Cukup sering orang bertanya kepada saya, kenapa sudah seusia saya (lebih dari 50 tahun) masih aktif di Pramuka? Apa gunanya jadi Pramuka? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu diajukan karena ada anggapan bahwa Pramuka hanya untuk anak-anak atau remaja saja.
Jawaban saya bisa beragam. Mulai dari menjelaskan bahwa “sekali Pramuka, tetap Pramuka”, dan setelah selesai menjadi peserta didik dalam Gerakan Pramuka (7-25 tahun), dapat melanjutkan sebagai Pembina Pramuka. Jawaban lain yang memang benar terasa adalah bahwa Pramuka membangun karakter saya menjadi lebih baik.
Walaupun ketika peserta didik mungkin lebih banyak latihan Pramuka dalam bentuk permainan, tetapi permainan yang diberikan mengandung unsur edukasi. Banyak hal yang bisa dipelajari, mulai dari kerja sama sesama anggota Pramuka, lebih tahan pada kegiatan fisik di luar ruangan, belajar saling menghormati, belajar memimpin dan dipimpin, sampai menambah wawasan dan pengetahuan umum.
Seperti telah saya sebutkan, dalam aktivitas Pramuka, para anggota dididik untuk bisa bekerja sama dan bersosialisasi dengan lainnya, saling menghargai dan bersahabat tanpa memandang latar belakang agama, pendidikan, kemampuan ekonomi dan sebagainya. “Dalam Pramuka kita adalah bersaudara satu sama lain,” demikian sering saya dengar sejak pertama kali menjadi anggota Gerakan Pramuka pada 1968.
Persaudaraan itu juga semakin terasa, ketika kita memperluas persahabatan bukan sekadar di dalam negeri, tetapi juga dengan Pandu-pandu dari mancanegara. Baik bertemu langsung, maupun persahabatan melalui surat-menyurat, atau sekarang mungkin melalui jalur media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, dan sebagainya.
Baru-baru ini saya kembali merasakan betapa bahagianya menjalin persahabatan – bahkan persaudaraan – dengan Pandu dari mancanegara. Seorang sahabat baik, Ekbert Yong dari Persekutuan Pengakap Malaysia – organisasi nasional kepanduan di Malaysia – mengirim satu paket ke alamat saya di Jakarta Timur.
Ketika dibuka, saya benar-benar terpana. Isinya sungguh luar biasa, saya sangat gembira menerimanya. Isinya adalah koleksi berharga bagi kolektor prangko (filatelis) dan memorabilia kepanduan seperti saya. Ekbert Yong tidak ragu mengirim koleksi yang amat bernilai itu kepada saya, padahal koleksi itu terbilang langka dan banyak dicari orang.
Misalnya, sampul-sampul filateli yang dikirimkannya, termasuk Sampul Hari Pertama Jambore Kepanduan Sedunia di Jepang, dengan satu set lengkap prangko jambore tersebut yang diterbitkan khusus oleh Dinas Pos Jepang.
Demikian pula, paket badge-badge kontingen Malaysia pada Jambore Kepanduan Sedunia di Jepang yang disusun lengkap dalam kemasan khusus. Mencari koleksi lengkap badge kontingen Malaysia tidak mudah, lebih langka lagi karena ini dalam kemasan khusus yang hanya dibuat sebanyak 700 kemasan. Saya mendapatkan kemasan bernomor 441 dari 700 kemasan yang ada.
Saya benar-benar bergembira dan berbahagia. Seolah mendapatkan hadiah Natal, walaupun Natal masih sebulan lagi. Saya berjanji akan mengirim pula beberapa memorabilia kepanduan dari Indonesia. Tetapi aktivitas kami lebih dari sekadar tukar-menukar benda memorabilia saja, karena dibalik itu ada semangat untuk bersaudara meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, bahkan dari tempat yang berbeda.
Inilah salah satu gunanya jadi Pramuka, membangun persahabatan seluas dunia, yang pada gilirannya ikut mensosialisasikan upaya gerakan kepanduan sedunia lewat motto-nya, “Scouts, creating a better world” atau di-Indonesia-kan, “Para Pandu, (membantu) menciptakan dunia yang lebih baik”. Dunia yang lebih baik, karena semakin banyak warga dunia yang bersahabat dan bersaudara tanpa memandang suku, agama, ras, dan perbedaan lainnya.
Terima kasih tak terhingga pula kepada Ekbert Yong, sahabatku dari Malaysia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H