Take nothing but pictures, leave nothing but footprints, demikian ungkapan yang terkenal di kalangan para penggiat di alam terbuka.Bila diterjemahkan kira-kira berarti, “jangan ambil apa pun kecuali mengambil foto, jangan tinggalkan apa pun kecuali meninggalkan jejak kaki”.
Di kalangan para Pandu di seluruh dunia, ungkapan itu juga selalu menjadi perhatian dalam melaksanakan kegiatan petualangan di alam terbuka. Bahkan sejak beberapa tahun lalu, telah ada aktivitas Leave No Trace, suatu kegiatan penting dalam setiap Jambore Kepanduan Sedunia (World Scout Jamboree/WSJ) yang dimotori oleh Boy Scouts of America (BSA), organisasi nasional kepanduan dari Amerika Serikat.
Contohnya, ketika berlangsungnya WSJ ke-22 di Rinkaby, Swedia, pada 2011. Saat itu, untuk pertama kalinya aktivitas Leave No Trace digelar secara khusus dengan dibuatkan satu wilayah tersendiri untuk melatih dan mendidik para peserta tentang pentingnya mengelola sampah. Kordinator kegiatan ini adalah Charlie Thorpe dari BSA, yang sebelum pelaksanaan meminta bantuan penerjemahan bahan-bahan kegiatan ke dalam sejumlah bahasa di dunia. Termasuk penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia yang telah saya bantu dan dimanfaatkan di jambore tersebut.
Mengelola sampah memang istilah yang tepat. Hampir tidak mungkin tidak ada sampah, apalagi dalam suatu jambore yang merupakan perkemahan besar selama seminggu dan diikuti oleh puluhan ribu orang. Itulah sebabnya aktivitas Leave No Trace lebih diutamakan bagaimana mengelola sampah yang ada. Caranya antara lain, dengan tidak membuang sampah sembarangan, serta bila memungkinkan menggunakan barang-barang yang tidak habis sekali pakai.
Penggunaan kantung plastik sedapat mungkin dihindari, diganti dengan tas atau wadah lainnya yang dapat dipakai berulang kali. Sementara untuk memasak misalnya, bila memungkinkan tidak menggunakan kayu bakar, apalagi yang diambil dari hutan setempat. Gunakan kompor gas yang ringkas dan mudah dibawa.
Itulah sebabnya, kini diberlakukan sanksi dalam bentuk denda. Paling tidak itulah yang akan diterapkan di Gunung Rinjani yang terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Rinjani tercatat sebagai gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mppl), setelah Gunung Kerinci di Sumatera Barat yang memiliki ketinggian 3.805 mdpl.
Gunung Rinjani terletak di wilayah Taman Nasional Gunung Rinjani yang secara keseluruhan luasnya sekitar 41.330 hektare (ha). Kabarnya, taman nasional tersebut akan diperluas sehingga luasnya menjadi 76.000 ha. Tentunya dengan wilayah yang demikian luas, apalgi akan ditambah hampir dua kali lipat, perlu dilakukan upaya untuk merawat dan melestarikan taman nasional itu.
Itulah sebabnya, terhitung 1 April 2017 akan diberlakukan sanksi bagi yang membuang sampah sembarangan di Gunung Rinjani. Sanksi berupa denda sebesar Rp 500.000 itu akan dikenakan kepada pendaki atau petualang alam bebas yang terbukti membuang sampah sembarangan di sana.
Agar tidak ada yang berkilah tidak ada uang dan sebagainya, maka semua pendaki akan diminta membayar uang jaminan Rp 500.000 sebelum melakukan pendakian di Gunung Rinjani. Uang jaminan itu akan dikembalikan, bila setelah tiba di puncak gunung, maka para pendaki turun dengan membawa sampah sisa-sisa aktivitas mereka, terutama bungkus makanan.
Diharapkan dengan upaya-upaya tersebut, aktivitas “take nothing but picture, leave nothing but footprints” bukan lagi sekadar ungkapan belaka. Tetapi menjadi kegiatan yang nyata, dan setiap petualang alam bebas akan benar-benar menjaga kelestarian lingkungan alam terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H