Bila kita membuka pengertian kurator atau curator dalam Bahasa Inggris, maka sebagian besar mengartikannya sebagai “A keeper or custodian of a museum or other collection” atau dialihkan ke Bahasa Indonesia menjadi “seorang penjaga atau pemelihara museum atau koleksi lainnya”. Tetapi tentu saja kalau diterjemahkan “mentah-mentah” bahwa kurator museum adalah penjaga museum, banyak yang tak setuju.
Apalagi para kurator museum yang telah menempuh studi museologi di tingkat Sarjana Strata-2 (S-2). “Enak aja, masa’ gue dibilang penjaga museum,” mungkin begitu yang tercetus.
Nah, soal kurator itu terdapat pada bagian Penjelasan PP tersebut. Pada bagian penjelasan Pasal 11 ayat 2 disebutkan bahwa yang dimaksud sebagai tenaga teknis itu termasuk kurator. Lengkapnya, yang dimaksud dengan “tenaga teknis” adalah: a. register yaitu petugas teknis yang melakukan kegiatan pencatatan dan pendokumentasian koleksi; b. kurator yaitu petugas teknis yang karena kompetensi keahliannya bertanggung jawab dalam pengelolaan koleksi; c. konservator yaitu petugas teknis yang melakukan kegiatan pemeliharaan dan perawatan koleksi; d. penata pameran yaitu petugas teknis yang melakukan kegiatan perancangan dan penataan di museum; e. edukator yaitu petugas teknis yang melakukan kegiatan edukasi dan penyampaian informasi koleksi; dan f. hubungan masyarakat dan pemasaran yaitu petugas teknis melakukan kegiatan komunikasi dan pemasaran program-program museum.
Selain tenaga teknis, dalam PP Nomor 66 Tahun 2015 itu disebutkan pula mengenai tenaga administrasi. Mereka meliputi pegawai museum yang melaksanakan pekerjaan ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, keamanan dan/atau kerumahtanggaan
Pro dan Kontra
Jadi jelas, sesuai PP tersebut kurator museum adalah tenaga teknis. Ini pun lagi-lagi mengundang pro dan kontra, dengan terutama kontra di kalangan para ahli museum. Mereka tidak setuju bahwa kurator hanya sekadar tenaga teknis. Sebagian menganggap bahwa kurator di museum adalah tenaga ahli, karena harus yang benar-benar menguasai koleksi museum itulah yang dapat menjadi kurator.
Demikian terkenal kepakarannya, bahkan banyak ahli-ahli keramik kuno dari luar negeri maupun mahasiswa-mahasiswa tingkat S-3, yang berguru kepadanya. Dia pun disebut-sebut sebagai “profesor” karena keahliannya dalam bidang keramik-keramik kuno. Padahal dari segi ijazah pendidikan, Abu Ridho jelas kalah dibandingkan mereka yang berguru kepadanya.
Ini menunjukkan bahwa Abu Ridho memang seorang tenaga ahli dalam bidangnya. Lalu apa bedanya dengan tenaga teknis? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tenaga teknis adalah “karyawan yang bertugas membantu pimpinan dl bidang keteknisan”. Merujuk pada pengertian tersebut, sebenarnya tidak salah bila disebutkan bahwa kurator juga seorang tenaga teknis, karena dia pun bertugas membantu pimpinan, direktur, atau kepala museum di bidang keteknisan sesuai keahliannya. Misalnya kurator keramik tentu membantu kepala museumnya di bidang teknis koleksi keramik, sementara kurator numismatik akan membantu kepala museumnya di bidang teknis koleksi mata uang dan benda-benda numismatis lainnya.
Tugas Kurator
Dulu, kurator bertugas lengkap, menangani mulai sejak sebuah benda terdaftar sebagai koleksi museum sampai (bila akhirnya) benda tersebut dikeluarkan atau dihapuskan dari koleksi museum tersebut, merawatnya dengan baik, melakukan penelitian dan mempublikasikan hasil penelitian tentang benda itu, bahkan mengajak dan mengedukasi pengunjung tentang benda-benda koleksi di museum tersebut.