WSF bahkan mengirim Mark A Clayton, seorang staf yang juga fotografer profesional. WSF bermaksud membuat laporan tahunan dalam bentuk buku, berupa aksi para Pramuka di daerah bencana tsunami itu.
Awalnya, saya yang mengirim tulisan dan foto berupa profil beberapa Pramuka yang terjun langsung ke sana. Setelah itu, tulisan dan foto-foto dijadikan bahan dasar untuk ditulis ulang oleh WSF sebelum dimasukkan ke dalam buku laporan tahunan mereka.
Buku laporan tahunan 2004 yang diberi judul “When Leadership Really Counts” itu kemudian disajikan dalam Konferensi Kepanduan Sedunia yang diadakan di Tunisia, 5-9 September 2005. Pada saat itu, delegasi Gerakan Pramuka diwakili oleh Ketua Kwarnas, Prof. Dr. dr. Azrul Azwar, dan Wakil Ketua Kwarnas, Parni Hadi.
Di salah satu sesi, perwakilan dari WSF tampil dan menyampaikan laporan tahunannya dengan menyertakan buku yang berisikan aktivitas para Pramuka Indonesia menolong korban tsunami. Sekitar 10 menit laporan dibacakan, dan diakhir acara “standing ovation” (tepuk tangan sambil berdri tanda menghormati dan mengapresiasi) diberikan kepada Gerakan Pramuka.
Saya mendapatkan informasi itu setelah konferensi selesai. Bagi saya – walaupun tak mendengar dan melihat langsung – tepuk tangan itu juga membuat saya bahagia. Meski pun tidak langsung ikut membantu Pramuka Peduli ke Aceh atau ikut ke konferensi di Tunisia, saya merasa ikut membantu mempublikasikan berita dan foto-foto aktivitas Pramuka membantu korban tsunami di Aceh.
Di tengah keterbatasan saya – antara lain karena waktu dan kondisi fisik tubuh yang agak kurang baik saat itu – paling tidak saya sudah berusaha berbagi. Membagikan informasi yang dapat langsung dibaca dan dilihat fotonya oleh masyarakat kepanduan sedunia.
Lewat berita dan foto-foto itulah, timbul rasa simpati dan bantuan kepanduan sedunia untuk membantu mengatasi tragedi gempa bumi dan tsunami itu. Seperti yang pernah dikatakan Kak Parni Hadi – saya memanggilnya kak sebagai sebutan di antara orang dewasa dalam Gerakan Pramuka – dalam aktivitas pertolongan korban bencana, publikasi juga memainkan peran penting untuk menggalang bantuan dan simpati masyarakat luas.
Saya memang tak bisa berbagi banyak, tetapi paling tidak inilah yang pernah saya lakukan, berbagi lewat keterampilan seorang wartawan, mempublikasikan berita dan foto agar masyarakat luas lebih memahami aktivitas Pramuka, seperti contohnya Pramuka Peduli yang melakukan aksi kemanusiaan di Aceh saat itu. Inilah kisah kecil itu yang saya tuangkan kembali setelah hampir 12 tahun bencana itu berlalu, sambil berdoa dan berharap semoga kejadian bencana alam dapat semakin diprediksi, untuk meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H