lagu ciptaannya terbaru "Matahari Terbit" pada Agustus 1938. 

Supratman dan para pandu tengah bermusik di studio radio NIROM di Jalan Embong, Surabaya, ketika sepasukan polisi Hindia-Belanda menggeledah tempat itu dan menangkapnya.

Supratman ditahan di Penjara Kalisosok, namun kemudian meninggal dunia pada 17 Agustus 1938. Siapa sangka tanggal 17 Agustus itu pada tujuh tahun kemudian, tepatnya 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun