[caption caption="Tampilan layar situs web Jakarta Smart City (smartcity.jakarta.go.id)"][/caption]
Kota Pintar atau Smart City tampaknya sedang menjadi tren di mana-mana. Banyak pemimpin perkotaan yang berusaha menjadikan kotanya patut dijuluki Kota Pintar. Tapi apa sebenarnya Kota Pintar itu?
Menurut BussinesDictionary.com Kota Pintar atau Smart City adalah “A developed urban area that creates sustainable economic development and high quality of life by excelling in multiple key areas; economy, mobility, environment, people, living, and government. Excelling in these key areas can be done so through strong human capital, social capital, and/or ICT infrastructure”.
Sementara menurut Smart Cities Council, sebenarnya belum ada definisi yang disepakati secara universal di seluruh dunia. “The smart city sector is still in the “I know it when I see it" phase, without a universally agreed definition. The Council defines a smart city as one that has digital technology embedded across all city functions; click on any of the articles below for additional perspectives", demikian ditulis dalam situs web organisasi yang menghimpun penyelenggara-penyelenggara Kota Pintar di seluruh dunia (www.smartcitiescouncil.com).
Tetapi paling tidak dari dua definisi yang sering dipakai kalangan pengamat dan pakar perkotaan menunjukkan bahwa Kota Pintar adalah kota yang telah berkembang dengan baik dengan memanfaatkan teknologi informasi yang terpadu di semua fungsi kota. Dari definisi-definisi tersebut terlihat jelas betapa pemanfaatan teknologi informasi menjadi penting di suatu Kota Pintar.
Di samping itu, karena namanya Kota Pintar, tentu penduduknya pun harus “pintar”. Pintar dalam arti bijak dan mau bekerja sama dengan seluruh elemen yang ada di kota itu, untuk membuat kota menjadi semakin nyaman dan aman untuk ditempati. Pintar juga berarti penduduk kota itu secara terus-menerus mengembangkan wawasan dan pengetahuannya, bukan hanya di sekolah tetapi melalui berbagai cara yang dimungkinkan.
Dalam kaitan dengan itu, keberadaan iJakarta, sebuah perpustakaan digital yang digagas oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menjadi penting. Sama pentingnya dengan perpustakaan-perpustakaan nyata yang ada di seluruh wilayah DKI Jakarta. Perpustakaan memang harus menjadi bagian tak terpisahkan dari Kota Pintar. Salah satu kriteria yang seyogyanya selalu diterapkan dalam memberikan penilaian kepada sebuah kota agar dapat dijuluki sebagai Kota Pintar, adalah keberadaan perpustakaan di kota itu.
Untuk perpustakaan nyata, wujud bangunan, koleksi yang dimiliki, sarana dan prasarana, kenyamanan dan kemudahan akses bagi orang untuk mengunjunginya, menjadi faktor yang penting. Sementara untuk perpustakaan digital, juga perlu diperhatikan kemudahan akses, jaringan internet, dan sebagainya.
Seperti dikatakan Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta, Tinia Budiati, selain mengurus perpustakaan-perpustakaan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pihaknya juga membantu Taman Bacaan Masyarakat yang ada di berbagai tempat di Jakarta. Kini, pihaknya juga terus mengembangkan iJakarta, sebagai perpustakaan digital yang diharapkan dapat dimanfaatkan warga ibu kota.
Apa pun itu, Kota Pintar memang harus mempunyai perpustakaan. Karena seperti pernah dikatakan pakar ekonomi dan mantan menteri, Emil Salim, perpustakaan adalah “gedung ilmu”. Melalui perpustakaan orang dapat selalu mengasah otak dan kemampuan berpikirnya, sekaligus mendapatkan tambahan pengetahuan dan wawasan, kata Emil Salim sewaktu berbicara pada peresmian Perpustakaan Bustanil Arifin di komplek Perguruan Islam Al-Izhar Pondok Labu, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Tentu saja “gedung ilmu” itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sehingga julukan Kota Pintar juga terlihat pada warga kota, dalam sikap, pengetahuan, dan wawasan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H