Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Muhadjir Effendy: Museum Harus Bisa Menjadi Penanda Keberagaman Indonesia

19 Mei 2017   08:22 Diperbarui: 19 Mei 2017   16:21 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan Museum Kraton Yogyakarta dalam pameran museum yang diselenggarakan bersamaan dengan Pertemuan Nasional Museum 2017 di Yogyakarta. (Foto: BDHS)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy mengatakan, museum dan perpustakaan menempati posisi yang sangat penting dalam membangun pendidikan di Indonesia. Pernyataan tersebut dikemukakan ketika memberikan arahan di di depan sekitar 400 peserta yang terdiri dari perwakilan museum se-Indonesia, kepala dinas kebudayaan, akademisi, pemerhati, dan pencinta museum, pada Pertemuan Nasional Museum 2017 yang diadakan di Yogyakarta, 18 Mei 2017.

Sebelumnya, Mendikbud yang ketika memberikan arahan didampingi Direktur Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Dr. Harry Widianto, Ketua Asosiasi Museum Indonesia, Putu Rudana, dan perwakilan Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, menyebutkan bahwa di level bawah sebenarnya sudah ada kesadaran masyarakat untuk meruwat dan melestarikan pusaka yang ditinggalkan pendahulu kita. Pelestarian itu dilakukan antara lain dalam bentuk menyimpan pusaka-pusaka yang ada dalam museum.

Sayang, saat ini seolah kita hanya mengenal sumber daya alam dan sumber daya manusia. Padahal ada satu lagi, sumber daya budaya yang seolah terlupakan. Sumber daya budaya itu antara lain museum dan perpustakaan, yang sangat penting untuk membangun karakter bangsa.

Muhadjir mencontohkan keberadaan sebuah museum di Muenchen, Jerman, yang menyimpan koleksi terkait Perang Salib yang terjadi di Eropa dari kurun abad ke-10 sampai abad ke-14 Masehi. Menurut Mendikbud, dengan melihat keberadaan benda-benda koleksi di museum itu, masyarakat menjadi sadar betapa perang itu terasa menyakitkan sekali. Bukan hanya karena jatuhnya korban antara agama yang berbeda, tetapi juga antarwarga yang agamanya sama. Itulah sebabnya, hampir seluruh Eropa (Barat) kini memilih menjadi negara sekuler, dan menempatkan agama di ruang pribadi masing-masing.

Tampilan Museum Kraton Yogyakarta dalam pameran museum yang diselenggarakan bersamaan dengan Pertemuan Nasional Museum 2017 di Yogyakarta. (Foto: BDHS)
Tampilan Museum Kraton Yogyakarta dalam pameran museum yang diselenggarakan bersamaan dengan Pertemuan Nasional Museum 2017 di Yogyakarta. (Foto: BDHS)
Muhadjir kemudian menyinggung pula bahwa museum-museum di Indonesia harus bisa menjadi penanda keberagaman yang ada. “Indonesia sudah ditakdirkan ber-bhinneka tunggal ika, negara dengan beragam suku, agama, dan latar belakang lainnya. Mengelola kebhinekaan memang  tidak mudah, tetapi tetap harus dijaga, dan museum bisa memainkan peranan untuk menjaga dan menjadi penanda keberagaman yang ada di Indonesia,” tutur Muhadjir lagi.

Museum juga harus dapat menjadi tempat untuk para siswa sekolah mendapatkan pendidikan karakter. “Antara lain dengan melakukan aktivitas di museum yang mengarah kepada pendidikan karakter. Pengelola museum harus proaktif,” Mendikbud berharap.

Mendikbud sengaja beberapa kali menekankan tentang “pendidikan karakter”, sejalan juga dengan tema Pertemuan Nasional Museum 2017 yaitu ““Museum Sebagai Sumber Belajar dan Pendidikan Karakter Bangsa”. Pertemuan tersebut diselenggarakan dari 16 sampai 19 Mei 2017. Menurut Muhadjir Effendy, “Tidak ada satu pun negara maju yang tidak menempatkan pendidikan karakter dalam pendidikan dasar”.

Itulah sebabnya, Mendikbud mengatakan bahwa pihaknya mengusahakan di tingkat SD pendidikan karakter mencapai 70 persen dari keseluruhan pelajaran yang diberikan, dan di tingkat SMP sebanyak 60 persen. Dalam kaitan itu, museum dan juga perpustakaan dapat ikut berperan mengembangkan pendidikan karakter bagi para siswa sekolah khususnya, dan masyarakat luas umumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun