Sebagai organisasi pendidikan yang tujuannya adalah mendidik kaum muda dalam pendidikan karakter, maka pengenalan akan budaya dan memahami budaya Indonesia, menjadi bagian penting dalam Gerakan Pramuka. Kehadiran Saka Widya Budaya Bakti (WBB) yang dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka di Kupang, NTT, pada akhir 2013, memperkuat upaya Gerakan Pramuka dalam mengembangkan bidang kebudayaan di lingkungan Pramuka.
Sebagai negeri yang mempunyai sejarah panjang sejak zaman prasejarah, kemudian memasuki masa pengaruh Hindu-Buddha, masa pengaruh Islam, sampai kolonialisme, terus ke zaman modern ini, sudah sepatutnya pula anggota Gerakan Pramuka memahami sejarah perjuangan bangsanya. "Kita dapat belajar banyak dari sejarah. Dulu, bangsa kita mudah dipecah belah oleh penjajah melalui politik devide et impera. Akibatnya, kerajaan-kerajaan yang ada hancur dan bisa dikuasai penjajah. Saat ini, dengan adanya kecenderungan terkotak-kotaknya masyarakat, kita harus ingat pelajaran sejarah bahwa negara bisa hancur kalau kita terprovokasi lalu terpecah belah.
Acara tersebut digagas oleh sejumlah Pembina Pramuka yang telah mengikuti Kursus Pembina Pramuka Mahir Dasar beberapa waktu lalu di Cibubur, Jakarta Timur. Kursus tersebut diselenggarakan oleh Saka WBB Tingkat Nasional bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Nasional (Pusdiklatnas) Gerakan Pramuka. Menariknya, para penggagas acara itu melakukan secara swadaya dan swadana. Dibantu oleh Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang menyediakan tempat bagi pertemuan tersebut.
Pelestarian Cagar BudayaÂ
Selain mengenal sejarah, Saka WBB juga bisa terlibat berperan aktif dalam pelestarian cagar budaya dan membantu pengembangan permuseuman yang ada. Di Jakarta misalnya, terdapat lebih dari 60 museum dan cukup banyak tinggalan-tinggalan yang telah tercatat sebagai Benda Cagar Budaya (BCB) sesuai Undang-Undang (UU) No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Berbicara mengenai keberadaan UU tersebut, seperti dikemukakan Kak Berthold yang juga aktif dalam kegiatan pelestarian cagar budaya dan permuseuman, sebenarnya bisa disebut "kakak beradik" dengan UU Gerakan Pramuka. Kalau UU tentang Cagar Budaya bernomor 11, maka UU tentang Gerakan Pramuka bernomor 12, yang sama-sama diundangkan pada tahun yang sama, yaitu 2010.
Para Pramuka juga dapat didorong menjadi pemandu museum atau pemandu wisata ke objek-objek tinggalan sejarah yang ada di sekitar tempat mereka. Membantu memperkenalkan budaya dan tradisi masyarakat, agar tetap dikenal dan dilestarikan.
Di akhir acara, para peserta pertemuan tersebut juga sepakat untuk mendorong agar Saka WBB dapat segera dikukuhkan keberadaannya di lingkungan Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka DKI Jakarta. Mereka menaruh harap kepada Ketua Kwarda DKI Jakarta, Kak Sylviana Murni, maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, untuk segera mengukuhkan Saka WBB di tingkat daerah, dan selanjutnya juga dikembangkan di tingkat Kwartir Cabang yang ada di lima wilayah kota dan satu kabupaten di DKI Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H