Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Jokowi Tolong Damaikan Adhyaksa Dault dan Imam Nahrawi

28 Juli 2018   21:52 Diperbarui: 29 Juli 2018   11:31 1442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pak Jokowi, tolong. Ini anak-anakmu berkelahi, Adhyaksa Dault dengan Imam Nahrawi. Tolong didamaikan, Pak". Begitu mungkin ungkapan hati sebagian anggota Gerakan Pramuka melihat kejadian antara Adhyaksa Dault yang menjadi Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) masa bakti 2013-2018 dengan Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) periode ini.

Sejak beberapa waktu, dan meningkat ekskalasinya hari-hari ini, telihat sekali sikap tidak bersahabat antara Adhyaksa Dault  Imam Nahrawi. Khususnya dalam soal penyelenggaraan pendidikan kepramukaan.  Akibatnya, sebagian anggota Gerakan Pramuka merasa bingung, melihat gelagat "berkelahi" antara kedua tokoh itu.

Seperti diketahui, Menpora adalah pihak yang ditunjuk Pemerintah sebagai kuasa pemegang APBN untuk pendidikan kepramukaan. Namun sejak beberapa tahun terakhir, tampaknya terjadi masalah antara Adhyaksa Dault dengan Imam Nahrawi. Padahal Adhyaksa Dault juga pernah menjabat Menpora pada periode 2004-2009. Sampai-sampai ada yang berasumsi, apakah ini rivalitas antara yang "senior" dengan yang "yunior"?

Namun ada juga yang menengarai, bermula dari kehadiran Adhyaksa Dault di suatu acara yang diselenggarakan Hizbut Tahir Indonesia, suatu organisasi yang telah dinyatakan terlarang oleh Pemerintah. Pihak Menpora meminta agar Adhyaksa mengklarifikasi hal ini. Belakangan Adhyaksa Dault sendiri menyatakan bahwa dirinya hanya hadir karena diundang, dan dia tetap setia kepada NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Apa pun yang terjadi, saling sindir ini sudah sampai pada taraf yang menyebalkan bagi sejumlah anggota Gerakan Pramuka. Mereka malu melihat Ketua Kwarnas saling balas sindir dan seolah "berkelahi" di depan umum dengan Menpora.

Pihak Kwarnas merasa pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang bertugas menyalurkan APBN untuk pendidikan kepramukaan, tidak melakukan hal itu. Tahun lalu, pada saat pembukaan Raimuna Nasional 2017 -- perkemahan untuk Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pandega (21-25 tahun) di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur -- Adhyaksa sempat menyindir lambatnya Menpora memberikan bantuan anggaran untuk Kwarnas. Sindiran itu diungkapkan Adhyaksa ketika memberi sambutan pada pembukaan Raimuna Nasional yang dihadiri Presiden dan sejumlah pejabat penting lainnya.

Menanggapi hal itu, Iman Nahrawi mengatakan bahwa anggaran sudah dicairkan, jadi tak ada alasan mengeluh lagi. Menpora menambahkan, Pramuka seharusnya tangguh dan tabah, bukannya mengeluh, apalagi mengeluh di depan umum, dalam acara yang dihadiri Presiden. Kehadiran Presiden RI adalah sebagai Ketua Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas) Gerakan Pramuka, di mana Menpora adalah salah satu anggota Mabinas.

Sempat pula ada surat dari Kemenpora yang ingin menyalurkan anggaran langsung ke Kwartir Daerah (Kwarda), organisasi Gerakan Pramuka di tingkat provinsi. Kwarnas melarang Kwarda-kwarda menanggapinya. Namun sejumlah Kwarda tetap berkordinasi dengan Kemenpora dan akhirnya mendapatkan bantuan dana, yang tentunya berasal dari APBN.

Belakangan, aroma "perkelahian" makin nyata menjelang masa akhir jabatan Adhyaksa Dault dan akan dilangsungkannya Musyawarah Nasional (Munas) Gerakan Pramuka untuk memilih ketua baru. Walaupun Adhyaksa Dault karena baru memimpin satu masa bakti, dapat memimpin kembali bila dipilih lagi dalam Munas.

Telah disepakati bahwa Munas akan diselenggarakan di Kendari, Sulawesi Tenggara. Sesuai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerakan Pramuka pada 2017, pelaksanaannya akan diadakan November atau Desember 2018. Namun sekitar dua bulan lalu, tiba-tiba pelaksanaan Munas dimajukan menjadi September 2018.

Menanggapi hal itu, pihak Kemenpora telah menulis surat kepada Ketua Kwarnas. Intinya,  meminta Ketua Kwarnas untuk memundurkan jadwal penyelenggaraan Munas ke akhir 2018. Alasannya, banyak daerah baru saja melaksanakan Pilkada serentak. Kini masih menunggu pelantikan para kepala daerah baru yang dipilih saat Pilakada itu.

 Munas diharapkan diadakan seusai pelantikan gubernur dan wali kota serta bupati di sejumlah daerah, dengan tujuan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dengan Kwarda-nya masing-masing. Suatu alasan yang sangat masuk akal, mengingat bahwa kepala daerah merupakan ketua Majelis Pembimbing (Mabi) Pramuka di daerah masing-masing. Semua kwartir tentu harus selalu bersinkronisasi dengan majelis pembimbingnya. Termasuk di tingkat nasional, Kwarnas harus selalu bersinkronisasi dengan Mabinas yang diketuai Presiden dan anggotanya para menteri, termasuk Menpora.

Namun permintaan itu, ditanggapi Kwarnas dengan hanya memundurkan jadwal Munas seminggu dari yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan ke akhir tahun. Kalau sebelumnya Munas akan diadakan 18-22 September 2018, maka hanya diundur menjadi 25-29 September 2018.

Belakangan, Adhyaksa Dault juga mengeluh kenapa Iman Nahrawi membenci dirinya. Hal itu dikatakannya seusai menghadap Wakil Presiden di kantor Wakil Presiden di Jakarta, pada Jumat, 27 Juli 2018. Adhyaksa mengatakan Iman Nahrawi terlihat benci dirinya karena tidak memberikan anggaran Pramuka untuk tahun ini. Seperti untuk acara Munas di Kendari, dananya dianggarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan dari Kemenpora tidak ada.

Menanggapi hal itu, pihak Kemenpora melalui Sekretaris Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto mengatakan, bahwa anggaran Pramuka tetap diberikan, tapi langsung ditujukan kepada Kwarda. Menurutnya, anggaran untuk 2017 sudah diberikan. Sedangkan untuk 2018, juga sudah diberikan tetapi langsung ke pihak Kwarda.

Pramuka makin bingung? Bisa jadi. Tetapi untuk sebagian anggota Gerakan Pramuka, kegaduhan antara Adhayksa Dault dan Imam Nahrawi memang sudah semakin membingungkan dan menyebalkan. Apakah untuk soal ini saja harus Presiden selaku Ketua Mabinas memanggil keduanya, seperti ayah memanggil kedua anaknya, duduk bersama dan menyelesaikan semua persoalan? Lantas ke mana semangat persaudaraan Pramuka yang selalu didengung-dengungkan, apalagi keduanya mengaku pernah dan masih aktif ber-Pramuka?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun