Tahun lalu, menyambut peringatan 20 Tahun Reformasi 1998, saya menerbitkan kumpulan puisi berjudul Aargh Reformasi. Kumpulan yang terdiri dari 55 puisi tersebut dibuka dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. Toeti Heraty N. Roosseno, seorang gurubesar filsafat, budayawan, dan perempuan penyair terkemuka di Indonesia.
Diterbitkan oleh Nulisbuku Jendela Dunia Publishing di  Jakarta, dengan ISBN 978-602-6598-43-1, puisi-puisi yang mengisi buku tersebut ditulis dalam  kurun 1998 sampai 2018. Puisi terbaru "Aargh Reformasi" yang ditulis Mei 2018, dijadikan judul buku tersebut. Teriakan kekecewaan terhadap hasil Reformasi yang belum seperti diharapkan ketika pertama kali digaungkan duapuluh tahun lalu. Sama seperti beragam pertanyaan yang diungkapkan pada  "Catatan Awal" kumpulan puisi tersebut, ".... setelah 20 tahun Reformasi bergulir, sudah sampai di manakah kita? Sudah berhasilkah perjuangan Reformasi duapuluh tahun lalu itu?".
Cukup banyak yang meminati kumpulan tersebut, walaupun yang terjual masih di bawah angka 500 eksemplar. Selain karena saya memang belum dikenal di kalangan peminat sastra Indonesia, khususnya puisi, kumpulan-kumpulan puisi yang terbit - kecuali oleh penyair ternama - harus diakui kurang dilirik pembaca. Tapi tak apalah, yang penting saya berusaha memberikan sedikit sumbangan pada peringatan Reformasi 1998 itu.
Sewaktu melakukan aksi beres-beres gudang di rumah keluarga di kawasan Jakarta Timur, saya menemukan amplop bersejarah ini. Bagi kalangan filatelis -- pengumpul prangko dan benda pos lainnya -- amplop ini disebut sampul surat. Saya membuat sampul filateli ini dengan menempelkan kolase foto sewaktu saya berada di Gedung DPR/MPR tersebut pada 1998.
Saat itu saya masih aktif sebagai wartawan di salah satu suratkabar sore nasional. Namun sebenarnya saya tidak secara khusus ditugaskan meliput aksi demonstrasi mahasiswa yang menghasilkan Reformasi 1998 di Gedung DPR/MPR. Adalah ajakan teman wartawan yang meliput aksi itu, menyebabkan saya berkesempatan melihat langsung aksi mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR itu. Saya juga sempat mendapat -- entah dari mana saya lupa -- kain ikat kepala bertuliskan "Reformasi Damai". Bersama kartu anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) milik saya, benda tersebut dan foto-foto saya di Gedung DPR/MPR saya foto ulang.
Setelah dicetak, kemudian foto tersebut saya tempelkan pada sampul dan saya tempelkan juga salah satu prangko seri "Sidang Umum MPR 1997-1998" bergambar Gedung DPR/MPR. Jumat pagi, 22 Mei 1998 -- sehari setelah pengumuman Preisiden Soeharto mundur dari jabatannya dan diganti oleh Presiden BJ Habibie -- saya bergegas ke Kantor Filateli Jakarta di bilangan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Di sana, dengan bantuan petugas, dibubuhkan cap (stempel) pos bertanggal 22.05.98. Lalu sampul filateli tersebut dikirim ke alamat saya sendiri. Jadilah sebuah benda filateli dan memorabilia Reformasi 1998.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H