Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Almarhum Guru Budi Diperingati dalam Antologi Puisi

14 April 2018   14:21 Diperbarui: 14 April 2018   14:38 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Achmad Budi Cahyono, Guru Budi, yang senang bermain biola. (Foto: tribunnews.com)

Masih ingat dengan almarhum Guru Budi? Kamis, 1 Februari 2018, Guru Budi mengajar mata pelajaran seni rupa di kelasnya di salah satu SMA Negeri di Sampang, Madura, Jawa Timur. Salah satu siswanya tidak mendengarkan pelajaran, justru menganggu siswa lainnya dengan mencoret-coret lukisan milik siswa lainnya.

Guru Budi menegur sang siswa yang mengganggu itu. Namun teguran itu tak dihiraukan, dia masih saja mengganggu siswa lainnya. Kesal tak ditanggapi, Guru Budi akhirnya memberi hukuman, tidak keras namun bukti bahwa siswa nakal harus dihukum. Dia mencoret pipi sang siswa nakal itu dengan cat lukis yang ada di situ.

Bukannya menyadari kesalahannya, sang siswa justru membalas. Dia mencekik dan memukul Guru Budi. Untung siswa lainnya segera melerai, Guru Budi kemudian dibawa ke ruang guru. Guru Budi kemudian dipersilakan pulang. Namun setibanya di rumah, Guru Budi merasa pusing dan sakit kepala. Sekitar pukul 15.00 WIB, Guru Budi dibawa ke Puskesmas Jrengkik, Kabupaten Sampang. Karena pihak Puskesmas tak mampu menangani, maka Guru Budi dirujuk ke rumah sakit umum daerah Kabupaten Sampang.

Masih tak bisa ditangani, Guru Budi dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Korban dinyatakan mengalami mati batang otak (MBO), yang menyebabkan seluruh organ tubuhnya tidak berfungsi. Dokter memprediksi, korban tidak akan hidup lama. Pukul 21.40 WIB, Guru Budi dinyatakan meninggal dunia.

Dunia pendidikan berduka. Seorang guru mati di tangan siswanya sendiri, siswa yang justru dididik agar menjadi pandai. Almarhum Guru Budi kemudian dibawa pulang ke rumahnya di Sampang. Jenazah, diantar ribuan warga ke tempat pemakaman umum di Jalan Raya Piliang, Desa Tanggumung, Kecamatan Kota Pamekasan, Kabupaten Sampang, pada Jumat, 2 Februari 2018.

Kasus meninggalnya Guru Budi kemudian menjadi pemberitaan yang meluas di Tanah Air. Simpati dan duka cita mendalam diungkapkan banyak pihak, termasuk kalangan sastrawan. Sebagai penghormatan kepada Guru Budi yang lengkapnya bernama Achmad Budi Cahyanto, Sanggar GENERASI dan Gerhana Medan, Sumatera Utara, menginisiasi penerbitan antologi puisi yang diberi judul Sendja Djiwa Pak Budi.

Dua sastrawan asal Medan, Suyadi San yang juga Direktur Program Teater GENERASI Medan, dan Tsi Taura, penyair yang juga seorang penegak hukum, bersepakat mengumpulkan puisi tentang peristiwa tersebut. Undangan disebarkan kepada para sastrawan, pendidik, pemerhati pendidikan, dan masyarakat luas untuk menulis puisi yang akan dikumpulkan.

Sejak 5 Februari 2018, ketika pertama kali undangan itu disebarluaskan, banyak yang menanggapi dengan positif. Puisi-puisi berdatangan bukan hanya dari Pulau Sumatera dan Jawa saja, tetapi juga dari bagian lain di Indonesia. Bahkan ada juga puisi yang datang dari Johor (Malaysia), dan warga negara Indonesia yang bermukim di Jerman dan Korea Selatan.Tercatat 119 penulis yang mengirimkan 206 puisi. Ada yang mengirim satu judul, sampai paling banyak seorang penulis mengirim 3 judul.

Puisi-puisi tersebut selanjutnya dikurasi oleh tim kurator yang terdiri atas Shafwan Hadi Umry, Mihar Harahap, dan Sartika Sari. Para kurator meloloskan sekitar 181 puisi dari 118 orang. Begitupun, keputusan akhir berada pada kami selaku penggagas.

Seperti disampaikan Suyadi San, judul antologi puisi Sendja Djiwa Pak Budi, diambil dari kata "Sendja Djiwa", yang dikutip dari judul lagu almarhum Guru Budi yang diunggahnya di akun instagram pribadi sang guru.

"Firasat akan pergi selamanya rupanya sudah dirasakan sang guru. Hal ini tampak dari video yang diunggah di akun instagramnya terakhir. Guru berusia 27 tahun ini mengunggah cuplikan album musik berjudul "Sendja Djiwa" yang dimainkan bersama grup musiknya. Lirik yang ditampilkan di instagramnya menunjukkan seolah-olah dia akan pergi. "Satu, satu pergi.... satu, satu hilang....", bunyi lirik di lagu tersebut yang diunggah 3 Januari 2018," tulis Suyadi San.

Antologi puisi tersebut diluncurkan di Taman Budaya Medan, Sumatera Utara, pada 14 April 2018, dan menurut rencana akan dihadiri sejumlah pejabat penting di kota itu, di samping para tokoh pendidik dan kalangan sastrawan. Dalam acara itu akan diadakan pula lelang dan donasi yang hasilnya akan diserahkan kepada keluarga almarhum Guru Budi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun