Satu lagi film yang menampilkan kisah para Pramuka ditayangkan di bioskop-bioskop di Tanah Air. Diberi judul “Ayu, Anak Titipan Surga” film yang disutradarai Guntoro Sulung, menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Ayu. Dalam sinopsis kisah film itu di media sosial, ada yang menyebutkan Ayu berusia 9 tahun, tetapi ada juga yang menulis Ayu ditinggalkan sang ayah yang meninggal dunia ketika usia Ayu baru berusia 9 tahun.
Saya pribadi lebih percaya Ayu memang saat ayahnya meninggal berusia 9 tahun, dan kini telah berusia sekitar 12 tahun. Pasalnya, dalam film itu Ayu digambarkan telah mencapai golongan Penggalang dengan tingkatan Terap. Seperti diketahui usia Pramuka Penggalang adalah 11-15 tahun. Sedangkan kalau Ayu masih berusia 9 tahun, dia masih masuk golongan Pramuka Siaga yang berusia 7-10 tahun.
Berbeda dengan film “Lima Elang” garapan Rudi Soedjarwo yang ceritanya memang lebih banyak menampilkan suasana perkemahan Pramuka dan kegiatannya, film yang menampilkan Luthfiyah Putri sebagai Ayu lebih banyak menampilkan suasana di lingkungan sekolah.
Walaupun demikian, Ketua Kwarnas sempat menyampaikan pesan agar para penonton jangan berekspektasi terlalu tinggi. Ini film biasa-biasa saja, tetapi kita patut bangga dengan isi film yang memberi nilai positif bagi kaum muda, demikian antara lain dikatakan Adhyaksa Dault.
Memang, kisahnya sendiri cukup sederhana. Ayu yang telah ditinggal ayahnya karena meninggal saat dia berusia 9 tahun, hanya hidup bersama ibu dan neneknya di sebuah rumah sederhana. Walaupun demikian, Ayu terbilang anak pintar, ramah, dan senang menolong. Seperti sudah ditebak, pasti ada tokoh antagonisnya, yaitu kelompok siswa lain dipimpin Evi yang sering mem-bully Ayu.
Kisah ini sebenarnya bisa lebih menarik kalau masalah bully atau perundungan lebih dikembangkan dalam skenarionya. Apalagi yang mem-bully bukan hanya sesama siswa, bahkan guru pun ada yang mungkin tanpa sadar, melakukan perundungan terhadap Ayu.
Sekali lagi, kasus perundungan siswa memang cukup sering terjadi. Itu sebabnya, menjadi menarik untuk dicatat dan dicontoh perilaku ibu kepala sekolah, yang tidak serta-merta “menelan” semua omongan yang ingin memfitnah Ayu. Tapi melakukan cek dan ricek sampai semuanya jelas dan Ayu pun terhindar dari perundungan sesama siswa. Sikap ini perlu pula ditiru oleh guru dan para pendidik di mana pun.
Secara keseluruhan film ini cukup lumayan, dan inilah penilaian saya dari 1 yang paling jelek sampai 5 yang paling bagus:
Cerita: 3/5
Skenario: 2/5 (sedikit catatan, ada sebagian dialog yang terlalu berlebihan, seperti ketika ibunda Evi, tokoh antagonis “musuh’ Ayu, minta uang jajan untuk belanja sebesar Rp 50 juta atau minta ganti mobil baru, sementara suaminya yang dibilang orang kaya juga hanya menggunakan mobil seadanya saja, termasuk penggunaan “istilah” kepramukaan seperti penyerahan medali/lencana Pramuka Garuda kepada Ayu karena menolong tertangkapnya pelaku kejahatan, sementara bagi kalangan Pramuka untuk kasus keberanian menolong orang lain seperti itu lebih tepat diberikan Lencana Wiratama)
Sinematografi: 3/5
Akting pemain: 3/5 (sedikit catatan untuk tokoh yang menjadi ayah dan ibunda Evi, serta beberapa pemain anak-anak lainnya, masih perlu dikembangkan lagi teknik penjiwaan seni peran mereka).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H