Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lima Tulisan Filateli Terbaik di "Kompasiana" pada 2017

3 Januari 2018   22:24 Diperbarui: 4 Januari 2018   12:33 1286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prangko Indonesia yang mempromosikan cagar budaya Keraton Ratu Boko. (Foto: Pos Indonesia)

Meski pun penggunaan prangko sebagai tanda pelunasan biaya pengiriman surat pos dan kartu pos saat ini sudah semakin berkurang, akibat berkembangnya teknologi saling mengirimkan informasi yang lebih modern. Daripada mengirim surat pos dan kartu pos, orang sekarang lebih senang menggunakan sarana internet, dengan memakai pos elektronik (email) dan beragam media sosial seperti Whatsapp, Twitter, dan lainnya.

Itulah yang menyebabkan jumlah penerbitan prangko juga menurun drastis. Di Indonesia misalnya, bila sampai 1980-an dan awal 1990-an, setiap kali satu seri prangko diterbitkan, jumlahnya antara 1 juta sampai 3 juta set, sekarang tiap seri prangko hanya diterbitkan di angka 300.000 set saja.

Walau begitu, prangko tetap diminati sebagai benda koleksi. Para kolektor ini disebut sebagai pengumpul prangko atau filatelis. Sedangkan hobi mengoleksi dan mempelajari prangko disebut filateli.

Memang dalam filateli bukan hanya prangko yang dikumpulkan. Banyak lagi benda filateli lainnya, seperti souvenir sheet (lembar kenangan), Sampul Hari Pertama, Sampul Peringatan, sampul atau amplop surat pos dan kartu pos yang dikirim melalui kantor pos, termasuk juga teraan cap atau stempel pos pada sampul dan kartu pos, serta lainnya.

Indonesia sendiri pada 2017 juga baru menjadi tuan rumah Pameran Filateli Sedunia yang diberi nama "Bandung 2017", karena diadakan di Kota Bandung. Cukup banyak koleksi benda filateli dari para filatelis Indonesia yang memperoleh medali-medali tinggi dalam pameran filateli yang biasanya sekaligus juga kompetisi benda koleksi. Setiap koleksi dinilai oleh dewan juri yang merupakan para pakar filateli, untuk mendapatkan medali dari yang tertinggi Emas Besar (Large Gold) sampai medali Perunggu (Bronze).

Di Kompasiana juga beberapa kali muncul tulisan tentang filateli, yang umumnya diunggah di rubrik Humaniora atau Gaya Hidup. Berikut ini adalah lima besar tulisan filateli terbaik yang dimuat di Kompasiana selama kurun 2017:

5. "Hari Filateli 29 Maret: Prangko Promosikan Negara" yang diunggah Berty Sinaulan pada 29 Maret 2017, bertepatan dengan Hari Filateli Nasional. Tulisan yang dimuat di rubrik Humaniora itu dipilih menjadi "Artikel Utama", dan dibaca sebanyak 1.183 kali, dengan 3 orang yang menilai, namun tanpa komentar. Isinya menceritakan tentang kegiatan filateli dan tantangannya dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menyebabkan orang makin sedikit menggunakan prangko.  Di tulisan itu juga disebutkan bahwa prangko dapat dipakai untuk mempromosikan berbagai hal dari negara penerbit prangko yang bersangkutan. Lengkapnya dapat dibaca di sini.

4. "Mengoleksi Prangko Bisa Menjadi Hiburan Saat Penat Kuliah" yang diunggah oleh Mawan Sidarta pada 4 November 2017. Tulisan tersebut dimuat di rubrik Gaya Hidup dan dijadikan "Artikel Utama". Sampai saat ini tulisan itu telah dibaca sebanyak 1.308 kali, dengan 2 orang yang memberi nilai, namun tanpa komentar. Isinya menceritakan pengalaman penulis dalam kehidupannya berkaitan dengan kiriman surat pos berprangko. Prangko-prangko yang diterimanya, bisa menjadi hiburan bagi diri penulis saat kuliah dulu. Lengkapnya bisa dibaca di sini.

3. "Terumbu Karang Kepulauan Anambas dalam Prangko Indonesia -- Singapura" yang diunggah Berty Sinaulan pada 8 September 2017. Tulisan yang dimuat di rubrik Humaniora itu dijadikan tulisan "Pilihan", dan sampai saat ini telah dibaca sebanyak 1.593 kali, dengan 5 orang yang memberikan penilaian dan 2 komentar. Isinya tentang prangko penerbitan bersama Indonesia -- Singapura untuk menandai 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara tetangga itu. Prangko penerbitan bersama Indonesia-Singapura bergambarkan terumbu karang. Baik di Indonesia maupun di Singapura, masing-masing menerbitkan prangko dengan gambar yang sama. Prangko Indonesia berharga satuan (nomimal) Rp 5.000, sedangkan prangko Singapura berharga satuan Sin $ 1.30. Lengkapnya bisa dibaca di sini.

2. "Prangko Pramuka yang Belum Pernah Dipublikasikan" diunggah oleh Berty Sinaulan pada 11 September 2017. Dimuat di rubrik Humaniora, tulisan tersebut dijadikan "Artikel Utama" oleh pengelola Kompasiana. Sampai saat ini, tulisan tersebut telah dibaca sebanyak 1.625 kali, dengan 2 orang yang memberi nilai, tapi tak ada yang mengomentari. Isinya menceritakan prangko khusus yang diterbitkan Administrasi Pos Negara Azerbaijan  untuk menyambut dua acara tingkat dunia, yaitu 41st World Scout Conference (WSC) atau Konferensi Kepanduan Sedunia ke-41 dan 13th World Scout Youth Forum (WSYF) atau Forum Kaum Muda Pandu Sedunia, yang diadakan di negara itu. Kisah mengenai prangko langka yang dicetak sangat terbatas itu dapat dibaca lengkapnya di sini.

1. "Prangko Ahok dari Belgia' adalah tulisan yang diunggah Berty Sinaulan pada 18 Juni 2017. Tak pelak, nama Ahok menyebabkan tetap banyak yang membacanya, walau pun tulisan yang dimuat di rubrik Humaniora tidak dijadikan "Pilihan" apalagi "Artikel Utama". Sampai saat ini, tulisan tersebut telah dibaca sebanyak 4.017 kali, namun sayangnya tidak yang memberikan penilaian atau komentar. Tulisan tersebut diawali dengan seorang teman melalui pesan Whatsappyang bertanya apakah prangko dari Belgia bergambar Ahok atau nama aslinya Basuki Tjahaja Purnama itu asli atau palsu? Lengkapnya bisa dibaca di sini.

Inilah lima besar tulisan filateli terbaik di Kompasiana. Jumlah pembacanya memang masih terbatas, hanya ada di kisaran 1.000 lebih sampai sekitar 5.000 orang.  Apakah ini berarti bahwa filateli juga merupakan hobi yang kurang diminati saat ini?

Semoga pada 2018 ini semakin banyak tulisan filateli di Kompasiana, dan hobi yang mendidik kolektor untuk rajin, berdisiplin, bersih, teliti, sabar, dan membina persahabatan dengan sesama filatelis dari seluruh dunia, dapat terus berkembang di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun