Dalam sejarah nasional Indonesia, Belanda dan Inggris ternyata senang “main” tukar-tukaran, seperti orang bermain monopoli saja. Menukar rumah A dengan gedung B, menukar mobil dengan tanah, dan sebagainya.
Sehari lalu, 12 Februari 2017 adalah tepat 515 tahun, pelayaran kedua dari petualang asal Portugis, Vasco da Gama, yang berangkat dari Lisabon, Portugal ke India. Sebanyak 20 armada kapal dipimpin da Gama, melanjutkan sukses pelayaran pertamanya pada 1497 yang berhasil mencapai cita-cita Raja Portugal yang telah disusun selama 80 tahun untuk menemukan jalur laut secara langsung dari Eropa ke India, dengan mengelilingi Afrika.
Sukses yang membuat Portugal berhasil menguasai India selama lebih dari 450 tahun, serta menghasilkan keuntungan bagi Portugal dengan mengeruk segala jenis kekayaan bumi dari India.
Bangka Ditukar Kochi
Kochi yang dijuluki “Ratu dari Laut Arab” dan merupakan salah satu galangan kapal terbesar di India sampai saat ini, sejak lama juga erat kaitannya dengan India. Berdasarkan catatan sejarah, para pelaut dari Kerajaan Kalingga di Pulau Jawa dari sekitar abad ke-6 serta pelaut-pelaut dari Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera dari sekitar abad ke-7, telah berlayar sampai ke India.
Bahkan, disebutkan pula pada abad ke-10 sejumlah pelaut dan ahli kapal dari Jawa dan Sumatera telah memimpin pembuatan kapal-kapal layar di Kochi. Walau pun tidak atau belum ada sumber sejarah yang lebih terinci, diperkirakan kemungkinan kapal-kapal dari Eropa – termasuk kapal-kapal yang merupakan bagian dari armada Vasco da Gama, sempat pula diperbaiki dan bahkan dibuat baru di Kochi. Pembuatannya itulah yang dipimpin oleh keturunan para ahli kapal dari Jawa dan Sumatera, yang berdiam di Kochi.
Tidak sampai di situ. Tukar-tukaran wilayah jajahan antara Belanda dan Inggris berlanjut sepuluh tahun kemudian. Dalam Perjanjian Inggris yang ditandatangani di London pada 17 Maret 1824, Belanda masih diwakili oleh Hendrik Fagel yang kali ini ditemani oleh Anton Reinhard Falck. Sementara yang mewakili Inggris adalah George Canning dan Charles Watkins Williams Wynn.
Dalam perjanjian tersebut, Bengkulu yang tadinya merupakan jajahan Inggris, ditukar dengan Singapura ditambah Malaka dan Pulau Pinang, yang sebelumnya merupakan milik Belanda. Jadi Belanda mendapat Bengkulu, sebaliknya Inggris memperoleh Singapura, Malaka, dan Pulau Pinang yang sekarang biasa kita sebut Penang di Malaysia.
Run Ditukar New York
Masih ada lagi. Saat ini rasanya hampir tak ada yang mengenal nama kota New York, salah satu kota “mendunia” yang terletak di Amerika Serikat. New York dulu bernama New Netherland , dan merupakan bagian dari koloni Kerajaan Belanda di Benua Amerika. Siapa sangka, New York ini pernah pula dijadikan “tukar-tukaran” antara Belanda dan Inggris dengan banda, tepatnya dengan Pulau Run (ada juga yang menulisnya Rhun), salah satu pulau di Kepulauan Banda, Maluku.
Adalah Perjanjian Breda yang ditandatangani di Kota Breda pada 31 Juli 1667. Kali ini selain Inggris dan Belanda, juga terlibat pihak Prancis, dan Denmark-Norwegia. Dalam pembicaraan sebelum ditandatanganinya perjanjian, Inggris yang diwakili Denzil Holles dan Henry Coventry mencoba menawarkan untuk mengembalikan New Netherland kepada Belanda untuk ditukar dengan pabrik gula Inggris di pantai Suriname, yang berhasil dikuasai komandan Angkatan Laut Belanda bernama Abraham Crijnssen pada awal 1667.
Begitulah, kisah tiga pulau yang dipertukarkan antara Belanda dan Inggris, yaitu 3B: Bangka, Bengkulu, dan Banda (Pulau Run). Khusus untuk kisah Perjanjian Breda, saat ini adalah peringatan 350 tahun yang menurut informasi, akan dirayakan cukup meriah dengan berbagai kegiatan pada Juli mendatang di Kepulauan Banda khususnya dan di Provinsi Maluku umumnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI