Sebagian orang menganggap gedung perpustakaan hanya sekadar tempat menyimpan buku dan dokumen-dokumen lainnya, untuk dipinjam bila ada yang memerlukannya. Keberadaan ruang perpustakaan pun ada yang menganggap sekadar tempat memilih bahan bacaan, memeriksanya, dan untuk buku-buku yang hanya bisa dibaca di tempat, bila dirasa perlu meminta bantuan petugas perpustakaan untuk difotokopi bagian yang diinginkan.
Namun sebenarnya, gedung dan ruang perpustakaan lebih dari itu. Tempat itu dapat menjadi alternatif untuk belajar yang lebih menguntungkan dibandingkan hanya belajar di rumah. Memang harus diakui, ada perbedaan antara belajar di rumah dengan di perpustakaan. Bila kita belajar di rumah adalah waktu yang tersedia lebih banyak, karena tidak perlu menghabiskan waktu untuk pergi dan pulang dari perpustakaan.
Selain itu, di rumah juga biasanya lebih mudah mendapatkan air minum dan makanan. Di samping kalau di rumah, seseorang akan lebih santai. Mau pakai baju tidur, celana pendek, atau sendal jepit, bahkan bertelanjang kaki pun, tak menjadi masalah.
Tetapi belajar di perpustakaan, sebenarnya mempunyai banyak kelebihan lain. Pengalaman pribadi maupun dari percakapan dengan beberapa teman menunjukkan, untuk studi yang banyak memerlukan referensi dan sebagian besar lebih mudah didapat di perpustakaan, maka belajar di perpustakaan membuat kita dapat belajar studi yang diinginkan, sekaligus mendapatkan materi referensi dengan lebih mudah.
Ada kalanya, bagi perpustakaan yang cukup besar dan lengkap, segala materi bahan ajar maupun untuk keperluan studi lainnya, tersedia di sana. Jadi bila kita ingin belajar di perpustakaan, tak perlu repot-repot membawa atau mencari bahan ajar maupun buku serta dokumen lainnya. Cukup meminjam yang tersedia, dan kita pun dapat lebih tenang belajar.
Lebih Fokus
Berbicara soal lebih tenang saat belajar, perpustakaan pun membantu kita lebih fokus. Seperti diketahui, ruang perpustakaan umumnya didesain sedemikian rupa sehingga orang dapat membaca dengan tenang. Tingkat keramaian di dalam perpustakaan juga dibatasi sedemikian rupa, sehingga tidak berisik. Ini membuat mereka yang belajar di dalam ruang perpustakaan dapat lebih fokus.
Apalagi kalau ketika belajar di rumah, kondisinya agak kurang memungkinkan. Selain lingkungan tempat tinggal yang penuh keramaian, di dalam rumah pun bisa jadi tempat belajar yang ada harus menyatu dengan ruang tamu atau bahkan kamar tidur yang ditempati lebih satu orang. Manakala yang satu ingin belajar, sedangkan yang lain ingin menonton televisi atau bermain game komputer yang cukup bising suaranya, maka pasti yang belajar akan terganggu dan tidak dapat fokus dengan pelajarannya.
Bahkan kalau mempunyai rumah yang cukup luas dengan lingkungan komplek yang terlalu ramai, belajar di rumah seringkali dihadapkan banyak hal yang membuat konsentrasi belajar kita terpecah. Misalnya, suara atau panggilan orangtua atau saudara dari luar kamar. Bahkan juga dengan hewan peliharaan yang merengek-rengek minta disayang, membuat banyak remaja pencinta satwa yang terpecah konsentrasi belajar di rumah, dan memilih untuk bermain dengan hewan kesayangannya.
Sementara di perpustakaan yang ada, hal-hal seperti itu dapat dihindari. Dalam pengalaman, selain untuk belajar, melakukan aktivitas menulis di perpustakaan juga merupakan tempat yang menyenangkan. Cukup membawa perangkat menulis seperti komputer jinjing, maka suasana yang tenang di dalam perpustakaan, membantu lancarnya ide yang dituangkan ke dalam tulisan. Saat “mati ide” – demikian antara lain sebutan bagi penulis yang kebingungan mencari bahan tulisan – maka isi perpustakaan dapat membantu.
Membaca satu dua buku, majalah, atau dokumen yang ada di dalam perpustakaan, cukup membantu memberikan ide bagi seorang penulis seperti saya. Apalagi majalah atau terbitan berkala lama, yang terkadang memberikan kejutan tersendiri dengan menampilkan bahan-bahan tulisan yang tak pernah diketahui sebelumnya. Contohnya, beberapa waktu lalu ketika di Perpustakaan Nasional RI (PNRI) yang terletak di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, sedang mencari bahan-bahan tentang keberadaan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok, dua pelabuhan di Jakarta, saya justru menemukan bahan tambahan tentang sejarah gerakan pendidikan kepanduan yang pernah saya tulis sebelumnya. Bahan tambahan itu memungkinkan saya memperkaya tulisan sebelumnya, menjadi tulisan yang lebih lengkap lagi.
“Aura” Belajar
Tak kalah pentingnya, biasanya orang yang pergi ke perpustakaan memang mempunyai niat untuk mendapatkan tambahan informasi melalui buku atau dokumen lainnya yang ada di sana. Itu berarti paling tidak mereka yang datang telah menyetel jalan pikirannya untuk datang ke tempat yang berguna bagi belajar.
Hal itu membantu kita yang memang berniat untuk belajar, mendapatkan komunitas sesama pengunjung perpustakaan yang juga ingin belajar. Tanpa disadari “aura” belajar itu, selain membuat kita lebih fokus, juga memberikan semangat bagi setiap orang di dalam perpustakaan untuk mendapatkan tambahan ilmu dan wawasan.
Beberapa mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Jakarta dan Depok yang dijumpai pernah mengatakan hal serupa. “Mendingan belajar di perpustakaan, enak, tenang, dan bisa lebih fokus, karena semuanya yang datang memang ingin belajar,” begitu kira-kira jawaban yang beberapa kali saya dengar saat bercakap-cakap dan bertanya kepada para mahasiswa yang ditemui di PNRI.
Tentu saja untuk masa kini, terutama di kota-kota besar, tersedianya Wi-Fi gratis di banyak perpustakaan, juga menjadi salah satu pilihan bagi banyak orang datang ke sana. Apalagi umumnya – paling tidak di beberapa perpustakaan yang pernah saya kunjungi – fasilitas internet gratis itu cukup cepat koneksinya. Jadi kita bisa bebas berselancar ke sana ke mari di dunia maya, tanpa perlu memikirkan biaya pulsa.
Senangnya belajar di perpustakaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H