Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buat Kebaikan, Bantu Orang Lain Tersenyum

7 Oktober 2016   11:14 Diperbarui: 7 Oktober 2016   11:27 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila Facebook tidak mengunggahnya, mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa hari ini adalah Hari Senyum Sedunia (World Smile Day). Peringatan untuk menyebarluaskan senyum dan aksi sosial setiap individu yang dimulai sejak 1999 dan dirayakan setiap hari Jumat pertama di bulan Oktober.

Adalah Harvey Ball, desainer grafis yang menciptakan “Smiley Face” yang sekarang tersebar luas dalam bentuk “emoticon” di media sosial, sebagai penggagas peringatan Hari Senyum Sedunia itu. Harvey Ball menciptakan wajah tersenyum yang mendunia itu pada 1963, dan memulai peringatan Hari Senyum Sedunia sejak 1999.

Setelah Harvey Ball meninggal dunia pada 2001, dibentuklah yayasan yang diberi nama Harvey Ball World Smile Foundation. Yayasan itu meneruskan ide penyelenggaran Hari Senyum Sedunia sampai saat ini. Pada 2016 ini, hari Jumat pertama di bulan Oktober adalah pada 7 Oktober 2016, dan itulah yang dijadikan Hari Senyum Sedunia pada tahun ini.

Ada yang menarik dari peringatan Hari Senyum Sedunia tersebut. Yayasan penyelenggara acara itu pernah menampilkan logo dengan tulisan besar “Do an act of kindness. Help one person smile”. Dan tahukah bahwa untuk melakukan perbuatan baik membuat orang lain tersenyum, juga bisa dimulai dengan kita sendiri yang tersenyum tulus saat bertemu dengan orang lain?

Emoticon| Istimewa
Emoticon| Istimewa
Saya pernah mengalaminya sendiri. Sebagai seorang anggota Gerakan Pramuka yang merupakan bagian dari persaudaraan kepanduan sedunia, seharusnya saya selalu berusaha mengikuti anjuran Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, yaitu “A Scout smiles and whistles under all circumstances” (seorang Pandu/Pramuka selalu tersenyum dan riang dalam setiap keadaan). Namun saat tubuh lelah dan pekerjaan atau tanggung jawab menumpuk, sebagaimana manusia biasa, terkadang wajah saya pun agak cemberut.

Suatu ketika di sebuah pusat makan di Jakarta, seorang anak menumpahkan kue yang sedang dimakannya. Sang ibu yang menemani anak itu tampaknya mencoba mendidik kedisiplinan. “Angkat kuenya, buang di tempat sampah,” ujar si ibu dengan suara agak keras.

Terus terang, saya yang sedang menikmati semangkuk bakwan Malang di tempat itu, agak terkejut. Bukan apa-apa, biasanya kalau ada yang menumpahkan makanan di tempat seperti itu dibiarkan saja. Lagi pula di situ ada petugas pembersih yang sudah dibayar. Jarang pula ada orangtua seperti ibu tadi yang menyuruh anaknya mengangkat kue yang ditumpahkan dan membuangnya ke tempat sampah.

Ini kejadian yang aneh. Benar, saya menyebutnya aneh, karena sudah tak biasa lagi melihatnya di Jakarta maupun tempat-tempat lain di Indonesia situasi seperti itu. Itulah sebabnya, saya menghentikan makan saya dan memperhatikan dengan seksama si ibu dan anaknya yang duduk sekitar lima meter dari tempat saya.

Si anak mungkin karena takut, mencoba mengikuti perintah ibunya. Anak lelaki yang saya perkirakan berusia 5 atau 6 tahun itu, mengambil kuenya yang terjatuh di lantai pusat makan itu, dan mencoba membuangnya ke tempat sampah. Tetapi dia lalu kebingungan, kepala menoleh ke kiri dan kanan, mencoba mencari tempat sampah.

Spontan saya bangkit dari duduk saya, mendekati si anak lalu dengan baik-baik meminta kuenya dan membuangnya di tempat sampah terdekat. Si anak tersenyum, si ibu pun tersenyum. Dan walaupun tadinya saya merasa lelah, tiba-tiba tubuh terasa segar kembali mendapatkan senyuman dari anak dan ibu tadi.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Keduanya lalu meninggalkan meja, saya kembali menghabiskan makanan saya dan kemudian juga beranjak melanjutkan pekerjaan. Entah kenapa, pekerjaan yang tadinya tertunda karena tubuh lelah, sekarang dapat cepat saya selesaikan. Bisa juga karena tubuh telah kembali mempunyai energi setelah makan, tapi tidak kurang pula saya menjadi bersemangat karena mendapat senyum terima kasih dari anak dan ibu tadi.

Dalam kondisi sebaliknya pernah pula saya alami. Hampir setiap kali melewati gerbang di komplek perumahan tempat saya tinggal, saya selalu tersenyum dan mengucap salam kepada para petugas yang menjaga di situ. Hanya dengan tersenyum dan mengucap salam, mereka menjadi ramah pada saya dan keluarga. Padahal kami tinggal di situ belum terlalu lama.

Meski pun bukan berarti saya mencari keuntungan secara materi, namun dengan tersenyum dan menyapa dengan baik para penjual di pasar modern di dekat rumah saya, mereka pun balik menjadi lebih ramah. Tak jarang, saya diberi diskon atau tambahan barang dibandingkan pembeli lain yang mengeluarkan uang yang sama. Contohnya hari ini, ketika pembeli lain membayar limaribu rupiah untuk tiga ikat kangkung, saya mendapatkan empat ikat kangkung untuk harga yang sama.

Begitu pula di penjual ikan olahan yang terletak di sudut kanan pasar modern tempat saya sering berbelanja, Ketika saya membeli ikan cue yang dijual dua ekor dalam satu keranjang kecil, saya cukup membayar Rp 3.500. Sementara pembeli lain yang datang belakangan diminta membayar Rp 4.000 per keranjang terdiri dari dua ekor ikan.

Kisah tentang senyum itu masih bisa berlanjut panjang. Seperti dua hari lalu, ketika saya merasa ingin berteriak marah saat pelayanan di suatu laboratorium klinik terbilang lama, dan petugas malah melayani orang yang belum mengambil nomor, saya berusaha menarik nafas panjang dan tersenyum. Jujur, tetap tidak bisa menghilangkan kekesalan, tetapi paling tidak berhasil menjaga tekanan darah saya tidak meninggi dan tetap normal ketika diperiksa.

Jadi benar seperti lirik lagu “Smile” yang mungkin bagi banyak orang lebih dikenal sebagai lagu yang dinyanyikan penyanyi legendaris Nat King Cole, meski pun sebenarnya lantunan nada musiknya diambil dari lagu instrumental dari film Charlie Chaplin, comedian terkenal itu, yang berjudul “Modern Times”. Film itu tayang perdana pada 1936, berarti 80 tahun lalu. Entah visioner atau bukan, Charlie Chaplin bisa jadi telah meramalkan bahwa pada “modern times” atau masa modern seperti sekarang ini, senyum sungguh diperlukan.

“Smile though your heart is aching

Smile even though it's breaking.

When there are clouds in the sky

you'll get by.

If you smile through your fear and sorrow

Smile and maybe tomorrow

You'll see the sun come shining through

For you”.

Tersenyumlah walau hatimu sakit, walau terasa hancur, walau penuh awan dalam kehidupanmu. Tersenyumlah melewati rasa takut dan sedihmu, tersenyumlah dan bisa jadi besok kamu akan melihat sinar matahari cerah menyapa dirimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun