Para penulis sejarah itu akhirnya berkesempatan berkunjung ke kantor Abraham van Riebeeck. Ada yang sudah berkali-kali, ada yang sudah beberapa kali, tetapi tak sedikit juga yang baru pertama kali datang ke kantor Abraham van Riebeeck itu.
Begitulah, siang hari Kamis, 3 Maret 2017, saat matahari menyengat dengan teriknya, 49 penulis sejarah tiba di kantor van Riebeeck. Para penulis sejarah itu adalah peserta Workshop Peningkatan Kapasitas Tenaga Bidang Kesejarahan bagi Penulis Sejarah yang diselenggarakan oleh Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Jakarta, pada 28 Februari sampai dengan 3 Maret 2017.
Mereka hadir di bekas Balai Kota (Stadhuis) Batavia yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta, di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Kehadiran mereka sebagai bagian dari ekskursi mengunjungi tempat-tempat bersejarah, yang dijadikan bahan untuk penulisan sejarah para peserta.
Setelah itu, barulah mereka bersama-sama memasuki Museum Sejarah Jakarta. Bangunan yang pernah menjadi Balai Kota Batavia pada abad ke-17 dan 18 Masehi di Jakarta.
Sejak memasuki pelataran halamannya yang luas, sudah banyak cerita sejarah yang terjadi di halaman itu. Termasuk beberapa kali kisah sejarah hukuman mati yang dilakukan di sana. Dipandu oleh pemandu museum itu, Yosep Sofyan, para penulis sejarah tersebut tampak serius mendengarkan setiap penjelasan.
Itu berarti untuk pembangunan Balai Kota tersebut membutuhkan waktu tak kurang dari 3 tahun. Namun hasilnya memang sepadan, meski pun telah beberapa kali mengalami restorasi, namun bentuk utuh Balai Kota Batavia yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta itu masih terlihat jelas.
Kelahiran Afrika Selatan
Catatan sejarah dan bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa Abraham van Riebeeck itulah yang meresmikan dan sekaligus menjadi Gubernur Jenderal pertama yang menggunakan Balai Kota Batavia tersebut. Abraham van Riebeeck sendiri dilahirkan di Tanjung Harapan, Afrika Selatan pada 18 Oktober 1653 dan merupakan Gubernur Jenderal ke-18 di Hindia-Belanda (Nederlandsch Indies), yang kelak bernama Indonesia. Riebeeck memimpin mulai 30 Oktober 1709 sampai dia meninggal dunia pada 17 November 1713.
Selesai pendidikannya, Abraham menjadi bagian dari kamar dagang, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), dan kemudian berlayar ke Batavia dengan menumpang kapal De Vrijheyt pada 1677. Pada tahun yang sama, ayahnya – Jan van Riebeeck meninggal dunia di Batavia. Kemungkinan kedatangan Abraham sekaligus untuk mengurus jenazah ayahnya.
Abraham van Riebeeck menikah dengan Elisabeth van Oosten pada 1678. Mereka mempunyai enam anak, Johanna Maria (1679–1759), Johannes (1691–1735), Elisabeth (1693–1723), dan tiga lagi yang meninggal saat masih kecil.
Sayangnya, dia hanya empat tahun menjadi Gubernur Jenderal di Batavia. Pada 17 November 1713, Abraham van Riebeeck meninggal dunia. Informasi yang diperoleh, konon karena sakit akibat terlalu lelah dan terkena penyakit disentri sepulang dari perjalanan ke kawah Gunung Tangkuban Perahu di dekat Lembang, Jawa Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H