Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

40 Tahun Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia

4 Februari 2016   09:04 Diperbarui: 4 Februari 2016   09:36 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rapat Pengurus Pusat Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia di Museum Nasional beberapa waktu lalu. (Foto: BDHS)"][/caption]

Ahli arkeologi atau arkeolog, yang sering juga disebut ahli kepurbakalaan, merupakan salah satu profesi yang ditekuni sejumlah orang di Indonesia. Mereka juga telah memiliki wadah organisasi profesi, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, disingkat IAAI. Tanpa terasa, IAAI telah berusia 40 tahun.

Bermula dari sebuah seminar arkeologi di Wisma Anggraini, Cibulan, Bogor, Jawa Barat, pada awal Februari 1976. Ketua panitia seminar, RP Soejono, mengusulkan perlu dibentuknya wadah organisasi profesi untuk menghimpun para ahli arkeologi Indonesia. Hal itu disambut baik seluruh peserta.

Seorang peserta bahkan mengemukakan, upaya pembentukan wadah arkeolog Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak 1964, ketika para ahli arkeologi mengadakan ekskavasi gabungan di situs Gilimanuk, Bali. Pada Maret 1965 gagasan tersebut diangkat lagi, ketika mereka mengadakan pertemuan di Yogyakarta.

Sayangnya karena kesibukan masing-masing, gagasan tersebut sempat terendapkan cukup lama. Baru pada seminar di Cibulan, gagasan tersebut kembali dibahas. Agar tidak seperti sebelumnya yang hilang tanpa bekas, saat itu juga para peserta seminar sepakat membentuk kelompok kerja yang terdiri dari sebelas ahli arkeologi dari berbagai lembaga.

Kesebelas ahli arkeologi tersebut terdiri dari R.P. Soejono (dari Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional), Hasan Muarif Ambary (Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional), Teguh Asmar (Direktorat Sejarah dan Purbakala), Sukatno Tw. (Direktorat Sejarah dan Purbakala), serta Hadimulyono (Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Cabang IV).

Juga tercatat pnama Ismanu Adisumarto (Kanwil Dep P dan K, Provinsi Jawa Tengah), Bambang Soemadio (Museum Pusat), Mundardjito (Universitas Indonesia), Harun Kadir (Universitas Hasanuddin), Rumbi Mulia (Dep Perhubungan, Sektor Pariwisata), dan Machfudi Mangkudilaga (Arsip Nasional).

Maka pada 4 Februari 1976 di Cibulan itulah, didirikan secara resmi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), dan terpilih pula ketuanya, yaitu RP Soejono. Selain di tingkat pusat yang berkedudukan di Jakarta, dibentuk pula empat Komisariat Daerah (Komda), yaitu Komda Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi.

Dalam perkembangannya, jumlah anggota IAAI yang ketika pertama kali berdiri hanya puluhan orang, kini telah mencapai sekitar 800 orang. Jumlah Komda pun bertambah, mencapai sembilan Komda.

Untuk periode 2014-2017, Pengurus Pusat IAAI diketuai oleh Junus Satrio Atmodjo. Sementara masing-masing Komda mempunyai ketuanya sendiri. Jabodetabek diketuai Titi Surti Nastiti, Jawa Barat dan Banten: Lutfi Yondri, DIY dan Jawa Tengah: Wahyu Indrasana, Jawa Timur: Y. Hanan Pamungkas, Bali, NTB, dan NTT: I Nyoman Wardi, Sumatera Bagian Selatan : Agus Sudaryadi, Sumatera Utara dan Aceh: Lucas Partanda Koestoro, Sulawesi, Ambon, dan Papua: Yadi Mulyadi, dan Kalimantan: I Made Kusumajaya.

Masih Sedikit

Walaupun jumlah yang terdaftar sebagai anggota IAAI sudah mencapai sekitar 800 orang, jumlah itu tidak mencerminkan keseluruhan dari mereka yang pernah menempuh pendidikan minimal Strata 1 Arkeologi, atau pun mereka yang aktif berkecimpung di kegiatan kepurbakalaan.

Akan tetapi, walaupun nantinya sudah ditambah dengan mereka yang belum bergabung di IAAI, jumlah ahli arkeologi di Indonesia masih terbilang sedikit. Dibandingkan dengan luas cakupan warisan budaya dan benda cagar budaya, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Bukan hanya di darat, tetapi juga yang ada di perairan. Baik yang sudah diketahui keberadaannya, maupun yang masih dalam pencarian dalam bentuk penelitian.

Sebagaimana disebutkan dalam pendahuluan Anggaran Dasar IAAI, keberadaan para ahli arkeologi Indonesia itu adalah karena mereka sebagai warganegara yang menyadari pentingnya warisan budaya nasional. Dalam kaitan itu dan dalam rangka pengembangan ilmu dan pengetahuan, serta pemanfaatan bagi kehidupan masyarakat serta untuk memperkokoh jatidiri bangsa, maka ahli arkeologi Indonesia mengabdikan diri pada ilmu dan pengetahuan arkeologi, dengan pemikiran, pendekatan, dan cara-cara yang positif ilmiah serta dengan penuh tanggung jawab kepada nusa dan bangsa.

Positif ilmiah dengan penuh tanggung jawab, menjadi kata kunci seorang ilmuwan, termasuk para ahli arkeologi Indonesia. Itulah juga yang diupayakan lewat IAAI. Di usianya yang ke-40, IAAI diharapkan dapat terus membantu ahli arkeologi untuk senantiasa meningkatkan dan mencapai kecakapan serta keterampilan dalam bidang ilmu arkeologi, sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan bangsa dan negara, khususnya di bidang arkeologi. Sekaligus, IAAI diharapkan dapat menjadi wadah penggerak aktivitas dalam bidang arkeologi di Indonesia.
Melalui hal itu, diharapkan IAAI dapat menjadi organisasi profesi arkeologi yang terpercaya dan berkualitas tinggi, baik di dalam maupun di luar negeri, serta berperan serta aktif dalam membantu Pemerintah dan masyarakat luas di bidang arkeologi. Termasuk berusaha semaksimal mungkin menjaga kelestarian warisan budaya dan benda cagar budaya di Indonesia.

Kalimat terakhir tadi juga menjadi kata kunci penting lainnya. “Menjaga kelestarian warisan budaya dan benda cagar budaya di Indonesia”, serta memanfaatkannya untuk kepentingan nusa dan bangsa. Biar bagaimana pun, Indonesia pasti akan terus berkembang, dan agar tidak tercerabut dari akar budayanya, warisan budaya tetap harus dipertahankan.

Seperti juga sering diungkapkan, belajar dari masa lalu. Jangan sampai mengulangi kesalahan di masa lalu, sebaliknya memodifikasi yang sudah baik di masa lalu sehingga menjadi lebih baik di masa mendatang. Di sinilah peran ahli arkeologi, membantu mengungkapkan hal-hal yang pernah ada di masa lalu, untuk dikaji dan dimanfaatkan bagi kepentingan di masa depan.

Selamat ulang tahun Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, selamat berperan aktif membantu membangun bangsa dan negara tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun