Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Maria Walanda-Maramis

23 Oktober 2015   14:35 Diperbarui: 23 Oktober 2015   22:10 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menanggapi tulisan di atas, bisa saja nanti ada yang berkomentar, mengapa harus dimasalahkan agama Maria, bukankah yang penting dibahas adalah peran Maria Walanda-Maramis dalam sejarah nasional. Sekali lagi, saya tidak ingin mempertentangkan soal agama, hanya karena seminar tersebut adalah suatu seminar sejarah dan para pembicara juga para sejarawan, tentunya perlu lebih hati-hati dalam memberikan informasi kepada para peserta seminar.

Apa pun itu, Maria Walanda-Maramis merupakan salah satu tokoh perempuan penting dalam sejarah Indonesia. Kisahnya mungkin dapat dibaca di banyak media, termasuk di Wikipedia dan tulisan-tulisan yang dapat dicari dengan menulis namanya di mesin pencari internet, seperti Google. Dia juga telah memperoleh pengakuan dari Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah satu pahlawan nasional, tepatnya pahlawan pergerakan nasional, pada 20 Mei 1969. Gelar Pahlawan Nasional itu menunjukkan bahwa Maria Walanda-Maramis memang telah berjasa besar bagi bangsa dan negara kita.

Mengutip tulisan Peter Kasenda, sejarawan yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut, “Diakui Maria Walanda Maramis sebagai Pahlawan Nasional, maka gagasan-gagasannya yang menggetarkan Minahasa secara resmi diakui. Kepahlawanan memang bukan konsep sejarah melainkan penilaian terhadap aktor sejarah. Jadi kepahlawanan seorang – resmi atau tidak resmi – adalah pengakuan bahwa kehadiran dan peranan historis yang pernah dijalankannya telah memberikan kepuasan kultural”.

Ditambahkan oleh Peter Kasenda, “Ia, sang pahlawan telah menjadi penghuni sebuah wilayah dunia makna. Pada waktunya, sang pahlawan menjadi bagian yang integral dari mitos nasional, menjadi bagian dari landasan historis yang sah untuk keutuhan bangsa. Sebagai mitos, maka sang pahlawan nasional menjadi sumber contoh dari sistem perilaku”.

Dalam kaitan dengan inilah, seminar yang digelar Museum Kebangkitan Nasional menjadi penting. Paling tidak dapat membantu peserta seminar yang sebagian besar terdiri dari generasi muda, belajar mengenai perilaku para tokoh pahlawan itu, untuk selalu berusaha membantu orang lain, membela kebenaran, dan mementingkan serta memperjuangkan kepentingan orang banyak daripada kepentingan sendiri.

*) Ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun