Tapi apa hubungannya Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wage Rudolf Supratman? Yang pasti, keduanya adalah Pahlawan Nasional. Namun di luar itu, Wage Rudolf Supratman juga sedikit banyak kehidupannya terkait dengan kepramukaan.Â
Sumber sejarah hanya menyebutkan bahwa Supratman pernah ikut latihan kepanduan sewaktu anak-anak, dan setelah itu dia lebih dikenal sebagai wartawan dan pemusik.
Namun bila diperhatikan baik-baik, jiwa kepanduan tampaknya amat melekat pada diri Supratman. Dalam lagu Indonesia Raya satu-satunya organisasi pendidikan yang disebutkan secara jelas oleh Supratman hanyalah organisasi pendidikan para pandu. Di bagian awal lagu Indonesia Raya, Suprtaman menulis lirik "...jadi Pandu ibuku ....".
Tidak hanya di situ. Bila didengar secara lengkap Indonesia Raya dalam tiga stanza-nya, maka kata "pandu" disebutkan lagi dalam stanza ketiga. Di situ disebutkan antara lain, "... majulah negerinya, majulah Pandunya, untuk Indonesia Raya...".
Kedekatan Supratman dengan kepanduan. Dia sering mengajak para pandu untuk ikut konser musik yang diadakannya. Bahkan saat ia ditangkap agen polisi Hindia-Belanda karena aktivitasnya mendorong kemerdekaan Republik Indonesia, Supratman tengah bersama sejumlah pandu bermain musik menyiarkan lagu ciptaannya terbaru "Matahari Terbit" pada Agustus 1938.Â
Supratman dan para pandu tengah bermusik di studio radio NIROM di Jalan Embong, Surabaya, ketika sepasukan polisi Hindia-Belanda menggeledah tempat itu dan menangkapnya.
Supratman ditahan di Penjara Kalisosok, namun kemudian meninggal dunia pada 17 Agustus 1938. Siapa sangka tanggal 17 Agustus itu pada tujuh tahun kemudian, tepatnya 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H