Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenang-kenangan Tahun 1983 dari Kalimantan Timur

7 Juni 2016   12:57 Diperbarui: 7 Juni 2016   13:03 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Badge Perkemahan Bakti Pramuka 1983 di Gunung Kelua, Samarinda. (Foto: ISJ)

Dalam upaya menyelamatkan benda-benda bersejarah kepramukaan dari reruntuhan Gudang Perkemahan Putra (Gudang Kempa) di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu, sejumlah memorabilia yang ditemukan benar-benar membangkitkan memori atau kenangan pada peristiwa penting dalam sejarah Gerakan Pramuka.

Ketika R Andi Widjanarko dan Mutiara Adriane, dua anggota Indonesia Scout Journalist (ISJ) - komunitas yang terdiri dari para Pramuka yang senang kegiatan jurnalistik dan jurnalis yang menggemari kegiatan kepramukaan – pertama kali menemukan benda-benda memorabilia tersebut, mereka langsung menyelamatkan sebagian dan memotret serta mengirimkan foto-fotonya kepada saya.

Dari foto-foto itulah, saya mengetahui ada sejumlah benda bersejarah yang merupakan kenang-kenangan tahun 1983 dari Kalimantan Timur (Kaltim). Saya teringat kembali, akhir Oktober 1983 diajak oleh Kepala Hubungan Masyarakat Kwartir Nasional  (Kwarnas) Gerakan Pramuka, Kak Nurman Atmasulistya, untuk meliput acara Musyawarah Nasional (Munas) organisasi pendidikan itu di Samarinda, Kalimantan Timur.

Saat itu, selain menjadi Pembantu Berita di Mingguan Mutiara, saya juga membantu menjadi pewarta lepas di Harian Umum Sinar Harapan. Di luar itu, saya pun aktif sebagai anggota Gerakan Pramuka yang telah saya tekuni sejak 1968. Walaupun bukan merupakan staf atau pengurus Kwarnas, tetapi saya cukup sering membantu kegiatan-kegiatan Kwarnas.

Maka di minggu ke empat Oktober 1983, kami pun berangkat dari Bandar Udara(Bandara) Halim Perdanakusumah. Bukan dari bandara komersial, melainkan dari lapangan terbang milik TNI AU. Itulah untuk pertama kalinya, saya merasakan menumpang pesawat Hercules, kalau tidak salah tipe C-130.

Dari Halim, kami terbang menuju bandara di Balikpapan, Kaltim. Di sini saya mengalami musibah, ketika turun dari pintu belakang yang terbuka di ekor pesawat. Kurang hati-hati, saya pun terpeleset dan kaki terkilir. Maka selama tiga hari pertama di Kaltim, saya praktis jalan terpincang-pincang.

Papan-papan nama yang pernah digunakan di Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka 1983. (Foto: ISJ)
Papan-papan nama yang pernah digunakan di Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka 1983. (Foto: ISJ)
Dari Balikpapan, dengan menggunakan beberapa bus yang telah disiapkan panitia, saya yang berangkat bersama rombongan pengurus dan staf Kwarnas serta sejumlah wartawan lainnya, berangkat menuju Samarinda. Di sana, kelompok wartawan ditempatkan di sebuah mess pemerintah yang memiliki fasilitas cukup baik untuk menginap.

Selain meliput Munas, kami juga sempat mengunjungi Perkemahan Bakti yang diselenggarakan Kwartir Daerah (Kwarda) Kaltim di Gunung Kelua, tak berapa jauh dari kota Samarinda. Sementara, saya pun mengikuti dengan cermat pelaksanaan Musyawarah Pramuka Penegak dan Pandega Puteri Putera (Musppanitera) tingkat Nasional yang diadakan seminggu sebelum pelaksanaan Munas Gerakan Pramuka 1983 itu.

Hasil Musppanitera itu menghasilkan tim formatur yang menyusun kepengurusan Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pandega Nasional (DKN) masa bakti 1983-1988. Belakangan, tim formatur telah menyusun nama-nama calon anggota DKN 1983-1988 yang diajukan kepada Ketua Kwarnas untuk disahkan. Nama saya termasuk salah satu calon yang masuk dalam daftar itu.

Persoalan timbul menjelang pelantikan DKN 1983-1988. Di akhir tahun 1983, kabarnya ada informasi kepada Ketua Kwarnas saat itu, Kak Mashudi, bahwa ada salah satu calon anggota DKN yang diketahui telah menjadi Andalan (pengurus) di suatu Kwartir Cabang. Padahal, kecuali dia mewakili Dewan Kerja sebagai Andalan ex-officio, maka yang dapat menjadi Andalan adalah orang dewasa. Sementara Dewan Kerja masih masuk golongan peserta didik.

Entah bagaimana, namun kemudian Ketua Kwarnas akhirnya memanggil semua yang telah berusia di atas 23 tahun. Walaupun batas usia seorang Pandega adalah 25 tahun dan masih masuk golongan peserta didik, namun untuk menjadi Dewan Kerja ketika pertama kali dilantik diharapkan berusia paling tinggi 23 tahun. Saat itu, terhitung Desember 1983 saya telah berusia 24 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun