Di Indonesia sendiri, Pramuka Garuda mulai diperkenalkan pada masa bakti 1978-1983. Saat itu, Sekretaris Jenderal Kwarnas, Kak Soedarsono Mertoprawiro baru kembali dari lawatan ke Amerika Serikat. Dia melihat aktivitas Eagle Scout yang sangat positif. Lalu dia mengusulkan kepada Ketua Kwarnas, Kak Mashudi, agar di lingkungan Gerakan Pramuka juga ada kesempatan bagi para peserta didik mencapai tingkatan tertinggi yang kemudian dinamakan Pramuka Garuda.
Seperti pernah diceritakan Kak Alfian Amura yang menjadi Ketua Dewan Kerja (DK) Nasional Pramuka Penegak dan Pandega pada masa itu, untuk pertama kali memang tidak ada persyaratan yang sangat ketat. Hanya dipilih saja wakil-wakil Pramuka Penegak dan Pandega yang dianggap telah memenuhi syarat. Ada perwakilan yang berasal dari DK Nasional, DK Daerah (di tingkat provinsi), dan DK Cabang (di tingkat kabupatena dan kotamadya).
Setelah itu, barulah dibuat persyaratannya dalam bentuk petunjuk penyelenggaraannya. Pertama kali dibuat Petunjuk Penyelenggaraan Nomor 045 Tahun 1980 tentang Pramuka Garuda. Saat pertama, lambang Pramuka Garuda masih berbentuk mirip sekali dengan lambang Garuda Pancasila. Konon kabarnya, atas petunjuk Sekretariat Negara RI diimbau agar tidak menyerupai lambang negara, maka diubah menjadi lambang Pramuka Garuda yang dikenal sekarang.
Seleksi Awal
Menjadi Pramuka Garuda memang tidak mudah, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Itulah sebabnya, ketika untuk Rainas nanti ada syarat untuk Pramuka Penegak sudah harus mencapai Pramuka Penegak Laksana dan juga Pramuka Garuda, demikian pula Pramuka Pandega harus pula sudah Pramuka Garuda, segera timbul pro dan kontra. Bahkan bisa dibilang lebih banyak yang mengritiknya.
Persyaratan itu dikritik mempersulit mereka yang ingin ikut Rainas, seolah-olah terlalu dipaksakan. Padahal dari sisi positif, sebenarnya persyaratan Pramuka Garuda itu merupakan seleksi awal bagi calon peserta. Hanya peserta-peserta terbaik dari tiap Kwartir Cabang (di tingkat kabupaten dan kotamadya), yang bisa ikut Rainas. Lagi pula jumlahnya tak banyak, tiap cabang dibatasi mengirimkan 24 orang Pramuka Penegak atau Pandega Garuda saja.
Dalam Petunjuk Pelaksanaan Raimuna Nasional XI Tahun 2016 yang ditandatangani Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, DR. Adhyaksa Dault, M.Si, pada 20 Desember 2016, disebutkan bahwa Setiap Kwartir Cabang berhak mengirimkan 2 umpi Putra dan 2 umpi Putri yang masing-masing umpi beranggotakan 6 orang Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega. Jadi 4 umpi dikali 6 orang, berarti total 24 orang.
Sekarang kita berandai-andai, karena penulis tidak tahu jumlah tepatnya. Katakanlah jumlah Pramuka Penegak dan Pandega di seluruh Indonesia hanya satu persen saja dari jumlah seluruh anggota Gerakan Pramuka yang totalnya sekitar 20 juta, berarti ada 200.000 Pramuka Penegak dan Pandega. Walaupun bisa jadi jumlah itu terlalu kecil dan sebenarnya lebih banyak lagi.
Mari kita hitung lagi. Dari 200.000 Pramuka Penegak dan Pandega itu tersebar di 514 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Bila dihitung rata-rata, ada sekitar 380 Pramuka Penegak dan Pandega di tiap Kwartir Cabang. Sulitkah mencari 24 dari 300-an yang sudah berkualifikasi sebagai Pramuka Garuda?
Persoalannya, di lapangan ternyata memang cukup sulit. Belum semua Kwartir Cabang melaksanakan pembinaan untuk menghasilkan Pramuka-pramuka Garuda. Kalau pun ada, para Pramuka Garuda di golongan Penegak dan Pandega, cukup banyak yang sudah mencapai pada posisi “mengurangi aktivitas kepramukaan, karena ingin menyelesaikan pendidikan atau memulai karier dalam bekerja”. Sementara kaderisasi Pramuka Garuda belum berjalan dengan baik.
Menjadi Contoh