Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Setiap 5 Desember, Sinterklas Selalu Datang

5 Desember 2016   17:17 Diperbarui: 5 Desember 2016   20:48 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinterklas dan Zwarte Piet. (Foto: dreamstime.com)

Setiap 5 Desember, dia selalu datang. Setiap kali itu pula terdengar nyanyian: “Sinterklaas kapoentje/gooi wat in mijn schoentje/gooi wat in mijn laarsje/Dank u, Sinterklaasje” (Sinterklaas kapoentje/lemparkan sesuatu di sepatu kecilku/lemparkan sesuatu di sepatu bot kecilku/terima kasih Sinterklas).

Begitulah lirik lagu yang dinyanyikan anak-anak, terutama di Belanda, setiap 5 Desember. Ya, di Negeri Kincir Angin itu, 5 Desember dirayakan sebagai Hari Sinterklaas atau bisa di-Indonesia-kan menjadi Sinterklas. Siapakah Sinterklas ini? Ada yang mengatakan dia mirip Santa Claus yang membagi-bagi hadiah di malam Natal pada 24 Desember. Sosok orangtua berambut dan berjanggut putih dengan pakaian dan topi kemerahan, yang membuat anak-anak bahagia di hari Natal.

Tapi berbeda di negara-negara lain, di Belanda anak-anak menunggu Sinterklas, bukan pada malam hari menjelang Natal 25 Desember, tetapi pada 5 Desember. Saat itu, Sinterklas yang ditemani asistennya, Zwarte Piet atau si Piet Hitam, berkeliling dari rumah ke rumah. Memberi hadiah, melemparkannya ke sepatu anak-anak dan sepatu bot kecil yang di dalamnya disiapkan sejumput rumput. Konon kabarnya, ketika Sinterklas memasukkan hadiah ke dalam sepatu anak-anak itu, dia akan mengambil rumput untuk makanan kuda berwarna abu-abu bernama Amerigo yang mengantar Sinterklaas ke sana ke mari.

Selian ditemani Zwarte Piet, kostum yang dipakai Sinterklaas juga agak berbeda dengan Santa Claus. Meski sama-sama didominiasi warna merah dan sedikit putih, tetapi pada topinya terlihat perbedaan. Topi Sinterklaas lebih mirip penutup kepala pemimpin agama,  sedangkan topi Santa Claus terlihat lebih santai.

Dalam lagu Sinterklaas Kapoentje, selain sepatu kecil atau sepatu anak-anak, disebutkan juga sepatu bot kecil. Bisa jadi karena saat Desember cuaca di Belanda sudah dingin, jadi ke mana-mana harus mengenakan sepatu bot.

Dalam kisah-kisah lain, diceritakan bahwa Sinterklas sebenarnya datang dari Spanyol, dan di sana orang-orang banyak mempekerjakan orang Moor dari Afrika menjadi pembantu-pembantu mereka. Jadi mungkin itulah yang digambarkan antara Sinterklas dan Zwarte Piet yang merupakan orang kulit hitam. Kalau Sinterklas membawa karung berisi hadiah-hadiah, Zwarte Piet membawa sebatang rotan atau sapu lidi. Dia akan mencari anak-anak nakal yang selama setahun tidak berbuat baik.

Sinterklas dan Zwarte Piet. (Foto: dreamstime.com)
Sinterklas dan Zwarte Piet. (Foto: dreamstime.com)
Tak jarang anak-anak langsung ketakutan didatangi Zwarte Piet. Sewaktu budaya Sinterklas masuk ke Indonesia saat Belanda menjajah negeri ini, anak-anak yang mengikuti perayaan Hari Sinterklas pun sering ketakutan melihat sosok Zwarte Piet berkeliling membawa sapu lidi. Bahkan dulu, kalau ada anak yang nakal, maka orangtuanya ada juga yang menakuti, “Awas ya, nanti papa atau mama panggil Zwarte Piet”. Mendengar nama ini, banyak anak yang langsung berubah perilaku menjadi baik. Takut dipukul dengan sapu lidi, walaupun pada kenyataannya setiap perayaan Hari Sinterklaas, tokoh yang menjadi Zwarte Piet hanya menakut-nakuti anak nakal saja, dan tidak pernah sekali pun menggunakan sapu lidi yang digunakannya untuk memukul.

Satu hal yang pasti, baik Sinterklaas maupun Santa Claus hanya kisah legenda. Sesuatu yang membuat bulan Desember menjadi lebih meriah, terutama bagi mereka yang merayakan Natal. Mau diikuti atau tidak perayaan itu, semuanya terpulang ke tiap pribadi, terutama para orangtua yang ingin memberikan hiburan bagi anak-anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun