Terus terang, status tersebut saya buat setelah melihat “riuh rendah”nya komentar dan kritik di akun Facebook milik sebuah group atau kelompok yang merupakan bagian dari komunitas pendidikan di Indonesia. Menyedihkan lagi, yang menulis status, komentar, maupun kritik adalah orang-orang dewasa yang seharusnya memberikan pendidikan dengan baik kepada mereka yang dididik.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Mereka seolah mempertontonkan, komentari dan kritik saja terus-terusan tanpa mau melakukan cek dan ricek sebelumnya. Membuat tulisan-tulisan penuh nada tudingan seolah semuanya salah, padahal kesalahan ada pada mereka sendiri. Tidak tahu persoalan sesungguhnya, langsung dengan penuh semangat mengomentari dan mengritik.
Itulah sebabnya, saya ungkapkan empat kemungkinan kalau orang melemparkan komentar atau mengritik sesuatu, padahal isu, komentar, kritik yang dilemparkan tidak atau kurang tepat. Apalagi untuk mereka yang tergabung dalam komunitas pendidikan, seharusnya kita sama menyadari bahwa tenaga pendidik seyogyanya memberikan contoh teladan yang baik kepada mereka yang dididik, antara lain dengan menulis komentar maupun kritik, bila memang telah tahu duduk persoalan sebenarnya. Jangan hanya tahu sedikit atau bahkan tidak tahu atau tahu tapi dari sumber yang salah, langsung mengomentari dan memberi kritikan.
Ini sebenarnya bukan hanya di komunitas itu saja. Mungkin di komunitas atau kelompok lain terjadi hal yang sama. Terpulang pada kita, maukah kita memanfaatkan media sosial untuk menulis hal-hal positif, atau sekadar berkomentar dan mengritik tanpa dasar yang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H