Bagi masyarakat awam yang kurang mengenal istilah kepramukaan, “Raimuna” adalah sebutan bagi pertemuan Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pandega (21-25 tahun) dalam bentuk perkemahan, seperti kegiatan jambore bagi Pramuka Penggalang (11-15 tahun). Sama seperti jambore yang diselenggarakan di tiap tingkatan kwartir, maka Raimuna pun ada Raimuna Cabang (di tingkat wilayah kabupaten atau kotamadya), Raimuna Daerah (di tingkat provinsi), dan Raimuna Nasional yang dihadiri kontingen Pramuka Penegak dan Pandega dari seluruh Indonesia.
Sebelum dinamakan Raimuna, perkemahan Pramuka Penegak dan Pandega itu dinamakan Pertemuan Pramuka Penegak Pandega Puteri Putera (Perppanitera). Untuk pertama kalinya, Perppanitera diadakan di Cimanggis, Jawa Barat pada 21 – 26 Agustus 1969. Tiga tahun kemudian, Perppanitera II diadakan di Bedugul, Bali pada 14-23 Agustus 1972.
Pada saat itu, selain kegiatan Perppanitera juga ada sejumlah kegiatan sejenis lainnya untuk para Pramuka Penegak dan Pandega. Maka akhirnya, Kwartir Nasional Gerakan Pramuka memutuskan untuk menyatukan dalam satu bentuk perkemahan yang diberi nama Raimuna. Kata “raimuna” sendiri berasal dari Bahasa Ambai yang digunakan oleh penduduk di Yapen Timur, Kabupaten Yapen Waropen, Provinsi Papua.
Kata “raimuna” merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “rai” dan “muna”. “Rai” memiliki arti sekelompok orang atau bisa juga diartikan sekelompok kepala suku, yang berkumpul untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan bersama. Sedangkan “muna” adalah daya kekuatan yang berpengaruh baik dalam mencapai kesuksesan. Secara singkat bisa diartikan, “raimuna” adalah sekelompok orang yang berkumpul bersama dengan daya kekuatan yang berpengaruh baik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Maka dalam meneruskan tradisi Perppanitera, kegiatan selanjutnya diberi nama Raimuna Nasional III dan diselenggarakan di Karangkates, Malang, Jawa Timur pada tanggal 14 – 29 September 1978. Sejak Raimuna Nasional III itulah tarian Raimuna selalu mengiringi bagian pendahuluan upacara pembukaan perkemahan bagi Pramuka Penagak dan Pandega itu. Setelah dari Malang, pelaksanaan Raimuna Nasional berikutnya diadakan di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur. Raimuna Nasional IV tersebut diadakan pada tanggal 7 – 14 Agustus 1982.
Adalah R. Andi Widjanarko dan Mutiara Adriane, dua anggota komunitas Indonesia Scout Journalist (ISJ), yang pertama kali menemukannya. Di reruntuhan bekas Gudang Perkemahan Putra (Gudang Kempa), dua anggota komunitas yang terdiri dari para Pramuka yang senang kegiatan jurnalistik dan jurnalis yang menggemari kegiatam kepramukaan, menemukan benda-benda kepramukaan yang berserakan tak terawat lagi.
Ingatan saya pun melayang ke 34 tahun lalu. Saat itu, saya ditunjuk menjadi Ketua Kontingen Kwartir Cabang Jakarta Timur untuk mengikuti Raimuna Nasional IV Tahun 1982. Bersama anggota kontingen, kami sempat berlatih di halaman Gedung Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur yang terletak di dekat Jembatan Prumpung di Jalan DI Panjaitan, Jakarta. Seingat saya, kami mendapat kesempatan berlatih di sana, karena Ketua Kwartir Cabang Jakarta Timur adalah juga Kepala Kejari setempat.
Kami juga sempat berlatih di Halim Perdanakusumah. Salah satu “kekuatan” Kontingen Jakarta Timur adalah karena kami mempunyai Satuan Karya Dirgantara yang dilatih dan dibina oleh para dirgantarawan di Halim Perdanakusumah. Mengingat kegiatan dirgantara seperti aeromodelling menjadi salah satu mata lomba di Raimuna Nasional tersebut, kami berlatih cukup intensif di Halim Perdanakusumah.
Pada perkemahan itu, lomba lain yang saya pribadi ikuti adalah lomba karya tulis kepramukaan. Hasilnya, saya memperoleh Juara III dalam lomba tersebut. Suatu hal yang cukup lumayan, mengingat pesertanya cukup banyak, dan saya hanya mempersiapkan karya tulis itu dua hari sebelum perkemahan dimulai.
Pada Raimuna Nasional IV itu jugalah untuk pertama kalinya saya merasakan tidur seorang diri dalam satu tenda khusus untuk ketua kontingen. Sebelumnya, satu tenda selalu bersama-sama satu regu sewaktu Pramuka Penggalang atau satu sangga sewaktu Pramuka Penegak dan Pandega. Di luar itu, masih banyak lagi kegembiraan mengikuti ajang perkemahan tingkat nasional tersebut.
Yang tersisa kini menjadi yang berharga.
(Foto-foto: R. Andi Widjanarko, ISJ #003, dan Mutiara Adriane, ISJ #2828)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H