Mohon tunggu...
Berty Adirachya
Berty Adirachya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Student

Someone who really enjoys reading non-fiction books and learning music.In addition, I have started to delve into the art of writing accurate news articles. I have a strong enthusiasm for learning new things that can help me improve and become a better version of myself.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hutan Adat Papua Terancam, Suku Awyu dan Moi Gelar Ritual di Mahkamah Agung

3 Juni 2024   13:33 Diperbarui: 3 Juni 2024   17:59 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik antara masyarakat adat Papua dan pemerintah kembali mencuat. Suku Awyu dan Moi dari Papua menggelar aksi damai di depan Gedung Mahkamah Agung (MA) Jakarta, Senin (27/5/2024), untuk meminta pembatalan izin perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) yang mengancam hutan adat mereka. Aksi tersebut didukung oleh berbagai organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa Papua yang turut mengenakan busana khas suku dan menggelar doa serta ritual adat.

Latar Belakang Konflik

Konflik ini berawal dari rencana pembukaan perkebunan sawit seluas 36.094 hektar di Boven Digoel, Papua Selatan, oleh PT IAL. Proyek ini mendapatkan izin lingkungan dari pemerintah, namun sebagian besar lahan yang akan dibabat adalah hutan adat milik suku Awyu dan Marga Woro. Hutan ini sangat penting bagi kehidupan masyarakat adat yang bergantung pada hutan untuk berburu, meramu, serta berbagai kegiatan budaya dan spiritual.

Menurut laporan Greenpeace, masyarakat adat tidak dilibatkan dalam proses penyusunan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Ketiga saksi dari masyarakat Awyu menyatakan mereka hanya mendengar kabar tentang perusahaan yang masuk, tetapi tidak pernah ikut dalam sosialisasi perusahaan atau pemerintah daerah. Kondisi ini semakin diperparah karena masyarakat suku Awyu umumnya tidak memiliki akses terhadap informasi yang disebarkan melalui koran atau internet.

Gugatan dan Harapan

Hendrikus Woro, perwakilan dari suku Awyu, mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura pada Kamis, (10/8/2023), namun gugatan tersebut kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua. Kini, permohonan kasasi di MA menjadi harapan terakhir mereka untuk mempertahankan hutan adat.

"Kami datang dari Tanah Papua ke ibu kota Jakarta untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan," ujar Hendrikus Woro. 

  • Dukungan dari Media Sosial dan Petisi

Seruan untuk menyelamatkan hutan adat Papua juga ramai di media sosial dengan tagar #AllEyesOnPapua . Kampanye ini menyerukan perhatian masyarakat terhadap kasus ini dan mendukung perjuangan masyarakat adat Papua. Sebuah petisi yang diusung Yayasan Pusaka Bentala Rakyat untuk mendesak MA membatalkan izin PT IAL telah ditandatangani oleh lebih dari 70.000 orang.

Hutan bagi masyarakat adat Papua lebih dari sekadar tempat hidup; hutan merupakan sumber penghidupan, budaya, dan spiritualitas mereka. Berdasarkan data Auriga Nusantara, total luas hutan provinsi Papua dan Papua Barat mencapai 33.847.928 hektar pada tahun 2022. Namun, luas hutan ini terus menyusut setiap tahunnya akibat deforestasi untuk kepentingan industri perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

Menurut Undang-undang Otonomi Khusus Papua, semua Orang Asli Papua (OAP) diakui sebagai masyarakat adat. Hampir seluruh sumber daya hutan baik kayu maupun non-kayu memberikan manfaat besar dalam kehidupan Orang Papua. Alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga kehidupan dan kebudayaan masyarakat adat.

Kesimpulan

Masyarakat adat Papua, khususnya suku Awyu dan Moi, saat ini tengah berjuang mempertahankan hutan adat mereka dari ancaman alih fungsi menjadi perkebunan sawit. Dukungan dari masyarakat luas melalui kampanye media sosial dan petisi diharapkan dapat membantu memperkuat posisi mereka dalam menghadapi gugatan di Mahkamah Agung. Semoga pemerintah dan pengadilan dapat mengedepankan aspek keadilan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat dalam mengambil keputusan terkait izin perusahaan sawit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun