Tadi pagi (Senin, 9 April 2017), saya bertemu dengan sahabat dan teman seangkatan di Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia yang juga pakar mengenai sejarah kota tua Jakarta. Sahabat saya, Candrian Attahiyyat, meminta saya untuk menjadi presenter dalam video singkat yang dibuatnya tentang Stasiun Kereta Api (KA) Jakarta Kota.
Stasiun KA Jakarta Kota awalnya bernama BeOS singkatan  dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur). Namun ada juga yang menyebut BEOs adalah singkatan Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan sekitarnya.
Gedung stasiun itu mulai dibangun pada 1926 dan pembangunannya selesai pada 19 Agustus 1929, kemudian secara resmi digunakan pada 8 Oktober 1929. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, A.C.D. de Graeff yang berkuasa antara 1926-1931.
Arsitek yang menangani pembangunan gedung stasiun itu adalah seorang
Belanda kelahiran Tulungagung, 8 September 1882. Namanya Frans Johan Louwrens Ghijsels. Bersama teman-temannya, Ghijsels mendirikan biro arsitektur Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA).
Desain Stasiun Beos dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen, bangunan bergaya Hindia-Belanda yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat.
Stasun Jakarta Kota yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993, menariknya ternyata mirip bentuk bangunannya dengan Stasiun Kereta Api Sentral Helsinki di Filandia. Â Gedung stasiun ini didesain oleh Eliel Saarinen dan selesai pada 1919. Stasiun ini terpilih sebagai salah satu stasiun kereta terindah dunia oleh BBC pada 2013.
Inilah video buatan sahabat saya, Candrian Attahiyyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H