Ketika acara Kompasiana Nangkring bertajuk “Saatnya Warga Menulis” yang digelar pada Kompas Gramedia (KG) Festival di Pekan Raya Indonesia (PRI), Minggu, 6 November 2016, beberapa kali kata passion diucapkan para narasumber acara itu. Mereka adalah Yayat, yang sering menulis namanya dengan Ya Yat dan baru saja terpilih sebagai Kompasianer of the Year 2016, kemudian Asisten Manajer Kompasiana, Iskandar Zulkarnaen, serta penulis yang juga pernah menjadi pewarta dan pemimpin di beberapa media milik KG, Maman Suherman.
Passion dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi gairah, semangat, atau keinginan besar. Hal-hal itulah yang akan membantu seorang penulis dalam menghasilkan karyanya. Bahkan, seperti dikatakan Yayat, hal itu juga yang menolong seorang penulis mengatasi rasa malas menulisnya. “Menulislah dengan passion,” begitu jawabnya, ketika ada yang menanyakan bagaimana cara mengatasi kemalasan atau kurang semangatnya dalam menulis.
Menulislah dengan passion berarti menulis dengan penuh gairah, semangat, dan keinginan besar. Hal itu bisa diperoleh kalau kita memilih topik menulis sesuai dengan minat kita. Untuk para blogger atau penulis bebas yang tak terikat dengan pesanan atau perintah tertentu untuk menulis suatu hal, maka memilih topik atau tema tulisan yang sesuai minat kita, sangat membantu dalam menghasilkan karya yang baik.
Ini berarti juga jangan memaksakan diri menulis sesuatu yang tidak kita minati. Apalagi sudah tak minat, tak punya pengetahuan yang cukup pula tentang topik yang akan ditulis. Hanya akan menghasilkan dua hal. Pertama, tulisan yang tak pernah dimulai atau tak selesai. Kedua, tulisan yang selesai tapi isinya hambar, tak menarik sama sekali.
Berlatih Disiplin
Di bagian sebelumnya, saya sudah menulis untuk jangan memaksakan diri menulis sesuatu yang tidak kita minati. Meski pun demikian, bukan berarti kalau timbul rasa malas dalam menulis, kita lalu mengalah. Membiarkan rasa malas itu menguasai diri kita, dan mencampakkan pena atau mendiamkan kibor komputer kita.
Harus diakui, walaupun kita telah menulis sesuai minat, kadangkala timbul pula rasa malas. Ini dapat terjadi karena beberapa hal. Pertama, ada hal lain yang lebih menggoda. Bagi yang masih lajang dan sedang menjalin hubungan cinta misalnya, bisa jadi lebih menyenangkan pergi bersama kekasih daripada hanya menulis saja. Bisa juga godaan datang dari teman-teman yang datang berkumpul, dan akhirnya kita melepaskan pena serta kibor komputer kita. Memilih untuk duduk bersama teman-teman, dan berbincang akrab sekian lama.
Kedua, rasa malas juga dapat terjadi ketika kita sedang dilanda masalah. Mulai dari masalah pribadi seperti sakit, sampai masalah keluarga, maupun masalah lainnya. Keinginan dan tekad untuk menyelesaikan masalah, tak jarang membuat aktivitas menulis kita menjadi ditinggalkan.
Ketiga, ini juga masih terkait dengan masalah. Sedang semangat-semangatnya menulis dan mengetik pada komputer, tiba-tiba komputer hang, tulisan belum sempat di-save, akhirnya hilanglah sebagian karya yang sudah kita tulis. (Baru teringat, saya juga belum menyimpan tulisan ini, maka buru-buru saya lakukan save as, dan masukkan pada salah satu folder dokumen di komputer saya).
Banyak lagi hal yang bisa membuat kita malas menulis. Untuk itu, saran dari Maman Suherman yang akrab dipanggil Kang Maman, dapat membantu. Dia selalu menyiapkan notepad-nya. Begitu ada inspirasi, dia langsung menulis. Meski hanya 1-2 baris saja, namun itu telah menjadi langkah awal, yang tentunya catatan-catatan itu kemudian harus dibaca ulang dan diteruskan menjadi tulisan.
Membiasakan diri untuk secara tetap tentu menulis. Berlatih disiplin untuk menulis walau hanya 1-2 baris, perlu dilakukan oleh mereka yang ingin menjadi penulis. Konon kabarnya, JK Rowling yang terkenal dengan kisah “Harry Potter”-nya, membiasakan diri menulis bahkan dengan menggunakan kertas-kertas tissue saat dia mampir minum kopi di sebuah kedai kopi.
Zaman dulu, para wartawan selalu dibekali buku kecil – notes begitu sebutannya – seukuran telapak tangan. Buku itu digunakan untuk mencatat bahan-bahan beritanya. Namun beberapa wartawan yang juga senang menulis puisi, cerpen, bahkan novel, memanfaatkan pula notes itu untuk membuat catatan-catatan kecil tentang karya sastra yang sedang ditulisnya. Hampir pasti saat ditulis di notes, isinya belum lengkap. Namun bisa dilengkapi nanti saat ada waktu. Yang penting sudah ada catatan pendahuluan, yang bisa dikembangkan lagi.
Berlatih disiplin menulis, satu tulisan satu hari juga bisa menjadi bekal bagi mereka yang ingin mengembangkan minat dalam dunia tulis-menulis. Baik sebagai penulis karya fiksi dan non-fiksi, blogger, maupun pewarta warga. Tak perlu panjang-panjang, yang penting mulai menulis.
Jadi tunggu apa lagi, ayo mulai menulis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H