Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jam Hindia-Belanda dari Loteng Masjid Angke

7 Februari 2017   18:57 Diperbarui: 8 Februari 2017   15:13 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jam dari zaman Hindia-Belanda di Masjid Angke, kini sudah diperbaiki. (Foto: BDHS)

Sewaktu bersama pengurus Lingkar Warisan Kotatua Jakarta (Lingwa) mengadakan survey untuk memperbaiki dan mencoba menyelamatkan keberadaan Masjid Angke di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, ada hal “sampingan” tetapi tetap menarik untuk diceritakan kembali. Pada salah satu ruangan setengah terbuka yang terletak di bagian belakang masjid itu, tergantung jam dinding dengan ukuran diameter sekitar 50 sentimeter.

Jam itu segera menarik perhatian sejumlah pengurus Lingwa yang ke sana, karena terdapat tulisan berbahasa Belanda di lingkar luarnya, sedangkan di bagian lingkaran dalam di mana terdapat jarum jam terdapat tulisan berbahasa Arab. Ketika ditanyakan kepada Pak Abian, pengurus Masjid Angke, sosok jam aslinya tidak seperti itu.

Menurutnya, jam itu ditemukan beberapa waktu lalu ketika dia dan pengurus Masjid Angke lainnya sedang membersihkan loteng masjid tersebut. Di antara tumpukan barang-barang itu, ditemukan jam tersebut tergeletak begitu saja. Namun, ketika ditemukan kondisinya sudah rusak dan mesin jamnya tak berfungsi lagi.

Maka setelah dibersihkan oleh Abian, jam itu diganti bagian tengahnya dan diberi mesin baru. Kini jam itu berfungsi kembali, sebagai penunjuk waktu bagi mereka yang ada di komplek Masjid Angke. Sayangnya, bagian jam yang rusak sudah dibuang, jadi tak bisa diketahui lagi bagian tengah asli dari jam dinding tersebut.

Bukan Cap Nona

Melihat bentuk dan kondisi fisiknya, diperkirakan jam dinding itu termasuk jam lama dari zaman Hindia-Belanda. Suatu hal yang tak perlu diherankan, karena Masjid Angke memang telah ada sejak lama, tepatnya sejak 1761, ketika Belanda masih menguasai Indonesia.

Tapi jam itu sebenarnya? Kalau membaca tulisan yang berada di lingkar luar jam itu tertulis “Vraag Melkmeisje Finjste” di bagian atas, dan “Melk” di bagian bawah. Banyak orang segera paham kata melk dalam Bahasa Belanda, yang berarti “susu” dalam Bahasa Indonesia.

Di situ juga ada kata meisje yang berarti “gadis” atau “nona”. Maka ada yang berasumsi bahwa itu adalah jam dinding promosi susu Cap Nona. Lalu vraag yang berarti “minta” atau “permintaan dan fijnste yang berarti “terbaik”, segeralah digabungkan menjadi kalimat yang diartikan “mintalah susu Cap Nona terbaik”.

Memang, susu Cap Nona telah ada di Indonesia sejak 1890-an. Iklan-iklannya juga dapat dilihat di majalah-majalah keluarga pada zaman Hindia-Belanda. Bahkan papan iklannya yang dibuat dari kaleng, kini direproduksi sebagai hiasan oleh para kolektor barang-barang vintage. Tapi betulkah itu jam promosi susu Cap Nona?

Lukisan
Lukisan
Bila diterjemahkan secara bebas, melkmeisje sebenarnya bukan “susu Cap Nona”, tetapi “pemerah susu”. Namun dapat pula berarti, gadis pembantu yang menyiapkan minuman susu, seperti salah satu lukisan terkemuka di dunia juga ada yang berjudul “Het Melkmeisje” yang dalam Bahasa Inggris diterjemahkan menjadi “The Milkmaid”.

Ini adalah lukisan karya Johannes Vermer, salah satu maestro seni lukis Belanda, yang hidup antara 1632 sampai 1675. Lukisannya “Het Melkmeisje” itu diperkirakan dilukis antara 1657 dan 1658. Menggunakan cat minyak di atas kanvas, lukisan berukuran 45,5 x 41 sentimeter itu, kini berada di Rijsksmuseum di Amsterdam, Belanda.

Para pengamat seni rupa juga menyebutkan bahwa walaupun judulnya “Het Melkmeisje” yang berarti pemerah susu atau orang yang langsung memerah susu dari sapi, lukisan tersebut lebih menceritakan seorang gadis pembantu yang sedang bekerja di dapur, menyiapkan minuman susu untuk majikannya.

Menganalisis dari hal tersebut, bisa dipastikan bahwa jam dinding itu memang jam untuk promosi suatu produk susu. Tetapi bukan atau belum tentu produk susu “Cap Nona”. Bisa saja produk lainnya. Jadi, mungkin lebih tepat bila tulisan pada lingkar luas jam dinding itu diartikan, “mintalah kepada gadis pembantu untuk menyiapkan minuman susu yang terbaik”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun