Salah satu bagian dalam perhelatan Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2018 yang berlangsung di Komplek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di kawasan Senayan, Jakarta, adalah pemberian penghargaan dari Presiden RI, Ir. Joko Widodo, kepada para budayawan. Sebagaimana dikatakan pembawa acara yang juga penyiar TVRI, Tya Diran, ada empat budayawan yang menerima penghargaan itu.
Benarlah, Presiden kemudian menyerahkan penghargaan berupa trofi kepada empat budayawan. Pertama, adalah pasangan Ismiyono dan Hubertus Sadiran yang merupakan tim restorasi Candi Borobudur sejak awal restorasi itu dilakukan awal 1970-an. Kemudian sastrawan dan penggiat seni pertunjukan, Putu Wijaya, yang hadir berkursi roda, serta penyair dan budayawan, D Zawawi Imron.
Sebenarnya ada satu nama lagi yang tak disebut. Nama itu adalah almarhum R. Soekmono atau lengkapnya Prof. Dr. R. Soekmono, arkeolog pertama berkebangsaan Indonesia, yang menjadi orang penting dalam tim restorasi Candi Borobudur. Bahkan bagi kalangan penggiat cagar budaya, mengingat Candi Borobudur adalah mengingat nama Soekmono.
Nama Soekmono memang tidak disebutkan oleh pembawa acara, bisa jadi karena itu sesuai aturan bahwa yang tidak hadir memang tidak disebutkan namanya. Saat penyerahan penghargaan pada Minggu petang, 9 Desember 2018, memang tidak perwakilan keluarga almarhum Prof. Dr. R. Soekmono. Informasi dari pihak panitia menyebutkan bahwa pihak keluarga sudah diundang, namun tidak ada keluarga yang dapat mewakili, karena kesibukan masing-masing.
Sebenarnya kalau saja memungkinkan, akan lebih baik bila nama Soekmono tetap disebutkan. Mungkin bisa disebutkan penerima penghargaan Tim Restorasi Candi Borobudur yang terdiri dari R. Soekmono, Ismiyono, dan Hubertus Sadirin, dan penerimanya diwakilkan kepada Ismiyono dan Hubertus Sadirin. Ini akan membuat nama Soekmono dikenal dan diingat kembali jasanya memimpin restorasi Candi Borobudur, memimpin tim yang antara lain juga terdiri dari Ismiyono dan Hubertus Sadirin sebagai anggota tim.
Sosok Soekmono memang tak bisa lepas dari restorasi candi yang merupakan salah satu keajaiban dunia dan telah diakui sebagai warisan budaya dunia itu. Dilahirkan di Brebes, 14 Juli 1922 dan meninggal dunia di Jakarta, 9 Juli 1997, Soekmono yang menjadi pemimpin proyek restorasi Candi Borobudur dari 1973 sampai 1983, adalah arkeolog berkebangsaan Indonesia. Dia lulus dari Universitas Indonesia pada 1953.
Setelah lulus, Soekmono langsung diangkat sebagai Kepala Dinas Purbakala Republik Indonesia. Bisa dibilang dialah orang Indonesia pertama yang menduduki jabatan tersebut, karena sebelumnya jabatan itu dipegang oleh orang-orang berkebangsaan Belanda. Soekmono terus menjabat sebagai Kepala Dinas Purbakala hingga 1973, ketika dia mulai memimpin proyek "raksasa" pemugaran Candi Borobudur yang didukung penuh pendanaannya oleh UNESCO.
Ada yang menyebut Soekmono sebagai ahli candi Indonesia, ada juga yang menamakannya sebagai Bapak Arkeologi Indonesia, namun yang jelas gelar apa pun itu, jasa-jasanya terhadap dunia cagar budaya Indonesia tak bisa dilupakan. Ingat Candi Borobudur, berarti ingat nama Soekmono. Sepantasnya juga ketika penghargaan untuk tim restorasi Candi Borobudur diserahkan, namanya tak dilupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H