Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Jangan Biarkan Koleksi Buku Rusak

18 Oktober 2015   14:13 Diperbarui: 18 Oktober 2015   17:01 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Buku dan majalah lama dari 1940-an dan 1960-an, sebagian halamannya sudah rapuh dan mudah robek. (Foto: Berthold DHS)"][/caption]

Bagi para pencinta buku, memiliki perpustakaan pribadi merupakan salah satu yang menjadi idaman mereka. Walaupun saat ini teknologi informasi telah berkembang pesat dan memungkinkan siapa pun untuk mendapatkan informasi serta bacaan dari internet serta melalui perpustakaan digital, merasakan sendiri “bau” buku, mendengar lembar-lembar halaman buku dibalik, serta melihat deretan buku dengan sampul buku berwarna-warni, tetap merupakan kegembiraan tersendiri yang tak dapat tergantikan.

Belakangan, banyak pula orang – walaupun tidak terlalu rajin membaca buku – mendirikan perpustakaan pribadi. Memanfaatkan pojok rumah atau ruang kosong, dengan memajang rak dan mengisinya dengan buku-buku. Maka, perpustakaan pribadi pun menjadi semakin banyak di mana-mana. Walaupun, bisa jadi ada yang sekadar untuk menunjukkan bahwa sang pemilik rumah adalah dari kalangan terpelajar atau golongan menengah atas.
Apa pun alasannya, keberadaan perpustakaan-perpustakaan pribadi – sebagaimana perpustakaan umum – harus dihargai. Paling tidak itu menunjukkan adanya apresiasi terhadap buku, sumber ilmu pengetahuan untuk semua orang.

Namun memiliki perpustakaan pribadi tidak cukup dengan hanya membeli rak-rak serta buku-buku. Kemudian meletakkan buku-buku itu berjejer di dalam rak buku. “Jangan biarkan koleksi buku Anda rusak,” ujar seorang teman pencinta buku beberapa waktu lalu.

Salah satu musuh utama yang mudah merusak buku bagi kita di Indonesia dan negara-negara dengan iklim tropis, adalah kelembaban yang sangat tinggi. Kelembaban dan panasnya cuaca, akan mudah merusak kertas-kertas buku. Itulah sebabnya, di banyak perpustakaan kini dipasang alat pendingin udara (air conditioner). Bukan saja untuk membuat orang yang duduk membaca di perpustakaan itu menjadi nyaman, tetapi sekaligus untuk mengatur suhu udara dan kelembaban di dalam ruang perpustakaan itu.

Itulah sebabnya, sudah cukup sering diingatkan agar tidak menyimpan buku atau bahan bacaan di tempat yang langsung terkena sinar matahari.
Tetapi kelembaban bukan satu-satunya hal yang dapat merusak buku. Bila kita berkunjung ke Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, para petugas beberapa kali mengingatkan mereka yang sedang membaca di situ, agar membalik halaman-halaman buku atau bahan bacaan yang ada dengan lebih hati-hati. Apalagi untuk buku atau terbitan berkala yang sudah berusia cukup tua, seperti dari masa akhir 1800-an atau awal 1900-an yang cukup banyak masih tersimpan di Perpusnas. Ada beberapa yang halamannya sudah sangat rapuh, sehingga untuk membalik halaman perlu kehati-hatian. Bahkan majalah-majalah dari tahun 1950-an dan 1960-an banyak yang halamannya sudah kekuningan dan gampang robek bila membalik halamannya tidak hati-hati.

Di samping itu, hal-hal lain yang perlu diperhatikan antara lain biasakan membaca dengan tangan yang bersih, serta tidak sambil menyantap makanan dan minuman. Untuk buku-buku milik pribadi, mungkin boleh saja kita membaca buku sambil makan dan minum. Walaupun seyogyanya, bila memungkinkan usahakan jangan sampai ada makanan atau minuman yang tercecer mengenai buku.

Terkait dengan usaha menjaga buku dari ceceran makanan atau tumpahan minuman, ada pula yang menyarankan agar buku diberi sampul plastik. Namun yang perlu diingat, bila memungkinkan tidak perlu menyatukan sampul plastik dan buku dengan menggunakan perekat seperti stapler atau cellotape (selotip). Cukup dilipat saja sampul plastiknya sehingga dapat melindungi buku tersebut.

Masih banyak lagi yang dapat dilakukan untuk menjaga koleksi buku yang ada. Namun satu hal yang penting adalah usahakan agar buku-buku yang ada di perpustakaan, secara tetap tentu dikeluarkan dari raknya, dibuka-buka halamannya, atau paling sedikit sampul muka buku tersebut. Ini membantu agar sang buku dapat pula “bernafas” dari himpitan di dalam rak buku yang sedikit banyak membantu pula buku itu agar terkurangi kemungkinan dari kerusakan akibat lembab atau hal lainnya.

Mari bersama kita jaga, dan jangan biarkan koleksi buku yang ada rusak, hancur, lalu tak bisa dibaca lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun