Bagi para anggota atau mereka yang pernah ikut dalam gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia yang saat ini bernama Gerakan Pramuka, tanggal 9 Maret merupakan tanggal penting. Pada tanggal tersebut di tahun 1903 lahir seorang yang bernama Wage Rudolf Supratman, yang kelak menjadi pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Pada tanggal tersebut juga di tahun 1961, Presiden Soekarno selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melaksanakan ketetapan MPRS dengan membubarkan semua organisasi kepanduan dan melebur menjadi satu dalam Pramuka.
Supratman lahir di Desa Somongari, sekitar 12 kilometer dari arah Kota Purworejo, Jawa Tengah. Nama sebenarnya hanya Wage Supratman, tetapi belakangan orangtuanya menambahkan Rudolf, supaya lebih mudah masuk ke Europeesche Lagere School, sekolah dasar yang mayoritasnya bangsa Belanda dan Eropa lainnya.
Pada 1914, Supratman ikut kakak sulungnya ke Makassar, dan di sana dia melanjutkan pendidikannya. Kemudian dia sempat bekerja di sebuah kantor pengacara, serta sekaligus guru di sekolah untuk anak-anak bumiputera. Di Makassar inilah bakat musiknya mulai terlihat.
Kakaknya, Rukiyem, mempunyai suami Sastromiardjo alias Willem Mauritius van Eldik. Kakak ipar Supratman ini seorang guru musik di sebuah sekolah tentara di sana. Dialah yang pertama kali mengajarkan Supratman bermain biola.
Kembali ke Pulau Jawa pada 1924, Supratman kemudian menjadi seorang pewarta dan penulis dalam sejumlah surat kabar ternama saat itu. Tulisan-tulisannya antara lain dimuat di Kaoem Moeda, Kaoem Kita, dan Sin Po. Pada masa inilah, Supratman mulai menunjukkan ketertarikannya pada pergerakan perjuangan kebangsaan Indonesia.
Maka lahirlah lagu Dari Barat Sampai Ke Timur. Lagu yang iramanya menyerupai irama lagu perjuangan revolusi Prancis, Le Marseilaise, memang sangat gagah dan patriotik. Lirik lagunya berbunyi, “Dari Barat sampai ke Timur/berjajar pulau-pulau/sambung-menyambung menjadi satu/itulah Indonesia/Indonesia Tanah Airku/aku berjanji padamu/Menjunjung Tanah Airku/Tanah Airku Indonesia”.
Lagu yang diciptakannya pada 1926 itu, mengawali langkahnya untuk menciptakan sebuah lagu yang lebih bersejarah lagi. Tak berapa lama, Supratman menggubah sebuah lagu yang diberi judul Indonesia Raya dan pada subjudul, dengan jelas Supratman mencantumkan sebagai “lagu kebangsaan”.
Lagu tersebut kemudian dibawakan oleh Supratman dengan biolanya pada malam 28 Oktober 1928, tepat sebelum Panitia Kongres Pemuda II membacakan keputusannya. Sebuah keputusan yang kelak dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Di gedung tempat pelaksanaan kongres yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda dan terletak di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Supratman untuk pertama kalinya di depan banyak orang memainkan lagu Indonesia Raya.
Bagi para Pandu dan kini para Pramuka, lagu kebangsaan Indonesia Raya menunjukkan betapa eksistensi gerakan pendidikan bagi kaum muda itu diakui. Pada bagian awal lagu tersebut disebutkan, “Indonesia Tanah Airku/tanah tumpah darahku/di sanalah aku berdiri/jadi Pandu ibuku....”
Catatan sejarah menunjukkan, gerakan pendidikan kepanduan yang masuk ke bumi Indonesia pada 1912, telah menjadi wadah persemaian bibit-bibit kaum muda yang berjiwa nasionalis dan patriotik. TaK heran bila pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Presiden Soekarno juga merasa perlu untuk menyatukan lebih dari 60 organisasi pendidikan kepanduan menjadi satu wadah yang diberi nama Gerakan Pramuka.
Harus diakui, ketika Soekarno mencoba menyatukan puluhan organisasi pendidikan kepanduan itu, ada pihak-pihak dari “golongan kiri” yang berusaha memanfaatkan untuk menjadikannya sebagai pionir, organisasi kaum muda di negara-negara komunis. Untunglah, paling tidak masih ada tokoh-tokoh seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Ir Djuanda, Azis Saleh, dan Husein Mutahar, yang berhasil menjadikan Gerakan Pramuka tetap pada kiprahnya, sebagai wadah pendidikan yang tidak terkait pada aktivitas politik apa pun.
Saat ini, Gerakan Pramuka telah berusia hampir 56 tahun dan mempunyai anggota sekitar 22 juta. Jumlah yang terbesar dari seluruh organisasi kepanduan di 162 negara dan teritori di seluruh dunia, yang bila dijumlahkan keseluruhannya mencapai lebih sedikit dari 40 juta anggota. Sebagai organisasi pendidikan nonformal, Gerakan Pramuka menjadi pelengkap pendidikan informal di lingkugan keluarga dan masyarakat, serta pendidikan formal di sekolah-sekolah.
Tujuan utamanya adalah pembentukan karakter dan budi pekerti yang baik. Sehingga kaum muda yang menjadi peserta didik Pramuka dan berusia antara 7 sampai 25 tahun, kelak diharapkan akan menjadi manusia-manusia yang berguna bagi bangsa dan negara, serta umat manusia keseluruhan. Itu jugalah yang diharapkan ketika 9 Maret 1961, Presiden Soekarno mengundang para tokoh kepanduan yang belakangan sebagian terbesar akhirnya sepakat menyatukan diri dalam Gerakan Pramuka.
Daftar Pustaka:
Merayakan Indonesia Raya. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.
Patah Tumbuh Hilang Berganti – 75 Tahun Kepanduan dan Kepramukaan. Jakarta: Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 1987.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H