Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bangkai Kapal Perang Jepang di Perairan Bangka Belitung Hampir Lenyap

10 April 2017   18:30 Diperbarui: 11 April 2017   17:30 1888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. (Foto: Istimewa)

Ternyata yang lenyap bukan hanya kapal perang Belanda yang karam di Laut Jawa pada Perang Dunia II, tetapi juga kapal Jepang. Berita mengagetkan ini datang dari seorang arkeolog yang bertugas di Pulau Sumatera bagian Selatan.

Membaca berita yang menjadi “headline” Kompasiana berjudul “Bata Kerajaan Majapahit dan Kapal Perang Belanda Hilang Lenyap” (baca di:  http://www.kompasiana.com/bertysinaulan/bata-kerajaan-majapahit-dan-kapal-perang-belanda-hilang-lenyap_58eb0cabf27e61654f4af112) , arkeolog tersebut mengabarkan bahwa selain kapal perang Belanda yang karam dan sekarang sudah hilang lenyap tak ada bekasnya, kapal perang Jepang yang karam di perairan Indonesia pun mengalami nasib yang sama mengenaskan.

Kapal perang Jepang yang karam itu diketahui bernama Ashigara, dan tenggelam di perairan Muntok yang terletak di Provinsi Bangka Belitung pada 8 Juni 1945 karena terkena torpedo kapal sekutu dalam pertempuran laut.

Setelah menguasai wilayah Indonesia sejak 1942, kondisi bala tentara Jepang berbalik mulai mengalami kekalahan demi kekalahan pada 1945. Kapal perang Jepang Ashigara termasuk yang habis riwayatnya pada 1945 di perairan Muntok, dan karam di sana selama-lamanya.

Sayangnya, kini mulai ada pihak yang ingin mengangkat kapal karam itu tanpa kordinasi dengan pihak Balai Arkeologi setempat maupun pihak-pihak yang menangani benda cagar budaya maupun benda arkeologi bawah air di Indonesia. Sebenarnya, paling tidak ada pihak Balai Arkeologi dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional serta Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang menangani masalah benda-benda semacam itu.

Selain pihak Kemdikbud, satu pihak lagi yang juga terkait dengan masalah benda-benda bawah air, termasuk benda cagar budaya yang berada di perairan Indonesia adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. (Foto: Istimewa)
Surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. (Foto: Istimewa)
Tapi tampaknya, pihak yang mengangkat hanya berbekal surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan (Kemhub). Alasannya, untuk membersihkan jalur perairan di sana. Hal itu mendapat tentangan dari sejumlah pihak di Bangka Belitung. Apalagi belum dikordinasikan dengan pihak-pihak yang menangani benda cagar budaya di Tanah Air.

Ada beberapa hal yang dikhawatirkan. Pertama, rusaknya benda cagar budaya karena pengangkatannya tidak hati-hati, serta kemungkinan adanya benda bersejarah di dalam bangkai kapal itu yang ikut hilang. Kedua, karena kurang hati-hati dapat mengakibatkan data sejarah juga lenyap.

surat-hubla2-58eb6aa7959373ba26737d31.jpg
surat-hubla2-58eb6aa7959373ba26737d31.jpg
Dari kejadian tersbeut, terlihat tidak adanya kordinasi antara Kemdikbud, KKP, dan Kemhub. Padahal yang ditangani adalah peninggalan bersejarah yang menjadi aset bangsa dan negara kita. Walau pun telah menjadi bangkai, kapal-kapal karam yang ada di perairan Indonesia sebenarnya tetap merupakan aset yang berharga. Di beberapa negara lainnya, kapal-kapal karam telah dijadikan semacam museum bawah laut. Berkembangnya hobi diving (menyelam) saat ini, membuat museum-museum bawah laut semacam itu berpotensi sebagai objek wisata bersejarah yang menarik. Sambil menyelam, orang dapat melihat langsung dan mendengarkan kisah sejarah yang diharapkan bisa menjadi ingatan untuk mengapresiasi keberadaan benda-benda yang menjadi bagian dari perjalanan sejarah bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun