Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kalau Saja Kak Sylvi yang Jadi Cagub

15 Februari 2017   23:30 Diperbarui: 16 Februari 2017   09:47 3352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kalau saja Kak Sylvi yang jadi Cagub, mungkin pilihan saya akan berubah,” begitulah jawaban saya ketika “disergap” pertanyaan, “Pasti Kak Bert pilihannya Ahok ya?”.

Tanya jawab itu adalah bagian dari percakapan informal seusai mengikuti sebuah rapat di salah satu Kementerian, pada pertengahan Desember 2016. Seusai rapat, saat peserta masih membereskan perlengkapan dan ada juga yang ingin menyantap makan siang yang telah disediakan, sang pemimpin rapat tiba-tiba melontartkan pertanyaan itu. Dia memanggil saya “Kak”, karena tahu saya aktif di Gerakan Pramuka, dan dia pun seorang Pembina Pramuka.

Kalau Sylviana Murni ikut saya panggil “Kak”, karena sampai saat ini jabatan beliau adalah Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka DKI Jakarta. Saya kemungkinan akan memilih beliau bila dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta kali ini, Kak Sylvi yang ditetapkan sebagai Calon Gubernur (Cagub). Sayang bukan, Kak Sylvi hanya menjadi Calon Wakil Gubernur (Cawagub).

Kemungkinan berubah pilihan, bisa jadi karena memang kedekatan sebagai sesama anggota Gerakan Pramuka. Dalam kapasitas sebagai Pramuka, memang dilarang berpolitik praktis. Begitu juga ada aturan bahwa dilarang mengenakan seragam dan tanda-tanda kepramukaan dalam kegiatan politik praktis.

Tapi tentu saja, seorang yang menjadi anggota Gerakan Pramuka juga mempunyai hak berpolitik praktis, selama tidak mengenakan seragam dan tanda-tanda kepramukaan dan melakukannya di luar aktivitasnya sebagai Pramuka. Jadi sekali lagi, boleh jadi saya akan memilih Sylviana Murni, bukan sebagai Pramuka, tetapi sebagai warga DKI Jakarta.

Ketika terjadi tanya jawab informal pada Desember 2016 itu memang belum ada kabar dan isu terkait dana pembangunan masjid di kantor Wali Kota Jakarta Pusat saat Sylviana Murni menjadi wali kota, maupun masalah penggunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi DKI jakarta untuk Kwarda DKI jakarta saat Kak Sylvi menjadi Ketua Kwarda.

Tetapi sejak terdengar kabar itu sampai sekarang, saya tak mau berkomentar sedikit pun. Bukan apa-apa, saya memang tak tahu secara benar dan lengkap mengenai kedua masalah itu. Kalau pun sekarang saya berkomentar, hanya terkait dengan dana hibah dari pemerintah untuk Pramuka. Pemberian dana yang memang dimungkinkan, karena telah diatur juga dalam Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

Di dalam UU tersebut, khususnya pada Bab V Pasal 36 disebutkan:

“Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas: a. menjamin kebebasan berpendapat dan berkarya dalam pendidikan kepramukaan; b. membimbing, mendukung, dan memfasilitasi penyelenggaraan    pendidikan   kepramukaan secara berkelanjutan dan berkesinambungan; dan c. membantu  ketersediaan  tenaga,  dana,  dan  fasilitas yang diperlukan untuk pendidikan kepramukaan”.

Jadi tertulis jelas bahwa pemerintah memang bertugas antara lain juga membantu dana yang diperlukan untuk pendidikan kepramukaan.

Sementara pada Bab VII Pasal 43 antara lain disebutkan, “Pemerintah dan pemerintah daerah  dapat  memberikan dukungan dana  dari  anggaran  pendapatan dan belanja negara  dan/atau  anggaran pendapatan dan belanja daerah”. Semuanya sudah jelas, bahwa APBN dan APBD memang dapat digunakan untuk kegiatan kepramukaan. Tidak ada masalah.

Justru menjadi masalah ketika UU tersebut sudah diterbitkan dalam Lembaran Negara, sebagian kalangan Pramuka sendiri yang mempersoalkan kata “dapat” di situ. Menurut mereka, seharusnya kata “dapat” diganti dengan kata “wajib”, sehingga berbunyi, “Pemerintah  dan  pemerintah  daerah wajib memberikan  dukungan dana .... dan seterusnya”.

Mendidik Mandiri

Saya sendiri berpendapat Ini memang bak buah simalakama, kalau tetap menggunakan kata “dapat” berarti Pemerintah bisa tidak harus memberikan dukungan dana, dan bisa berakibat kegiatan kepramukaan menjadi kurang semarak. Sebaliknya kalau kata “dapat” diganti “wajib”, maka hilanglah sudah kemandirian Gerakan Pramuka. Padahal Gerakan Pramuka sebagaimana gerakan pendidikan kepanduan di negara-negara lain, didirikan antara lain untuk mendidik kaum muda menjadi mandiri.

Agak aneh terdengar, ketika Gerakan Pramuka mendidik kaum muda untuk mandiri, tetapi dalam aktivitasnya sendiri harus selalu menggantungkan dari dana Pemerintah. Kalau tak ada dana, kegiatan menjadi kurang semarak. Akibat lain dari tidak mandirinya organisasi pendidikan nonformal itu adalah menyebabkan juga hilangnya daya inovasi dan kewirausahaan untuk mencari dana, barang, dan jasa, yang merupakan prosedur standar untuk melaksanakan kegiatan kepramukaan. Tak bisa mandiri, hanya menunggu uluran dukungan dana dari Pemerintah saja.

Jadi soal dana hibah memang tak masalah. Sedangkan terkait masalah penggunaannya, karena saya juga tak tahu dan bukan pengurus di Kwarda DKI Jakarta, maka saya memilih tidak berkomentar. Mengingat juga darma kesepuluh dalam Dasa Darma Pramuka yang merupakan ketentuan moral para Pramuka, “suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan”. Daripada mengira-ngira, membuat analisis tanpa bukti yang jelas dan bisa mengarah kepada fitnah, lebih baik saya tidak berkomentar. Kalau memang sekarang kasusnya ada di tangan penegak hukum, biarlah mereka yang menyelidiki, menyidik, dan memutuskan.

Saya hanya berkomentar sedikit lagi. Terlepas dari segala kekurangan Kak Sylvi, saya menaruh hormat karena berani mencoba mewujudkan “impian”nya. Soal berhasil atau tidak adalah soal kedua, yang penting adalah proses dalam mewujudkan hal itu. Dalam menjalani proses itu, orang bisa belajar dan saya yakin Kak Sylvi juga telah belajar, mencoba meneruskan hal yang telah baik, dan semoga membuang hal-hal yang kurang baik selama mengikuti Pilkada.

Sebelum menutup tulisan ini, izinkan pula saya mengingatkan bahwa ada dua kegiatan penting bagi Kwarda DKI Jakarta yang belum terlaksana karena Kak Sylvi nonaktif untuk mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2017. Kegiatan pertama adalah Lomba Tingkat (LT) IV untuk para Pramuka Penggalang (11-15 tahun).

Setelah LT I di tingkat pangkalan Gugus Depan yang umumnya ada di sekolah-sekolah, pemenangnya diikutsertakan dalam LT II di tingkat Kwartir Ranting (kecamatan), dan pemenang LT II diikutkan dalam LT III di tingkat Kwartir Cabang (kabupaten/kota). Kini para pemenang LT III dari seluruh kotamadya dan kabupaten di Jakarta masih menunggu untuk mengikuti LT IV di tingkat Kwartir Daerah (provinsi). Pemenangnya, tahun ini juga akan ikut dalam LT V tingkat nasional.

Kegiatan kedua adalah Raimuna Daerah DKI Jakarta. Raimuna adalah kegiatan perkemahan semacam jambore. Namun kalau jambore untuk Pramuka Penggalang, maka Raimuna untuk Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun). Kwartir Nasional Gerakan Pramuka akan menyelenggarakan Raimuna Nasional pada 14-21 Agustus 2017 di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur. Pesertanya adalah perwakilan dari 34 Kwarda yang ada di Indonesia, ditambah beberapa utusan Pandu dari negara-negara sahabat.

Biasanya, sebelum Raimuna Nasional digelar, tiap-tiap Kwarda menyelenggarakan dulu Raimuna Daerah. Di DKI Jakarta, Kwarcab-kwarcab yang ada telah melaksanakan Raimuna Cabang. Kini, tinggal menunggu pelaksanaan Raimuna Daerah. Semoga dengan selesainya Pilkada bagi Kak Sylvi – paling tidak melihat hasil penghitungan sementara – kita tentunya berharap Kak Sylvi akan kembali aktif sebagai Ketua Kwarda. Tentunya dengan segera melaksanakan dua kegiatan penting tadi, LT IV dan Raimuna Daerah.

Selamat datang kembali di Kwarda DKI jakarta, Kak Sylviana Murni.

(Catatan: Mohon maaf bila pada judul saya menggandeng kata “Kak” yang merupakan istilah kepramukaan yang aktivitasnya nonpolitik dengan kata “Cagub” yang mempunyai konotasi politik. Saya hanya mencoba mengutip ulang ucapan saya suatu ketika di bulan Desember 2016).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun