Prasasti ini memang berasal dari masa Raja Erlangga atau Airlangga, salah satu raja besar yang pernah ada di bumi Indonesia ini. Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan yang wilayahnya bisa dikatakan seluas wilayah Jawa Timur saat ini. Airlangga memerintah dari 1009 sampai 1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Vernika Hapri Witasari dalam skripsinya berjudul “Prasasti Pucangan Sansekerta 959 Saka (Suatu Kajian Ulang)” yang disusunnya untuk menjadi Sarjana (S-1) dalam program studi arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI) pada 2009, mempunyai terjemahan tersendiri.
Menurut bait ke-26 terjemahannya adalah, “dahulu kala adalah ia seorang penjahat wanita seperti raksasa yang penuh dengan hal yang berbahaya tanpa kekuatan , dengan pedang kekuatan telah pergi jauh ketika tahun Saka 954 raja menuju ke raungan tanda kemenangan untuk merayakan kemahsyuran itu”.
Jadi berarti di luar Ratu Shima dan mungkin tokoh-tokoh perempuan penting lainnya pada masa Kerajaan Hindu-Buddha, ada satu lagi tokoh perempuan yang juga tak kalah hebatnya. Bahkan digambarkan kuat perkasa bagaikan raksasi atau raksasa perempuan. Tapi apakah dia pemimpin perempuan atau penjahat perempuan seperti diterjemahkan Vernika?
Arkeolog dan epigraf (ahli epigrafi atau ahli prasasti), Dr. Ninie Susanti yang juga merupakan pengajar di FIB-UI menjelaskan, karena Prasasti Pucangan yang membuat adalah Airlangga, tentu saja dia menganggap musuh-musuhnya, termasuk pemimpin perempuan seperti raksasa tadi, adalah penjahat.
Calon Arang?
Tetapi siapakah dia? Salah satu perintis penelitian prasasti di Indonesia, RM Ng Poerbatjaraka yang juga telah berhasil menerjemahkan Prasasti Pucangan, mengaitkan tokoh perempuan yang kemungkinan besar ratu pemimpin suatu kerajaan yang gagah perkasa bagaikan raksasi itu dengan kisah legenda Calon Arang. Dikisahkan di sekitar Kerajaan Kahuripan ada seorang yang bernama Calon Arang. Dia adalah seorang perempuan jahat dan mempunyai kesaktian ilmu hitam yang bisa menghancurkan apa pun yang menghalanginya.
Setelah pesta besar-besaran, Mpu Bahula hidup serumah dengan Ratna Manggali di rumah Calon Arang. Suatu ketika, sesuai rencana semula yang telah ditugaskan Mpu Baradah, maka Mpu Bahula berhasil mengetahui penyimpanan buku sihir milik Calon Arang. Mpu Bahula lalu mencuri buku sihir itu dan menyerahkan kepada Mpu Baradah. Selanjutnya sudah dapat ditebak, pada pertempuran antara Mpu Baradah dan Calon Arang, maka si perempuan yang tadinya sakti itu berhasil dikalahkan.
Walaupun demikian, Vernika meragukan bahwa pemimpin perempuan gagah perkasa bagaikan raksasi yang disebut pada bait ke-26 Prasasti Pucangan adalah Calon Arang. Vernika mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan, antara lain oleh Prof. Dr. Hariani Santiko, yang menyebutkan bahwa nama Mpu Baradah baru muncul pada prasasti dari Raja Kertanegara, yang berarti baru ada sekitar 200 tahun lebih dari masa pemerintahan Raja Airlangga. Demikian pula upacara Durga-puja yang dilakukan Calon Arang, belum ada pada masa pemerintahan Airlangga.