“Kalau saja Kak Sylvi yang jadi Cagub, mungkin pilihan saya akan berubah,” begitulah jawaban saya ketika “disergap” pertanyaan, “Pasti Kak Bert pilihannya Ahok ya?”.
Tanya jawab itu adalah bagian dari percakapan informal seusai mengikuti sebuah rapat di salah satu Kementerian, pada pertengahan Desember 2016. Seusai rapat, saat peserta masih membereskan perlengkapan dan ada juga yang ingin menyantap makan siang yang telah disediakan, sang pemimpin rapat tiba-tiba melontartkan pertanyaan itu. Dia memanggil saya “Kak”, karena tahu saya aktif di Gerakan Pramuka, dan dia pun seorang Pembina Pramuka.
Kalau Sylviana Murni ikut saya panggil “Kak”, karena sampai saat ini jabatan beliau adalah Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka DKI Jakarta. Saya kemungkinan akan memilih beliau bila dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta kali ini, Kak Sylvi yang ditetapkan sebagai Calon Gubernur (Cagub). Sayang bukan, Kak Sylvi hanya menjadi Calon Wakil Gubernur (Cawagub).
Kemungkinan berubah pilihan, bisa jadi karena memang kedekatan sebagai sesama anggota Gerakan Pramuka. Dalam kapasitas sebagai Pramuka, memang dilarang berpolitik praktis. Begitu juga ada aturan bahwa dilarang mengenakan seragam dan tanda-tanda kepramukaan dalam kegiatan politik praktis.
Tapi tentu saja, seorang yang menjadi anggota Gerakan Pramuka juga mempunyai hak berpolitik praktis, selama tidak mengenakan seragam dan tanda-tanda kepramukaan dan melakukannya di luar aktivitasnya sebagai Pramuka. Jadi sekali lagi, boleh jadi saya akan memilih Sylviana Murni, bukan sebagai Pramuka, tetapi sebagai warga DKI Jakarta.
Ketika terjadi tanya jawab informal pada Desember 2016 itu memang belum ada kabar dan isu terkait dana pembangunan masjid di kantor Wali Kota Jakarta Pusat saat Sylviana Murni menjadi wali kota, maupun masalah penggunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi DKI jakarta untuk Kwarda DKI jakarta saat Kak Sylvi menjadi Ketua Kwarda.
Tetapi sejak terdengar kabar itu sampai sekarang, saya tak mau berkomentar sedikit pun. Bukan apa-apa, saya memang tak tahu secara benar dan lengkap mengenai kedua masalah itu. Kalau pun sekarang saya berkomentar, hanya terkait dengan dana hibah dari pemerintah untuk Pramuka. Pemberian dana yang memang dimungkinkan, karena telah diatur juga dalam Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.
Di dalam UU tersebut, khususnya pada Bab V Pasal 36 disebutkan:
“Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas: a. menjamin kebebasan berpendapat dan berkarya dalam pendidikan kepramukaan; b. membimbing, mendukung, dan memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan kepramukaan secara berkelanjutan dan berkesinambungan; dan c. membantu ketersediaan tenaga, dana, dan fasilitas yang diperlukan untuk pendidikan kepramukaan”.
Jadi tertulis jelas bahwa pemerintah memang bertugas antara lain juga membantu dana yang diperlukan untuk pendidikan kepramukaan.
Sementara pada Bab VII Pasal 43 antara lain disebutkan, “Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah”. Semuanya sudah jelas, bahwa APBN dan APBD memang dapat digunakan untuk kegiatan kepramukaan. Tidak ada masalah.